Kabar Karhutla Karhutla PT SSS Karhutla PT SSS Terdakwa Alwi Omri Harahap Siaran Pers

PT SSS Divonis Bersalah, Penegak Hukum Layak Diapresiasi

Pekanbaru, Rabu 20 Mei 2020—Jikalahari dan Senarai mengapresiasi putusan majelis hakim PN Pelalawan yang memutus bersalah PT Sumber Sawit Sejahtera (SSS) pidana denda Rp 3,5 miliar, pidana tambahan Rp 38 miliar untuk perbaikan lingkungan hidup yang rusak akibat lahan gambut seluas 155,2 ha terbakar dalam areal PT SSS.

“Meski putusan ini tak sesuai tuntutan korban polusi asap karhutla 2019, setidaknya ada keadilan terhadap korban polusi asap bahwa korporasilah yang menyebabkan polusi asap di Riau,” kata Made Ali, Koordinator Jikalahari.

PT SSS melanggar, Pasal 99 Ayat (1) jo Pasal 116 Ayat (1) huruf a jo Pasal 118 jo Pasal 119 UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, buku mutu air, baku mutu air laut atau baku mutu kerusakan lingkungan hidup. Juga Pasal 109 jo Pasal 68 jo Pasal 113 Ayat (1) UU No 39/2014 tentang Perkebunan. Tidak menerapkan analisis mengenai dampak lingkungan hidup, upaya pengelolaan lingkungan hidup, pemantauan lingkungan hidup dan analisis resiko lingkungan hidup.

“Apresiasi pada majelis hakim karena selama persidangan majelis hakim membuka ruang seluas-luasnya pada pengunjung sidang untuk merekam, memfoto dan memvideo. Termasuk menyediakan fasilitas melawan Covid 19 berupa westafel untuk cuci tangan, handsanitizer, pemeriksaan sebelum masuk dan keramahan PN Pelalawan. Di tengah meliput sidang, kami tidak merasa khawatir tertular Covid 19. Majelis hakim juga selama persidangan aktif menggali keterangan saksi,” kata Jefri Sianturi, peneliti Senarai yang melakukan pemantauan sidang PT SSS sejak dakwaan hingga putusan.

Dalam pertimbangannya majelis hakim menyebut jumlah sarana prasarana PT SSS tidak sesuai dengan luas Izin Usaha Perkebunan Budidaya (IUP-B) yang dimilikinya yakni 5.604 hektar. Hanya ada 2 regu pemadam kebakaran yang seharusnya 3 regu. Jumlah anggota tiap regu adalah 15 orang. Memiliki 3 menara pantau api tapi hanya 1 sesuai spesifikasi. Dua lagi tidak memenuhi standar. Harusnya PT SSS menyediakan 11 menari api dengan ketinggian 15 meter.

Embung di lahan PT SSS hanya 4 unit yang seharusnya dibuat 10 unit. Pada saat memadamkan api, regu kesulitan air dan harus menggali tanah agar dapat sumber air. Selain itu, PT SSS juga masih kekurangan sarana prasarana pemadaman api. Letak gudang penyimpanan alat jauh dari lokasi terbakar dan tidak ada akses ke sana.

PT SSS tidak memiliki dokumen Rencana Kerja Pembukaan dan/atau Pengelolaan Lahan Perkebunan (RKPPLP) yang disahkan Kepala Dinas Perkebunan Pelalawan. Dampaknya, perusahaan ini membuka dan mengolahnya belum sesuai aturan.

Majelis hakim berpendapat, kebakaran di lahan PT SSS jadi pembelajaran bagi pemerintah daerah yang telah mengeluarkan izin lingkungan agar selalu mengawasi di lapangan secara periodik dan berkala.

“Bukan hanya berdasarkan laporan namun terus terjadi kebakaran di lahan-lahan baru. Pencegahan kebakaran harus dikedepankan dan dapat dioptimalkan. Perizinan bukan formalitas tapi substansi dan implementasinya,” kata Ketua Majelis Hakim Bambang Setyawan.
Hal-hal yang memberatkan PT SSS antara lain, perbuatannya mempercepat pemanasan global dan mengurangi zat karbon yang sangat dibutuhkan untuk pengkajian; mengganggu kesehatan masyarakat di wilayah terjadinya kebakaran serta merusak lingkungan dan fungsi ekologi. Hal meringankan, PT SSS belum pernah dihukum; telah berkontribusi positif terhadap Kabupaten Pelalawan dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar.

Putusan ini berbeda dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Sebelumnya PT SSS dituntut oleh JPU denda Rp 5 miliar dan pidana tambahan melakukan perbaikan lingkungan hidup sebesar Rp 55 miliar.

“Selain majelis hakim, kinerja Jaksa dan Polda Riau layak diapresiasi di tengah kritikan publik berhasil membuktikan bahwa korporasilah penyebab karhutla di Riau,” kata Made Ali,”putusan ini memberi semangat pada Polda Riau agar segera menetapkan korporasi pembakar hutan dan lahan 2019 layak dijadikan tersangka,” kata Made Ali.

Catatan Jikalahari menemukan, sepanjang 2019 ditemukan hotspot dengan confidance diatas 70 persen ada 3.582 titik, 1.277 titik hotspot berada di korporasi. Perusahaannya adalah; PT Sumatera Riang Lestari 269 titik, PT Sari Hijau Mutiara 95 titik, PT Rimba Rokan Lestari 74 titik, PT RAPP 68 titik, PT Bukit Raya Pelalawan 63 titik, PT Triomas FDI 47 titik, PT Perkasa Baru 47 titik, PT Arara Abadi 48 titik, PT Rimba Rokan Perkasa 52 titik, PT Satria Perkasa Agung 45 titk, PT Bina Daya Bintara 31 titik, PT Ruas Utama Jaya 25 titk dan PT Sekato Pratama Makmur 9 titik.

Jikalahari juga melakukan investigasi sepanjang 2019 untuk mendapatkan fakta lapangan yang terjadi. Hasilnya ditemukan kebakaran terjadi diwilayah korporasi HTI dan korporasi sawit. Perusahaannya adalah: PT Sumatera Riang Lestari, PT Rimba Rokan Lestari, PT Satria Perkasa Agung, PT Riau Andalan Pulp & Paper dan PT Surya Dumai Agrindo. “Namun korporasi-korporasi ini belum masuk dalam penyelidikan polda Riau,” kata Made Ali.

Narahubung:

Aldo—0812 6111 6340

Suryadi—0852 7599 8923

About the author

Nurul Fitria

Menyukai dunia jurnalistik sejak menginjak bangku Sekolah Menengah Atas. Mulai serius mendalami ilmu jurnalistik setelah bergabung dengan Lembaga Pers Mahasiswa Bahana Mahasiswa Universitas Riau pada 2011. Sedang belajar dan mengembangkan kemampuan di bidang tulis menulis, riset dan analisis, fotografi, videografi dan desain grafis. Tertarik dengan persoalan budaya, lingkungan, pendidikan, korupsi dan tentunya jurnalistik.

Video Sidang

 

Untuk video sidang lainnya, sila kunjungi channel Youtube Senarai dengan mengklik link berikut Senarai Youtube