Dana Penanggulangan Karhutla 2015 oleh BPBD Dumai Korupsi Pantau

Dana Siap Pakai Digunakan Tidak Sesuai Usulan Biaya

Video

PN Pekanbaru, Kamis 11 Oktober 2018—terdakwa Noviar Indra Putra datang ke pengadilan memakai batik dan celana goyang. Suherlina dan Widawati tampil sedikit lebih mencolok. Menenteng tas jinjing dan santai menggunakan telepon genggam. Mereka tidak seperti terdakwa lainnya yang memakai baju tahanan dan menunggu di jeruji besi sebelum dipanggil ke ruang sidang.

Mereka juga datang dan meninggalkan pengadilan dengan mobil operasional Kejaksaan Negeri Dumai. Beda dengan terdakwa lain yang diangkut menggunakan bus khusus tahanan Kejaksaan Negeri Pekanbaru. Begitu yang tampak dari ketiga terdakwa selama menjalani proses sidang tindak pidana korupsi.
Hari itu, majelis hakim Bambang Miyanto bersama M Suryadi dan Dahlia Panjaitan kembali melanjutkan sidang ketiga terdakwa. Penuntut umum menghadirkan dua ahli yang sempat tertunda pemeriksaanya.

Eko Budiman, mantan Direktur Bantuan Darurat BNPB, diminta menjelaskan dana siap pakai untuk penanggulangan bencana. Pada 2014, BPBD Dumai mengajukan permohonan bantuan dana siap pakai ke BNPB untuk menanggulangi kebakaran hutan dan lahan. Bantuan itu kemudian dikirim dalam bentuk cek giro. Untuk menyimpan uang itu, BPBD Dumai harus membuka rekening khusus.

Menurut Eko, dana siap pakai dapat diberikan apabila ada penetapan status tanggap darurat dari pemerintah setempat. Penggunaan dana itu juga harus sesuai rencana anggaran biaya yang diajukan juga telah diatur dalam peraturan Kepala BNPB, termasuk besaran pengganti uang lelah. Itu pun harus diberikan pada nama-nama yang di SK oleh pemerintah setempat dan betul-betul bekerja.

Laporan pertanggungjawaban penggunaan dana harus diberikan paling lambat 3 bulan paska uang dikirim. BNPB tidak melakukan audit. Itu diserahkan pada BPKP. Bila dana yang diberikan kurang dari Rp 2 miliar, auditnya diserahkan pada inspektorat. Bila ada perubahan penggunaan dana dari RAB, BPBD harus melapor terlebih dahulu ke BNPB untuk disetujui.

Selanjutnya giliran Sunarto dari BPKP Provinsi Riau yang beri keterangan. Hasil auditnya pada 2017 menemukan, terdapat pemotongan uang lelah, kekurangan pengembalian sisa dana siap pakai, tidak mengangkat bendahara pengeluaran pembantu dan PPK serta tidak membuka rekening khusus untuk menyimpan dana siap pakai dari BNPB.

Sunarto juga mencatat, terdapat kerugian sebesar Rp 17 juta lebih dari pembelian masker. Kerugian karena biaya makan dan minum sebesar Rp 25 juta lebih, serta kelebihan pembayaran uang lelah sebesar Rp 173 juta. Tidak hanya itu, Sunarto juga menemukan kekurangan biaya penyetoran pajak.

“Seharusnya tidak boleh terima uang lelah kalau tidak terlibat dalam pekerjaan,” kata Sunarto.

Setelah hasil audit itu keluar, lanjut Sunarto, terdakwa tidak mengembalikan uang tersebut sampai persidangan ini berlangsung.

Pemeriksaan Sunarto dan Eko dirasa cukup oleh hakim, penuntut umum dan penasihat hukum. Noviar sedikit membela diri bahwa, dia tidak tahu soal penggunaan dana dan saat menyusun laporan pertanggungjawaban mereka didampingi langsung BPKP.

Sidang dilanjutkan Selasa 23 Oktober 2018.#Suryadi

About the author

Nurul Fitria

Menyukai dunia jurnalistik sejak menginjak bangku Sekolah Menengah Atas. Mulai serius mendalami ilmu jurnalistik setelah bergabung dengan Lembaga Pers Mahasiswa Bahana Mahasiswa Universitas Riau pada 2011. Sedang belajar dan mengembangkan kemampuan di bidang tulis menulis, riset dan analisis, fotografi, videografi dan desain grafis. Tertarik dengan persoalan budaya, lingkungan, pendidikan, korupsi dan tentunya jurnalistik.

Video Sidang

 

Untuk video sidang lainnya, sila kunjungi channel Youtube Senarai dengan mengklik link berikut Senarai Youtube