Kasus Marudut

Edison Dituntut 4 Tahun Penjara

edison 1

 

edison 1

Video : Tuntutan JPU atas Terdakwa Marudut

Rabu, 14 Desember 2016 – Pengadilan Tipikor Bandung kembali menggelar sidang perkara korupsi dengan terdakwa Edison Marudut Marsadauli Siahaan terkait agenda pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum. Terdakwa diduga telah memberi uang sebesar Rp 500 juta dan USD166.100 kepada Anaas Maamun selaku Gubernur Provinsi Riau periode 2014-2019 dengan maksud agar areal lahan kebun sawit milik terdakwa seluas 120 hektar bisa dimasukkan dalam Revisi Usulan Perubahan Luas Kawasan Bukan Hutan di Provinsi Riau serta terkait pekerjaan proyek di lingkungan pemerintah daerah Provinsi Riau. 

Terdakwa dituntut dengan pasal 5 ayat (1) huruf a dan b UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau  pidana denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.

Dalam tuntutannya, dibacakan kembali mengenai pertemuan terdakwa dengan Gulat Medali Emas di Hotel Premiere Pekanbaru pada bulan Juli 2014 untuk membicarakan proyek di lingkungan daerah Provinsi Riau. Proyek ini dibicarakan karena Gubernur Riau sudah menanyakan perihal paket pekerjaan yang akan diikuti PT. Citra Hokiana Triutama, kemudian terdakwa memerintahkan Jones Silitonga selaku Direktur Operasional PT. Citra Hokiana Triutama untuk berkoordinasi dengan Gulat Medali Emas terkait rekap paket pekerjaan dengan maksud agar bisa dimenangkan. Pada 25 Agustus 2015, Jones diperintah terdakwa agar menyerahkan uang sebesar Rp 500 juta kepada Gulat Medali Emas karena Gubernur sudah meminta uang tersebut dalam pecahan seratus ribuan.

PU bacakan tuntutan

Kemudian, jaksa membacakan kembali alur penyerahan uang tersebut kepada Gubernur Riau yang sedang berada di Jakarta, yakni melibatkan Fuadilazi, Gulat, dan Firman Hadi yang memisahkan uang lima ratus juta tersebut untuk kemudian diberangkatkan oleh Piko Tempati, Ahmad Taufik, dan Said. Seperti yang telah tercatat dalam laporan sidang sebelumnya, atas usul Triyanto, Piko Tempati berpura-pura mengaku sebagai anggota Gulat untuk dapat masuk dan menemui Gubernur.

Terkait dengan permintaan areal kebun sawit terdakwa dan Gulat untuk dapat masuk dalam usulan revisi, Gubernur meminta uang sebesar Rp 2,9 Miliar kepada Gulat Medali Emas yang kemudian Gulat meminta Rp 1,5 Miliar kepada terdakwa. Terdakwa pun berusaha untuk menyanggupi permintaan tersebut dengan memerintahkan Yulia selaku kasir perusahaan untuk dapat mencairkan sejumlah uang yang diminta Gubernur. Dalam bentuk dollar Amerika Serikat sebesar USD 125.000, terdakwa menyerahkan uang tersebut kepada Gulat di pinggir jalan Arengka. Dengan ditambahkannya uang sebesar USD 41.000 dari Gulat, terkumpullah uang sebesar USD 166.100 atau setara dengan Rp 2 Miliar untuk diserahkan kepada Gubernur.

Berdasarkan fakta-fakta hukum diatas dan analisa hukum yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum bahwa pemberian uang tersebut dilatarbelakangi adanya permintaan dari Gubernur melalui Gulat Medali Emas terkait pekerjaan proyek di lingkungan pemerintah daerah Provinsi Riau dan usulan revisi perubahan luas bukan kawasan hutan di Provinsi Riau.

“Sebagaimana pandangan doktrin dan Yurisprudensi, pemberian tersebut ke tangan penerima maka perbuatan memberi sesuatu oleh terdakwa ini telah selesai dilakukan. Karena uang sebesar lima ratus juta rupiah dan seratus enam puluh enam ribu U.S dollar yang diserahkan terdakwa melalui Gulat Medali Emas Manurung telah diterima Annas Maamun,” tutur Jaksa Penuntut Umum.

“Bahwa terhadap keterangan saksi Gulat Medali Emas Manurung yang menyangkal dirinya sama sekali tidak ada kepentingan dalam pemberian uang terhadap Anass Maamuun namun Anass Maamuun hanya sedang mencari pinjaman kepada terdakwa adalah alasan yang secara rasional tidak dapat diterima karena bertentangan dengan fakta-fakta hukum yang ada dalam persidangan,” tutur Jaksa Penuntut Umum.

Mengenai alibi terdakwa yang menyatakan ia tidak tahu-menahu bahwa uang yang ia berikan kepada Gulat akan bermuara di Annas Maamun adalah tindakan yang tidak beralasan menurut Jaksa penuntut umum karena bertentangan dengan fakta persidangan yang ada.

Jaksa penuntut umum berkesimpulan bahwa seluruh unsur dari pasal yang didakwa telah sah menurut hukum. Jaksa juga memaparkan bahwa untuk menjatuhkan pidana kepada seseorang atau suatu tindak pidana yang didakwakannya maka harus dipenuhi dua syarat. Pertama adalah syarat obyektif berupa analisis perbuatan pidana, kedua adalah syarat subyektif berupa adanya pertanggungjawaban pidana. Menurutnya, jaksa telah membuktikan dan memenuhi kedua syarat tersebut.

“Kami penuntut umum dalam perkara ini menuntut agar Majelis Hukum Pengadilan Negeri Bandung yang memeriksa dan memutuskan perkara ini:

  1. Menyatakan terdakwa Edison Marudut Marsadauli Siahaan telah terbukti menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi untuk pasal 55 ayat (1) huruf 1 KUHP  juga pasal 65 ayat (1) KUHP dalam dakwaan.
  2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Edison Marudut Marsadauli Siahaan berupa pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan dan dijatuhkan pidana denda sebesar seratus lima puluh juta rupiah.

Setelah membacakan tuntutannya, Hakim memberi kesempatan kepada terdakwa juga penasihat hukum untuk menanggapi atau menyanggah apa yang telah dibacakan Jaksa Penuntut Umum. Penasihat hukum meminta waktu satu minggu untuk menpersiapkan pembelaan bagi terdakwa serta sekaligus meminta izin terdakwa berobat yang kemudian kedua permintaan tersebut dikabulkan oleh Hakim. Dengan demikian sidang kembali digelar pekan depan pada Rabu, 21 Desember 2016 di Pengadilan Negeri Bandung dengan agenda Pembelaan terdakwa. (RCT/Anita)