Korupsi Korupsi Annas Maamun 2022

Bagi-bagi Uang Pengesahan APBD setelah Jadi Mantan DPRD

Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Rabu 29 Juni 2022—Setelah memeriksa sejumlah saksi dari pemerintah daerah, Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selanjutnya menghadirkan para saksi dari mantan anggota DPRD Riau. Mereka diminta keterangan ihwal pembahasan anggaran hingga bagi-bagi uang ke pimpinan dan sejumlah anggota dewan.

Terdakwa mantan Gubernur Riau Annas Maamun, meminta anggota DPRD Riau periode 2009-2014 membahas RAPBDP 2014 dan RAPBD 2015, sebelum masa jabatan anggota dewan berakhir pada 6 September 2014.

“Pak Anas menyampaikan keinginannya itu (pembahasan APBD perubahan dan murni) saat silaturrahmi idul fitri,” ungkap mantan angggota badan anggaran atau Banggar DPRD Riau, Riki Hariansyah.

Banggar DPRD Riau pertama kali membahas RAPBDP 2014 pada 8 Agustus. Pembahasannya sempat alot karena anggota Banggar menyoal serapan anggaran yang baru mencapai 12 persen. Salah satu penyebabnya, kata Riki, Annas tidak menyalurkan bantuan keuangan ke kabupaten/kota alias hendak digunakan oleh provinsi saja.

Selain itu, anggota Banggar juga mempertanyakan keinginan Annas yang hendak merombak Dinas Pekerjaan Umum menjadi Dinas Bina Marga dan Dinas Cipta Karya. Juga mau mengalihkan anggaran pembangunan rumah layak huni dari Dinas Pekerjaan Umum ke Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa.

Karena buntu, Johar Firdaus, saat itu Ketua DPRD sekaligus Ketua Banggar, mengajak anggota Banggar pindah dari ruang medium untuk diskusi terbatas di ruang Komisi B. Riki bilang, Johar sempat memerintahkan untuk mencopot baterai ponsel, namun dirinya tidak mengikuti saran tersebut, meski yang lain mematuhinya.

Dalam ruangan itu, dibentuk tim penghubung atau tim informal. Suparman ditunjuk memimpin tim tersebut. “Karena dia diproyeksikan akan menjadi Ketua DPRD Riau selanjutnya,” kata Riki.

Suparman memang terpilih kembali menjadi anggota DPRD Riau periode 2014-2019. Tapi hanya beberapa bulan saja jadi pimpinan dewan karena mencalonkan diri pada Pemilihan Bupati Rokan Hulu periode 2015-2020. Pada 25 Oktober 2016, KPK kemudian menyeretnya ke pengadilan bersama Johar.

Seingat Gumpita, anggota Komisi A, sekaligus anggota Banggar saat pembahasan RAPBDP 2014, dalam rapat singkat tim informal, kala itu, sempat muncul gejolak. Pasalnya, Suparman bertele-tele dan mendominasi pembicaraan sehingga menimbulkan reaksi anggota lain.

Tim informal bertugas untuk menjembatani komunikasi anggota Banggar dengan Gubernur Riau. Seingat Riki, Suparman yang ditugasi, menyampaikan bahwa Annas menyetujui perpanjangan pinjam pakai kendaraan dinas bagi anggota dewan yang tidak terpilih lagi.

Selain itu, Annas juga menjanjikan uang sebesar Rp 50 sampai Rp 60 juta untuk 40 anggota DPRD Riau yang namanya ditentukan langsung. “Suparman menyebutnya dengan istilah 50 sampai 60 hektare,” ucap Riki.

Selanjutnya, RAPBDP 2014 pun disetujui pada 19 Agustus.

Pada awal September, Riki dijemput Kirjauhari untuk berangkat ke rumah dinas Gubernur Riau. Di sana ada Johar dan Ketua Komisi C Azis Zainal. Mereka bincang-bincang bersama Annas di ruang VIP. Saat itu, Annas mengeluarkan sejumlah catatan tentang pembahasan anggaran. “Itu hanya ngobrol biasa,” kata Riki.

Keesokan harinya, tim Banggar dan TAPD memang membahas RAPBD 2015. Rapat, pagi itu, kembali buntu atau istilah anggota dewan deadlock. Pasalnnya TAPD belum menyerahkan buku Kebijakan Umum Anggaran serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS).

Anggota Banggar ‘mamaksa’ TAPD harus menyiapkan berkas tersebut, hari itu juga. Akhirnya, Roni, utusan Bappeda Riau mengantarnya sekitar tengah malam di ruang pimpinan dewan. Di sana sudah menunggu Johar dan anggota Banggar lainnya.

Riki bilang, buku KUAPPAS tidak terlalu dibahas detail. Malam itu juga pimpinan dewan langsung menandatanganinya. Padahal kebiasaannya, kata Riki, idealnya berdasar tata tertib dewan, pembahasan anggaran berlangsung dua sampai tiga bulan.

“Prosedurnya tidak dipangkas, hanya waktunya saja dipercepat sehingga rapat sampai tengah malam,” jelas Riki.

Eriyadi Fahmi, staf alat kelengkapan dewan, membenarkan rapat pada larut malam yang hanya dihadiri beberapa anggota Banggar tersebut. Dia menyaksikan langsung Roni membawa buku KUAPPAS, namun tidak berada di ruangan langsung anggota Banggar menyetujuinya.

Fahmi melihat di dalam ruangan ada Johar Firdaus, Noviwaldy Jusman, Rusli Effendi dan T Rusli Ahmad. Paginya, Fahmi masih mencatat jalannya rapat atau sebagai notulen. Malam itu, dia gantian dengan rekan lain tapi masih menunggu di ruangannya alias belum pulang. “Saya diberitahu kepala bagian, KUAPPAS sudah ditandatangani.”

Kata Riki, anggota Banggar Zukri Misran—tidak dihadirkan penuntut umum—sempat protes ke Johar pada 3 September, karena tandatangannya ada dalam MoU KUAPPAS, padahal belum membubuhkannya.

Alhasil pada rapat paripurna 5 September, DPRD Riau mengesahkan RAPBD 2015, persis sehari sebelum jabatan mereka berakhir.

Cerita ini terus berlanjut meski Riki, Gumpita dan Solihin tidak menjadi anggota DPRD Riau lagi.

Pada 8 September Riki dan Kirjauhari janjian di Pempek Sumatera—salah satu tempat kulineran di Jalan Sumatera, Pekanbaru. Keduanya buat catatan sejumlah anggota dewan yang akan dibagikan uang.

“Kirjauhari bilang terima uang dari Annas Rp 900 juta sebagai ucapan terimakasih atas pembahasan anggaran,” kata Riki.

Nama-nama yang mereka tentukan antara lain: Ketua DPRD Johar Firdaus Rp 125 juta; Wakil Ketua DPRD Rusli Ahmad Rp 40 juta; Wakil Ketua DPRD Novi Waldi Rp 40 juta; Wakil Ketua Hasmi Setiadi Rp 40 juta; Ketua Komisi A Ilyas Labai Rp 40 juta; Ketua Komisi B Zukri Rp 40 juta; Ketua Komisi C Azis Zainal Rp 40 juta dan Ketua Komisi D Bagus Santoso Rp 40 juta.

Kemudian, Ketua Fraksi Golkar Iwa Silwani Rp 40 juta; Ketua Fraksi Demokrat Koko Iskandar Rp 40 juta; Ketua Fraksi PDIP Robin P Hutagalung Rp 40 juta; Ketua Fraksi PKS Mansyur Rp 40 juta; Ketua Fraksi PPP Rusli Effendi Rp 40 juta; Ketua Fraksi Gabungan Abdul Wahid Rp 40 juta dan Ketua Fraksi PAN Ramli Sanur Rp 40 juta.

Berikutnya, Wakil Ketua Komisi B Nur Zaman Rp 40 juta; anggota Komisi C Mahdinur Rp 30 juta; anggota Komisi B Edi Yatim Rp 30 juta; Sekretaris Komisi A Syafruddin Saan Rp 30 juta serta anggota Komisi C Solihin Dahlan Rp 30 juta. Adapun Riki tercatat Rp 50 juta.

Riki bilang, nama-nama tersebut ditentukan oleh Kirjauhari, sementara dia hanya mencatat sesuai yang disebutkan rekannya itu.

Setelah itu, mereka beranjak ke Cafe Lick Latte, bilangan Arifin Ahmad, karena sudah ditunggu Johar. Di sana, Riki menyerahkan catatan tadi. Johar keberatan dengan jatahnya dan meminta Rp 200 juta. Akhirnya disepakati menjadi Rp 155 juta dengan mencoret jatah anggota Toni Hidayat—sementara dalam catatan yang dibuatnya tadi tak ada nama tersebut.

Johar kemudian meninggalkan tempat pertemuan. Riki mengikuti Kirjauhari ke rumahnya. Di sana, dia menerima uang Rp 200 juta. Sebanyak Rp 150 juta untuk diserahkan ke Johar dan Rp 50 juta untuknya, sesuai dengan besaran yang disepakati. Malam itu juga, Riki mengantar jatah Firdaus di rumah mantan pimpinannya itu Jalan Cemara Gading, Pekanbaru.

Saat itu, kata Riki, Johar keberatan dan menanyakan sisa dari yang diminta sebelumnya. “Kalau itu bapak telpon Kirjauhari saja,” kenang Riki, mengulang obrolannya, kala itu.

Keesokan harinya, Riki kembali menemui Kirjauhari di sebelah Bank Indonesia perwakilan Riau, Jalan Jenderal Sudirman. Riki hendak mengambil dokumen aspirasi masyarakat ihwal pembentukan Provinsi Riau Pesisir.

Dalam berkas itu, Kirjauhari juga menyelipkan amplop berisi uang Rp 20 juta. Pesannya, untuk dibagikan ke Gumpita dan Ilyas Labai. Riki langsung bergerak ke Posko Perjuangan Pembentukan Riau Pesisir, Jalan Arifin Ahmad.

Rencana pemekaran Riau menjadi Riau Pesisir sudah disahkan dalam Rancangan Program Jangka Menengah Daerah (RPJMD) pada 28 Agustus 2014. Johar Firdaus didapuk sebagai ketua tim percepatan pembentukan provinsi baru tersebut. Riki sebagai sekretaris. Adapun Gumpita, karena dikenal sebagai bekas aktivis, bertugas untuk turun ke masyarakat pesisir menjemput aspirasi mereka.

Riki memberikan Gumpita Rp 10 juta. Sedangkan sisanya tak sempat dikasih ke Ilyas Labai, karena KPK keburu menguak kasus suap menyuap pembahasan anggaran tersebut. Sejak itu Riki telah mengembalikan Rp 60 juta ke KPK. Begitu juga Gumpita.

Termasuk, Solihin Dahlan yang sempat terima Rp 30 juta dari Kirjauhari di Posko Pemenangan Partai Gerindra, satu minggu setelah berakhir masa tugas sebagai anggota DPRD Riau.

Solihin sempat tanya ke Kirjauhari.

“Ini uang apa?”

“Uang pengesahan APBD.”

Solihin mengembalikan uang itu bersama Riki saat diperiksa di Gedung KPK. Dia termasuk salah seorang anggota DPRD Riau yang terlambat mengembalikan kendaraan dinas, bahkan mobil Nissan X-trail tersebut sampai rusak.#Suryadi M Nur

About the author

Jeffri Sianturi

Sejak 2012 bergabung di Bahana Mahasiswa. Menyukai Jurnalistik setelah bertungkus lumus mencari ilmu di lembaga pers mahasiswa ini. Menurutnya, ia telah 'terjebak di jalan yang benar' dan ingin terus berada di jalur sembari belajar menulis memahami isu lingkungan, korupsi, hukum politik, sosial dan ekonomi.
Siap 'makan' semua isu ini, ayo bumikan minum kopi.

Video Sidang

 

Untuk video sidang lainnya, sila kunjungi channel Youtube Senarai dengan mengklik link berikut Senarai Youtube