Kasus Marudut

Gulat Menyangkal Beberapa Kesaksian Cecep

Edison Marudut 01

 

Edison Marudut 01

Video : Saksi Lima

Bandung, 16 November 2016 – Pukul 10.26, sidang lanjutan pemeriksaan saksi tindak pidana khusus korupsi dengan terdakwa Edison Marudut Marsadauli Siahaan digelar di ruangan 1 Pengadilan Negeri Bandung  dengan memanggil lima saksi. Dari lima saksi itu, hanya empat orang yang bisa hadir karena satu saksi lainnya, yaitu Annas Maamun, sedang sakit dan tidak memungkinkan untuk datang ke pengadilan.

Tiga saksi diperiksa secara bersamaan, yaitu Triyanto, Fuadilazi dan Firman Hadi, sementara Gulat Medali Emas Manurung diperiksa secara terpisah.

“Pernah di telepon Gulat sekitar 25 September saat di kantor Gubernur. Kemudian diminta untuk membantu mengantar, katanya uang Pak Gubernur. Kemudian saya meminta beliau datang ke kantor, tapi karena beliau tidak bisa, kemudian saya diminta untuk datang ke kediaman Gubernur. Saya bersama Firman Hadi, Kasubag Protokol ke kediaman Gubernur. Di sana kami ditunggu oleh saudara Hendra, dan dia menyerahkan uang sebanyak 500 juta,” ujar Fuadilazi selaku Kabag Protokol Pemprov Riau saat itu.

Edison Marudut 03

Setelah mendapatkan uang itu, Fuad dan Firman membawa uang tersebut menuju VIP Lancang Kuning Bandara Pekanbaru, kemudian Firman memerintahkan Piko Tempati, Ahmad Taufik dan Said Putransyah untuk berangkat ke Jakarta menyerahkan uang tersebut kepada Gubernur. Karena merasa kurang aman jika berada dalam satu tas saja maka Firman membagi dua uang tersebut berdasarkan pecahan 50 ribu dan 100 ribu rupiah.

Triyanto selaku mantan ajudan Gubernur Riau menjadi saksi berikutnya yang mendapatkan pertanyaan. Menurut pengakuannya, saat ia berada di kediaman Gubernur di Cibubur dia menerima telepon dari tiga orang suruhan Firman untuk menanyakan keberadaan Triyanto. Berselang dua atau tiga jam, mereka tiba dengan membawa tas dan mengatakan kepada Triyanto bahwa ada titipan untuk Gubernur dari Gulat. Kemudian Triyanto menyampaikannya kepada gubernur dan ia diperintahkan untuk memanggil mereka masuk.

Karena biasanya Gubernur tidak mau ada orang dinas, maka Triyanto menyuruh mereka mengaku orangnya Gulat. Kemudian ia mengantarkan Piko Tempati masuk ke ruangan Gubernur dengan membawa tas yang berisi titipan dari Gulat dan setelah mengantarkan masuk, Triyanto meninggalkan Piko di dalam ruangan. Menurut kesaksian Triyanto, Piko berada di ruangan Gubernur selama sekitar 5 sampai 7 menit.

Gulat adalah salah satu tim sukses dari Annas saat pencalonan dan Gulat juga sering menemui Gubernur seminggu 2 atau 3 kali di kantor atau di kediaman Gubernur.

Pada tanggal 23 September, Triyanto menerima telepon dari Gulat yang mengatakan, “Pak bro kacang pukulnya udah siap, mau saya antarkan atau gimana?” Kemudian Triyanto menyampaikan hal itu kepada Gubernur, yang dijawab, “Oh biar saya saja yang telepon.”

Keesokan harinya,. saat Triyanto sedang berada di TMII, Gulat menelepon lagi dan menanyakan keberadaannya. Triyanto menyuruh Gulat untuk datang saja kesitu tetapi akhirnya Gulat tidak jadi datang ke TMII dan dia menelepon lagi menanyakan keberadaannya. Pada sore hari Gulat datang ke kediaman Gubernur dengan membawa tas berwarna hitam bersama Edi RM dan Wawan. Kemudian setelah sekitar 15 menit mereka bersama-sama pergi ke rumah makan Hanamasa Cibubur. Saat mereka pulang, Triyanto berada satu mobil dengan Gulat yang setelah sampai di depan rumah diberi titipan untuk Gubernur, yaitu tas dan saat Triyanto memberikannya kepada Gubernur, ia memerintahkan Triyanto untuk meletakkan tas tersebut di atas meja lantai bawah. Setelah keluar dan menutup pintu Gubernur sudah pergi ke kamarnya dengan mengunci pintu. Keesokan harinya Gubernur memerintahkan Triyanto untuk memberikan lagi tas itu ke Gulat dan menukarnya. Triyanto menemui Gulat di Restoran Hotel Le Meridien dan menyampaikan kepada Gulat bahwa Gubernur memerintahkan untuk menukarnya.

Edison Marudut 02

Setelah pulang ke rumah, Triyanto menelepon Gulat atas perintah Gubernur untuk menanyakan keberadannya. Setelah jam 5 Gulat datang dengan membawa tas tadi untuk menemui Gubernur kembali. Sekitar 10 menit kemudian, Gulat keluar masih membawa tas tadi dan setelah masuk ke dalam mobil, tim KPK datang menangkap Gulat.

Pada 25 September, Triyanto sempat di SMS oleh Gulat dengan bunyi, “Aduh, aku pontang panting dibuat kunyit nih.” Menurut Triyanto, yang dimaksud kunyit adalah Gubernur Annas Maamun. Kemudian Triyanto membalasnya, “Hahaha biasolah Pak bro. Jadi aku dengar tadi yg RP aja dulu Pak bro.”

Triyanto mengaku sudah akrab dengan Gulat sejak Annas menjadi gubernur sehingga mereka biasa saling memanggil dengan sebutan “Pak Bro”.

Menurut Fuad, Gulat sempat menjaga kebun milik Gubernur sebelum dia menjadi dosen dan ketua asosiasi kebun sawit di daerah Riau.

Pukul 11.45, saksi berikutnya Gulat Medali Emas Manurung. Dia memasuki ruangan dengan tersenyum. Gulat adalah PNS dan Dosen di UNRI yang sekarang sedang menjalani sanksi pidana.

Gulat mengaku dia adalah orang yang sangat dipercaya oleh Annas sejak menjadi Bupati sampai Gubernur. Dan ia mengetahui tentang pemberitahuan Zulkifli Hasan tentang usulan RTRW melalui Riau Pos yang pada saat itu menyampaikan SK 673 yang akan ditinjau kembali karena masih belum memuat kepentingan kantor dan masyarakat, karena kantor gubernur juga masuk kawasan hutan.  Gulat juga berkali-kali bertanya kepada Cecep perihal titik koordinat dan menurutnya banyak lahan petani yang belum terwakili. Ia juga sempat menanyakan titik kordinat lahan milik Edison untuk ditanyakan kepada Cecep. Kemudian Cecep memberitahu Gulat bahwa lahan milik Edison tidak bisa masuk ke dalam usulan revisi karena tumpang tindih dengan PT.Arara, dan sebagian besar sudah masuk APL jadi tidak perlu diusulkan lagi dan yang masuk kawasan hutan hanya 20-an hektar, “Semua saya serahkan ke Cecep dan mas Bowo,” ujar Gulat.

Pada 18 September, Gulat mengaku dipaksa datang ke kantor Dinas Perkebunan dan di situ ada pemilik PT. Duta Palma, Cecep dan ada Juned. Di situ ada surat yang dikonsep oleh Juned tentang lahan PT. Duta Palma yang dimintai untuk masuk ke dalam usulan revisi.

Gulat menyangkal keterangan Cecep yang mengatakan bahwa Gulat sempat ikut rapat sebelum penandatanganan surat kedua di kantor dinas karena dia dosen dan bukan orang pemerintahan jadi tidak memiliki wewenang datang ke rapat itu.

Pada 22 September, Gulat mengaku diperintahkan untuk meminta uang kepada PT. Duta Palma terkait usulan revisi RTRW dan karena tidak dapat iya meminjam uang milik Edison. Keesokan harinya, saat Gulat masih berada di kampus, ia mendapat telepon dari Edison mengenai uang yang ingin dipinjamnya, setelah itu mereka bertemu di depan rumah sakit Eka Hospital untuk penyerahan uang yang masih berbentuk dolar Amerika yang jumlahnya sekitar 1,5 miliar rupiah.

Gulat mengaku diperintahkan Annas untuk mencari uang 2,9 miliar atau 3 miliar. “Bolak balik di telepon saya panik bagaimana cari duit sebesar itu, disuruh minta ke Duta Palma gak ketemu-ketemu, itulah maka saya telepon Edison itu tadi Pak,” ungkap Gulat. Awalnya ia berniat menitipkan uang tersebut kepada temannya dari Jakarta yang telah ia percaya, tetapi kemudian ia berubah pikiran karena Edi RM sempat berkata, “Bro, masa kita setelah Gubernur dilantik belum pernah jalan ke Jakarta. Kita ajalah yang antar.”

Sebelum berangkat ke Jakarta, sempat terjadi percakapan antara Annas dan Gulat via telepon terkait keberangkatannya untuk mengantarkan uang ke Jakarta.

Edison Marudut 02

Menurut  kronologi yang diceritakan Gulat, ia berangkat bersama Edi RM salah satu tim sukses Annas, dan temannya Edi RM. Saat sudah sampai Gulat menelepon ajudan Gubernur dan menanyakan keberadaannya, ternyata sedang di TMII untuk mengecek rumah melayu. Kemudian ia pergi makan dan setelah Annas pulang, Gulat pergi ke kediaman Annas di Cibubur, lalu Annas shalat sebentar dan mengajaknya ke rumah makan Hanamasa. Ia mengatakan kepada Annas tentang uang pinjaman itu, tapi Annas memerintahkannya untuk memegang uangnya dulu. Setelah makan, Annas langsung pulang dan Gulat lupa memberikannya kepada Annas, jadi Gulat menitipkannya kepada Triyanto, ajudan Annas.

Kemudian setelah sampai hotel sekitar pukul 9.30 malam, Gulat di telepon Annas menanyakan kenapa uangnya dolar Amerika semua. “Saya butuh rupiah,” ujar Annas di telepon, “Yah repot lagi,” kata Gulat. Tetapi, setelah diputarkan rekaman hasil sadapan telepon Annas, ternyata yang diminta Annas adalah dolar Singapura dan Gulat mengatakan bahwa yang diminta Annas adalah dolar Singapura dan juga rupiah. Lalu Annas menanyakan hotel tempat Gulat menginap dan berencana keesokan paginya makan di hotel tempat Gulat menginap untuk menyerahkan uang itu.

Kemudian Gulat menelepon Edison untuk menanyakan tempat penukaran uang karena ia tidak tahu tempat-tempat di Jakarta. Lalu Edison mendatangi tempat penginapan Gulat, dan sebelum Edison datang Cecep juga datang karena kebetulan sedang berada di Jakarta. Gulat juga sempat menyangkal kesaksian Cecep yang mengatakan dikenalkan Edison olehnya saat di Hotel Le Meridien karena Edison datang setelah Cecep pergi.

Pada saat menukarkan uang ke Money changer Ayu Masagung menggunakan identitas milik Edison untuk mengisi formulirnya karena Gulat mengaku tidak membawa tasnya. Setelah itu, Gulat menuju rumah Annas untuk menyerahkan uang tersebut. Sebelum pulang, Gulat mengaku diberi uang oleh Annas senilai 10 juta rupiah yang katanya untuk uang belanja.

Dalam BAP Gulat menghubungi terdakwa untuk menghubingi Jones untuk merekap dan menyerahkan paket dari perusahaan terdakwa tetapi ia mengaku lupa dengan isi BAP tersebut.

“Setelah dikasih uangnya, saya suruh diantar ke Pak Fuad, Hendra saya suruh jumpai Pak Fuad. Setelah Pak Fuad tidak ada, saya menghubungi Pak Annas,” kata Gulat.

Edison Marudut 04

Gulat mengatakan bahwa ia mengetahui paket pekerjaan yang dimenangkan terdakwa yang diberikan anggarannya oleh Pemda. Ia juga mengatakan bahwa iya sering meminjam uang dari terdakwa, dan pekerjaan tersebut dimenangkan terlebih dahulu baru ia meminjam uang kepada Gulat.

Dan perihal perintahnya kepada Hendra untuk meniru tandatangannya adalah untuk membuktikan bahwa itu pinjam meminjam bukan suap menyuap.

Sempat terjadi ‘cek-cok’ antara Hakim Anggota dengan saksi Gulat karena saksi memberikan keterangan yang berbelit-belit dengan fakta yang ada.

Gulat mengatakan bahwa Annas tidak mengenal terdakwa Edison ataupun perusahaan milik Edison sehingga mereka tidak pernah membicarakan tentang Edison di telepon

Terdakwa Edison tidak membantah dengan kesaksian yang diberikan oleh para saksi karena tidak banyak yang menyebut-nyebut namanya. Dalam BAP pada tanggal 17 November 2015, keterangan saksi menyebutkan bahwa kordinat seluas 120 hektar adalah milik Edison. Namun saksi menyangkalnya dan mengatakan tidak tahu bahwa ia mengatakan titik kordinat itu.

Pada pukul 13.43, sidang diputuskan untuk ditunda dan dilanjutkan keesokan harinya untuk pemeriksaan saksi lainnya. (RCT/SitiW)