Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Kamis 23 Juni 2022—Terdakwa Bupati Kuantan Singingi nonaktif, Andi Putra, berkali-kali mengatakan hanya meminjam uang pada terpidana General Manager PT Adimulia Agrolestari, Sudarso.
“Tak ada pembahasan HGU. Saya belum tahu, saat itu Sudarso sedang mengurus perpanjangan izin. Yang saya tahu dia kerja di PT SAR (Surya Agrolika Reksa). Katanya sudah pensiun,” ungkap Andi.
Adimulia Agrolestari dan Surya Agrolika Reksa sama-sama di bawah Adimulia Grup. Perusahaan sawit di Kuantan Singingi dan Kampar.
Pada 14 September 2021, Andi—ngakunya awal September—berkunjung ke kediaman Sudarso, Jalan Kartama, Gg Nurmalis, Kelurahan Maharatu, Kecamatan Marpoyan Damai, Pekanbaru. Andi bermaksud pinjam uang Rp 500 juta.
“Sebentar ya, pak. Saya ke belakang dulu,” kata Andi, mengulang ucapan Sudarso, waktu itu, setelah menyampaikan tujuan kedatangannya.
Lebih kurang 10 menit, Sudarso kembali ke ruang tengah. Pertemuan mereka juga disaksikan istrinya. “Iya, pak. Insya Allah, kami bantu. Tapi tidak bisa sekarang. Satu atau dua minggu lagi lah,” jelas Andi kembali, seperti yang disampaikan Sudarso dalam perbincangan, malam itu.
“Kalau ada rezeki, insya Allah saya ganti,” timpal Andi.
Bincang-bincang antara Sudarso dan Andi, waktu itu, diabadikan oleh istri Sudarso. Sudarso pun, mengirim foto itu ke Komisaris PT Adimulia Agrolestari, Frank Widjaja. Sudarso beritahu maksud kedatangan Andi.
Disamping menyetujui peminjaman itu, Frank perintahkan Sudarso bicara penyelesaian masalah plasma dengan Andi.
Andi, mengatakan tak mengetahui fotonya dikirim ke Frank, termasuk isi pembicaraan Sudarso dan bosnya itu.
Pada 3 September, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Riau, menyelenggarakan rapat ekspos, bahas kelengkapan permohonan perpanjangan HGU Adimulia Agrolestari. Waktu itu, Sudarso yang mewakili perusahaan, dituntut memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat.
Sudarso keberatan. Merasa kewajiban itu sudah dipenuhi di wilayah Kampar. Padahal areal yang diusulkan di Kuantan Singingi. Selain itu, dia juga merasa sudah cukup dengan kebun plasma yang dibangun PT SAR. Padahal perusahaannya berbeda, meski satu grup.
Perdebatan itu membuat Kepala Kanwil BPN Riau, M Syahrir, ambil kebijakan yang menyimpangkan dari Permen ATR/BPN No 7/2017 dan SE 11/2020—perusahaan pemegang HGU wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar 20 persen dari luas izin.
Syahrir memerintahkan Sudarso meminta rekomendasi pada Andi, supaya menyetujui penempatan kebun plasma di Kampar, tanpa membangun kebun serupa lagi di Kuantan Singingi. Itulah yang jadi dasar perintah Frank ke Sudarso, saat Andi berkunjung ke rumahnya.
Sudarso baru menyerahkan uang yang dipinjam Andi itu pada 27 September. Uang diambil oleh Deli Siwanto, sopir Andi. Selanjutnya, uang dititipkan ke Aan, penjaga kebun sawit Andi.
Andi baru mengambil uang itu sekitar satu atau dua hari kemudian. Waktu itu, dia hendak berangkat ke Pekanbaru, bersama sopir dan ajudannya. Rumah Aan, lebih kurang lima belas menit dari rumahnya ke arah ibu kota Provinsi Riau tersebut.
Di Pekanbaru, Andi bermalam di Hotel Pangeran. Dia lupa, apakah uang itu dibawa ke kamar atau ditinggalkan di mobil Honda CRV merah marun. Sampai di sini, Andi menutup informasi penggunaan uang tersebut. Katanya, untuk bayar hutang.
“Bayar hutang ke siapa?” tanya penuntut umum, Rio Frandy.
“Tak bisa saya sebutkan. Itu kepentingan pribadi,” tolak Andi.
“Anda tidak bisa buktikan bayar hutang, ketika ditanya penuntut umum. Saudara lari dari kenyataan. Anda bupati. Harta banyak. Gaji kecil tapi operasionalnya besar. Tinggal jual harta. Apakah wajar minjam uang? Dikaitkan dengan aset dan harga diri, jangan sampai bupati didikte orang lain,” tegur Ketua Majelis Dahlan.
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) yang ditunjukkan penuntut umum di persidangan, Andi memiliki total harta senilai Rp 4 miliar lebih. Sementara hutang hanya Rp 285 jutaaan.
Andi sekitar dua hari di Pekanbaru. Selama itu, katanya, ketemu kawan-kawan, salah satunya dari Partai Golkar, sekedar ngopi.
Ihwal permohonan rekomendasi yang dibutuhkan Adimulia Agrolestari, Sudarso kemudian mengajukannya pada 12 Oktober. Surat yang ditandatangani Direktur David Vence Turangan tersebut, diantar langsung oleh Sudarso ke kediaman pribadi Andi.
Andi dan Sudarso sempat komunikasi beberapa kali pada hari itu. Karena sibuk dengan kegiatan hari jadi Kabupaten Kuantan Singingi, keduanya baru bisa ketemu pada sorenya.
Andi mengaku telah membaca surat itu, tapi lupa isinya. Setahunya tentang kelayakan kebun. Dia, kemudian menyerahkan surat tersebut ke Staf Adiministrasinya, Andri Meiriki, agar mempelajari isinya.
Pengakuan Sudarso, saat menyerahkan surat itulah Andi meminta fee Rp 1,5 miliar untuk selembar rekomendasi tersebut. Tapi Andi membantah dan mengatakan tidak ada menyinggung soal biaya tersebut.
Sejak itu, Sudarso dan Andi semakin intens komunikasi via aplikasi perpesanan alias WhatsApp. Terakhir kali pada 18 Oktober. Pagi itu, Sudarso menanyakan perkembangan rekomendasi yang dimintanya. Bukti-bukti percakapan itu juga ditampilkan penuntut umum di persidangan.
“izin, Pak Bup. Untuk rekom sudah bisa siang ini diambil?” tanya Sudarso.
“Mengenai surat sudah berproses. Nanti saya cek,” jawab Andi.
Keterangan Andri Meiriki pada perkara Sudarso yang lalu, dia baru menindaklanjuti maksud surat itu, setelah ditanyakan kembali oleh Andi pada 18 Oktober itu. Dia menemui Kepala DPMPTSPTK Mardansyah, lalu disarankan koordinasi ke Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan Kuansing.
Siang itu, Sudarso dan anak buahnya, Paino, ternyata juga sempat bertemu Andi. Tapi, Andi mengarahkan keduanya menemui Mardansyah. Dalam perjalanan ke sana, tim KPK pun menangkap Sudarso.
Hari itu, rencananya Sudarso juga akan menyerahkan Rp 250 juta lagi ke Andi, andai rekomendasi itu telah dikeluarkan. Untung saja, uang tersebut masih ditangan Kepala Kantor Adimulia Agrolestari Pekanbaru, Syahlevi Andra.
Tahu Sudarso ditangkap, Frank buru-buru perintah Syahlevi mentransfer kembali uang itu ke rekening Adimulia Agrolestari.
Setelah tim KPK mengamankan Sudarso, mereka sebenarnya langsung bergerak ke kediaman Andi. Rupanya, Andi sudah meninggalkan Kuantan Singingi.
Andi merasa dibuntuti sepanjang perjalanan ke Pekanbaru. Firasatnya pertama kali muncul saat berhenti di sebuah masjid untuk menunaikan shalat. Seseorang yang dicurigainya tak jadi shalat, gara-gara dia hendak meninggalkan masjid tersebut.
Andi pun menyampaikan kecurigaannya ke sopir dan ajudan, ihwal kendaraan yang terus mengikuti mereka. “Sopir dan ajudan saya awalnya belum menyadarinya.”
Andi pun meminta sopirnya melaju kendaraan lebih cepat lagi. Mereka coba mengelabui kendaraan di belakang dengan berpura-pura mampir ke tempat pengisian bahan bakar. Selanjutnya, mereka putar arah memilih jalur Bangkinang.
Setelah hilang dari pantauan, Andi mengajak mampir di sebuah rumah makan. Di sana, dia menyuruh sopirnya beli plat kendaraan untuk menggantikan yang asli. Tiba di Pekanbaru, Andi juga beli Ponsel baru dan mengganti nomor. Dua ponsel sebelumnya dimatikan. Semua percakapan WhatsApp dihapus. Andi takut disadap.
Andi sempat makan di Kafe Karambia, Jalan Sudirman, tepatnya di atas Toko Asia Ponsel, tempat dia beli handphone. Setelah itu, dia pulang ke rumahnya, Jalan Kelapa Sawit. Di sana, seseorang yang tak dikenalnya tiba-tiba datang, tapi mengaku salah jalan.
Firasat Andi makin tidak enak. Malam itu juga, dia mengajak sopir dan ajudannya untuk kembali ke Kuantan Singingi. Sebelum meninggalkan Pekanbaru, Andi terlebih dahulu menemui pengacaranya, Dodi Fernando—saat ini mendampinginya di pengadilan—serta Raja Kosmos Parmulais, polisi yang bertugas di Polda Riau, kala itu.
Pertemuan itu berlangsung di kediaman Raja Kosmos. Andi mengaku hendak konsultasi. Agendanya ke Pekanbaru, hari itu, sebenarnya untuk jadi saksi dalam perkara korupsi Mursini, Bupati Kuantan Singingi, sebelumnya.
Tiba-tiba, istri Andi menelpon. Tim KPK sudah di rumahnya. Andi pun disarankan langsung menuju Polda Riau. Ketika diperiksa, tim KPK sempat menemukan uang pecahan rupiah dan dolar Singapura dari Andi. Tapi, katanya itu uang hasil penjualan sawit yang diambil dari Aan, saat hendak ke Pekanbaru.
Andi mengaku kenal lama pada Sudarso. Dia juga tak menampik, Sudarso membantu biaya kampanye saat calon bupati sebanyak Rp 200 juta. Tapi, uang Rp 500 juta yang tercatat dalam buku kas Adimulia Agrolestari untuk perpanjangan HGU, tetap disebutnya sebagai pinjaman.
Penuntut umum akan menuntut Andi, Kamis 7 Juli mendatang.#Suryadi M Nur