Korupsi Korupsi SHM Terdakwa Zaiful Yusri, Hisbun Nazar, Abdul Rajab, Rusman Yatim, Edi Erisman dan Subiakto.

Zaiful Yusri dan 5 Terdakwa lainnya Dituntut 6 Tahun dan 5 Tahun Penjara

Video

Pekanbaru, 12 April 2018. Bertempat di ruang sidang utama Pengadian Negeri Pekanbaru, majelis hakim buka sidang perkara tipikor penerbitan sertifikat dalam kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) dengan terdakwa Zaiful Yusri, Subiakto, Edi Erisman, Rusman Yatim, Hisbun Nazar dan Abdul Rajab. Sidang kali ini mendengarkan penuntut umum bacakan tuntutan.

Lexi Fatharany selaku penuntut umum bacakan berkas tuntutan secara bergantian dengan Berman Prananta, pada tuntutannya para terdakwa terbukti melanggar pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 Undang-Undang RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemeberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi pasal 55 AYAT (1) ke 1 KUHPidana jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana.

Terdakwa Zaiful Yusri dituntut 6 tahun penjara, denda 200 juta dan subsider 3 bulan sedangkan terdakwa Subiakto, Edi Erisman, Rusman Yatim, Hisbun Nazar dan Abdul Rajab dituntut 5 tahun penjara, denda 200 juta dan subsider 3 bulan.

Lexi mengatakan ada beberapa unsur yang memberatkan para terdakwa, seperti unsur setiap orang, malawan hukum, memperkaya diri sendiri atau korporasi, merugikan keuangan dan perekonomian negara, secara Bersama-sama dan melakukan perbuatan melawan hukum meskipun kejahatan ada hubungannya sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut.

Dalam persidangan, para terdakwa telah membenarkan identitasnya sesuai dengan kapasitas sebagai Pegawai Negeri Sipil dan Kelapa Desa di hadapan persidangan, terdakwa dalam keadaan sehat jasmani dan rohani, bisa menjawab pertanyaan dengan baik, “Unsur setiap orang dalam hal ini telah terbukti,” kata Lexi.

Sebelumnya pada 2001, saksi Johannes Sitorus mewakili PT Sinar Siak Dian Permai (SSDP) mengajukan permohonan izin prinsip kepada Bupati Kampar seluas 500 ha di Desa Buluh Nipis Kecamatan Siak Hulu, dari permohonan tersebut dibentuk tim untuk meninjau lokasi. Dalam laporannya tim memberikan saran pada Bupati Kampar, meminta saksi Johannes Sitorus berkoordinasi dengan Dinas Kehutanan Provinsi, karena izin yang diajukan masuk dalam kawasan hutan.

Namun saksi Johannes Sitorus tetap menguasi lahan tersebut dengan cara menjadikan perkebunan kelapa sawit. Ia kembali mengajukan permohonan pada 2003 untuk 28 nama yang terdiri dari keluarga dan karyawan. Saksi berkonsultasi dengan Edy Tamar yang saat itu selaku Kepala Seksi Penatagunaan Tanah BPN Kampar yang lokasinya sama dengan permohonan PT SSDP.

Dalam hal melawan hukum, terdakwa Zaiful Yusri tidak melakukan pemeriksaan secara yuridis dan fisik terhadap permohonan, “Terdakwa juga tidak menghiraukan status tanah yang berda dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas, jika ada pelepasan harus mendapatkan izin dari Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup,” ucap Lexi.

Selain itu, Zaiful Yusri mengesahkan Surat Hak Milik atas 28 nama dari keluarga dan karyawan Johannes Sitorus, perbuatan terdakwa melanggar pasal 1 ayat 2 UU nomor 56 Prp tahun 1960 tentangg peraturan pokok dasar agraria terkait peraturan maksimum kepemilikan lahan seseorang seluas 20 Ha.

Sedangkan Subiakto, Edi Erisman, Rusman Yatim, Hisbun Nazar dan Abdul Rajab. Dari perbuatan mereka, telah memperkaya diri sendiri atau orang lain dalam hal ini Johannes Sitorus sebanyak 2 miliar dan merugikan keuangan dan perikonomian negara sebesar 14 miliar, sesuai dengan hitungan Sunarta ahli BPKP Provinsi Riau.

Berkas pemohon dalam prosesnya dinyatakan lengkap, namun dari hasil persidangan salah satu pemohon masih dibawah umur dan belum menikah, perbuatan terdakwa bertentangan dengan pasal 44 Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 1 tahun 1989 tentang organisasi dan tata kerja kantor wilayah kerja Kabupaten dan Kota Madya, pada isinya agar memberikan pendapat dalam memeriksa berkas pemohon sebelum dikabulkan.

Edi Erisman perintahkan saksi Devi Melayadi dan khaidir melakukan pengukuran di lokasi, mereka memeriksa lokasi tanah dan membuat peta bidang tanpa dihadiri pemohon dan sempadan, “Seharusnya peta sempadan tidak bisa dikeluarkan, karena tidak ada pihak pemohon dan sempadan serta tidak adanya pengukuran atas tanah,” kata penuntut umum Berman Prananta. #fadlisenarai

About the author

Ahlul Fadli

Tertarik dunia multimedia sejak 2009 saat bergabung dengan Lembaga Pers Mahasiswa Bahana Univeristas Riau, selain itu terlibat dalam gerakan sosial, kebudayaan, pendidikan dan industri kreatif.

Video Sidang

 

Untuk video sidang lainnya, sila kunjungi channel Youtube Senarai dengan mengklik link berikut Senarai Youtube