Korupsi Korupsi Amril Mukminin

Ahli: Perjanjian Bisnis Bukan Gratifikasi

Sidang ke 10 Agenda Mendengarkan Keterangan Ahli

PN Pekanbaru, Kamis, 10 September 2020— Majelis Hakim Lilin Herlina, Sarudi dan Poster Sitorus kembali menggelar sidang tindak pidana korupsi dan gratifikasi, terdakwa Bupati Bengkalis nonaktif Amril Mukminin. Ketua Hakim Herlina persilakan penasihat hukum terdakwa, Asep Ruhiat dan kawan-kawan menghadirkan ahli meringankan yang telah dijadwalkan minggu lalu.

Ahli yang dimaksud adalah, Dosen Fakultas Hukum Universitas Riau Erdiansyah SH MH dan Dosen Pasca Sarjana Hukum Universitas Islam Riau (UIR) Dr Zulkarnain. Keduanya disebut ahli hukum pidana dan diminta menjelaskan tentang suap dan gratifikasi.

Secara umum, pendapat dua ahli itu tidak jauh berbeda. Beberapa pendapat mereka, antara lain:

Penyelenggara negara dilarang menerima hadiah atau janji, apabila berhubungan dengan kekuasaan dan jabatannya. Bila hadiah atau janji belum diterima sepenuhnya oleh penyelenggara negara, itu belum memenuhi unsur tindak pidana.

Selain itu, bila tak ada kerugian negara dan niat jahat dari penyelenggara negara atas penerimaan hadiah atau janji tersebut, juga belum tergolong memenuhi unsur tindak pidana korupsi. Termasuk, bila belum ada tindakan apapun atas janji yang disampaikan pada penyelenggaran negara tersebut.

Pendapat serupa juga disampaikan perihal gratifikasi. Pelanggaran tersebut dipandang dari sisi jabatan dan kewenangan yang melekat pada penyelenggara negara. Hadiah atau janji yang diterima penyelenggara negara dari hasil kesepakatan bisnis, tidak termasuk gratifikasi. Hal itu dikatakan sebagai hubungan pribadi antara penyelenggara negara dengan rekan bisnis.

Zulkarnain bilang, kesepakatan itu mengikat antara para pihak dan termasuk ranah perdata apabila tertuang dalam akta notaris.

Lagi pula, menurut Erdiansyah, gratifikasi dilakukan secara diam-diam, bukan dengan perjanjian dalam akta notaris. Apalagi, hasil dari penerimaan hadiah atau janji itu disampaikan dalam Laporan Harta Kekayaan Negara (LHKPN). Artinya, lanjut Erdiansyah, itu diperoleh secara sah dan resmi.

Hampir serupa dengan pendapat Zulkarnain. Selagi tidak ada teguran dari KPK atas kekayaan yang dilaporkan itu, berarti tidak ada masalah.

“Penyelenggara negara boleh berbisnis, asal tidak menggunakan kekuasaannya,” jelas Erdiansyah.  Namun, lanjutnya, untuk menghindari pelanggaran tersebut, sebaiknya penyelenggara negara melepas bisnis dan usahanya pada orang lain. Pendapat Zulkarnain, selagi tidak bertentangan dengan jabatan sebagai penyelenggara negara.

Selain itu, Erdiansyah juga berpendapat, kerugian negara yang telah dikembalikan tidak dapat menghapus tanggungjawab pidana. Zulkarnain juga sependapat. Pengembalian uang negara itu hanya  sedikit meringankan hukuman nantinya.

Setelah mendengar pendapat tersebut, majelis hakim menunda sidang satu minggu ke depan. Dilanjutkan kembali pada Kamis, 17 September 2020.#Suryadi

About the author

Nurul Fitria

Menyukai dunia jurnalistik sejak menginjak bangku Sekolah Menengah Atas. Mulai serius mendalami ilmu jurnalistik setelah bergabung dengan Lembaga Pers Mahasiswa Bahana Mahasiswa Universitas Riau pada 2011. Sedang belajar dan mengembangkan kemampuan di bidang tulis menulis, riset dan analisis, fotografi, videografi dan desain grafis. Tertarik dengan persoalan budaya, lingkungan, pendidikan, korupsi dan tentunya jurnalistik.

Video Sidang

 

Untuk video sidang lainnya, sila kunjungi channel Youtube Senarai dengan mengklik link berikut Senarai Youtube