- Audio 1 : Putusan BMH I
- Audio 2: Putusan BMH II
- Video Pembacaa Putusan
PN Palembang, Rabu 30 Desember 2015–Pengadilan Negeri Palembang pagi tampak ramai. Di halaman depan beberapa media telah siap dengan peralatan untuk melakukan liputan bahkan hingga mobil untuk siaran pers terparkir di halaman Pengadilan.
Para pengunjung sidang pagi pukul 09.30, sudah memenuhi ruang sidang utama. Sekitar empatpuluhan orang, menanti sidang dimulai. Ketua Majelis Hakim Parlas Nababan didampingi hakim anggota Kartijono dan Eliwarti membacakan putusan No 24/Pdt.G/2015PN.Plg.
Majelis hakim membacakan gugatan KLHK dan saksi yang dihadirkan Penggugat. Untuk gugatan KLHK lihat di twitter @riaucorrution dengan hastag #KarhutlaPTBMH.
Selama persidangan KLHK menghadirkan saksi:
1. Ridwan Poweranto (Mabes Polri Unit 3 Lingkungan Hidup)
Tim Mabes Polri lakukan pemantauan pada 21-24 Oktober 2014. Saya melihat ada api dan asap, dan ditemukan 14 titik api di distrik Simpang Tiga dan distrik Biyuku. Di lokasi saya tak melihat menara pemantau api. Lokasi kebakaran jauh dari perkampungan, dan di lokasi yang terbakar tidak ada kebun rakyat.
2. Prof Bambang Hero Saharjo, M Agr (Ahli bidang Kebakaran Hutan dan Lahan Fakultas Kehutanan IPB.
Penyebab kebakaran di areal PT BMH karena sarana dan prasarana penanggulangan kebakaran tidak sesuai PP No 4 Tahun 2007 tentang pengendalian kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup, salah satu pasalnya menyebut: “penanggungjawab usaha wajib memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan di lokasi usahaya.”
Juga Permenhut No 12 Tahun 2009 tentang pengendalian kebakaran hutan menyatakan perusahaan tanaman industri paling tidak dalam 1.000 ha harus memiliki 1 personel brigade pemadam kebakaran, dan pada luas 2.000 hektar harus memiliki menara yang tingginya 30 cm dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang ada dalam menara tersebut guna mengetahui deteksi awal terjadi kebakaran.
Ahli lakukan penelitian lapangan bersama penyidik pada Oktober 2014. Indikasi awal terjadinya kebakaran pada Februari-November 2014, dengan mengambil 17 titik sample. Luas lahan terbakar 20.000 hektar. Lantas hasil laboratorium dan penelitian di distrik simpang tiga dan distrik biyuku, disimpulkan: PT BMH telah melakukan pembakaran secara sistematis dan terencana melalui pembiaran terjadinya kebakaran, hal itu didukung minimnya sarana dan prasarana pengendalian kebakaran. Selama pembakaran telah melepaskan berton-ton gas rumah kaca, telah melewati ambang batas terjadinya pencemaran. Artinya selama pembakaran telah mencemarkan lingkungan.
Guna memulihkan lahan yang rusak akibat pembakaran seluas 20.000 ha melalui pemberian kompos, butuh biaya Rp 7,9 triliun. Metode penghitungannya khusus mengacu pada PermenLH No 7 Tahun 2014.
3. DR Ir Basuki Wasis, MSI (Ahli Kerusakan Tanah, IPB)
Akibat kebakaran telah terjadi kerusakan tanah, karena tidak terjadi kebakaran saja gambut tersebut akan mengalami subsiden 20-30 cm, bila water manajemennya tidak terjaga. Kerusakan tanah di sampin kerusakan vegetasi, tanaman akasia PT BMH hancur, tanahnya dan akasianya tumbang semua.
yang mempengaruhi kerusakan tanah biasanya yang konsisten adalah pH tanah, didalam PP No 4 Tahun 2001, menyebut salah satu kerusakan tanah gambut, tanah gambut itu tanah asam atau tanah miskin hara, jadi kalau dibakar itu biasanya secara umum berdasarkan hasil penelitian yang ahli lakukan dalam 300 kasus terjadi peningkatan pH, di PT.BMH juga sama/konsisten 4,5 contoh pada tanah terbakar 7, artinya tanah tersebut telah terbakar. Lahan yang terbakar milik PT BMH, ada juga di luar konsesi PT BMH.
4. Dr H Acha Sonjaya SH MH (Ahli Hukum Acara Perdata)
Salah satu syarat dari Perbuatan Melawan Hukum adalah kesalahan yang dilakukan pelaku. Bisa saja Perbuatan Melawan Hukum itu tanpa salah seseorang tapi dia harus bertanggung jawab, itu dinamakan strict liability atau pertanggung jawaban mutlak .
Dalam menentukan kerugian dalam Perbuatan Melawan Hukum adalah berbentuk kerugian materil dan immateriil, kerugian materil harus dihitung dengan jelas dan rinci dengan data pendukung, sedangkan kerugian immateril bisa ditentukan oleh Hakim.
Untuk menentukan Perbuatan Melawan Hukum salah satu unsur yang harus dibuktikan adalah adanya kerugian, apabila kerugian tidak dapat dibuktikan maka gugatan harus dinyatakan ditolak.
5. Karneli
Kejadian kebakaran tersebut adalah pada bulan Oktober 2014, pada waktu itu saksi sedang memancing diareal kanal PT. Bumi Mekar Hijau dan saksi melihat bekas lahan terbakar, kemudian saksi memberitahukan warga bahwa terjadi kebakaran di lahan PT. Bumi Mekar Hijau.
Waktu saksi lihat kebakaran tersebut baru saja terjadi, karena masih ada saksi lihat arang kayu bekas terbakar; Bahwa di lahan PT. Bumi Mekar Hijau tersebut banyak terdapat kanal; Bahwa lahan yang terbakar tersebut adalah pohon akasia yang ditanam oleh perusahaan;
6. Makmun (Ketua Serikat Petani OKI)
Jarak PT. Bumi Mekar Hijau dengan Desa Tulung Selapan adalah
kurang lebih 7 km, antara PT. Bumi Mekar Hijau dengan Desa Tulung Selapan
adalah lahan karet masyarakat.
PT. Bumi Mekar Hijau berupa hutan karet dan akasia, yang dibatas dengan kanal yang dibuat oleh perusahaan PT. Bumi Mekar Hijau. Kebakaran tersebut terjadi pada bulan April 2014. Saksi tahu adanya kebakaran tersebut adalah informasi dari warga sekitar bulan Oktober 2014.
7. Dr M Ramdan Andri Gunawan Wibisana (Ahli Hukum Lingkungan FH UI)
Ahli ketahui pertanggungjawaban perdata mengenal ada dua untuk lingkungan hidup, yaitu berdasarkan PMH (perbuatan melawan hukum) dan berdasarkan strict liability. Untuk PMH ada bukti PMH, ada bukti kerugiannya, biasanya orang berdebat apakah ada perlu unsur kesalahan, apakah kesalahan harus kesalahan kelalaian, apakah kesalahan dalam objektif. Jadi ahli sih berpendapat untuk perdata, ahli setuju bahwa kesalahan adalah kesalahan objektif. Jadi pembuktiannya tidak perlu membuktikan karena sengaja atau lalai, cukup membuktikan bahwa ada pelanggaran hukum itu sebuah kesalahan, karena ini perdata.
PT BMH juga menghadirkan saksi dan ahli:
1. Ahmad Daheri (eks Kepala Desa Simpang Tiga, Kec Tualang Selapan, Kab Oki)
Setahu saksi PT. Bumi Mekar Hijau juga sudah menyiapkan alat- alat untuk penanggulangan kebakaran, seperti pompa air shibaura,
tetapi berapa unit saksi tidak tahu persis tapi yang saksi lihat banyak.
Saksi ada melihat beberapa tim bekerja dalam upaya
memadamkan api dengan menggunakan pompa air shibaura.
2. Sujica Wanakusumah Lusaka (karyawan PT BMH)
Dari pihak perusahan sudah berupaya untuk melakukan pemadaman dengan cara minta bantuan ke tim pemadaman dan bantuan tenaga dari distrik lain, tetapi karena angin sangat kencang sehingga api sangat sulit untuk dipadamkan, sehingga upaya kami lakukan untuk membuat sekat sepanjang kanal dengan menggunakan eksavator supaya api tidak melompat, sehingga kepala api sudah bisa dikuasai, tetapi karena angin kencang maka api tetap seja melompat, pada bulan Oktober 2014 cuaca sudah mulai kondusif angin sudah tidak terlalu kencang maka api sudah bisa dijinakkan.
Setahu saksi petugas Kehutanan dari Kabupaten OKI setiap tahunnya selalu melakukan audit tentang perlengkapan penanggulangan kebakaran di PT. Bumi Hijau yaitu bagaimana kondisi peralatan, jumlah peralatan, jumlah personil dll. Bagaimana hasil audi saksi tidak tahu karena hasilnya langsung ke management perusahaan
3. Ir MA Ramadoyo Msc (ahli Remote sensor, dosen IPB)
Saya ke PT BMH atas undangan pengacara dari PT. Bumi Mekar Hijau pada bulan Februari 2015 ahli bersama ke lokasi PT. Bumi Mekar Hijau yang ahli lihat dilokasi ada bekas terbakar dan ada bekas tanaman padi sonor.
Setelah ahli ke lokasi PT. Bumi Mekar Hijau ahli dapat menyimpulkan bahwa hotspot di bulan September dan akhir Agustus 2014 itu memang benar benar terjadi kebakaran.
4. Idung Risdianto SSI MSc (ahli meteorologi, dosen IPB)
Lahan yang terbakar adalah milik PT. Bumi Mekar Hijau dan sebagian diluar arel PT. Bumi Mekar Hijau. Akibat kebakaran tersebut PT. Bumi Mekar Hijau mengalami kerugian lebih kurang 7 (tujuh) Triliyun .
5. Prof Dr Ir Yanto Santosa (Ahli konservasi sumber daya hutan, dosen IPB)
Setelah melakukan penelitian ahli menyimpulkan hasilnya adalah: ahli dan team menduga penyebab dari kebakaran di Distrik Simpang Tiga dan Biyuku tersebut adalah kegiatan masyarakat yang menanam padi dengan membakar terlebih dahulu yang disebut dengan sonor yang menjalar ke lahan PT. Bumi Mekar Hijau, yang mana kebiasaan masyarakat menanam padi dan mengambil ikan melakukan pembakaran dan ahli melihat bekas kebakaran tersebut dan bekasnya ada beberapa titik.
Akibat kebakaran tersebut menurut ahli belum terjadi kerusakan fungsi lahan dan kerusakan lahan yang mengakibatkan terganggunya ekosistim, karena kerusakan lahan atau ekosistem terjadi apabila adanya perubahan atau gangguan fungsi dari lahan tersebut.
Sepengetahuan ahli sangat sulit untuk mengukur kriteria kelalaian penyebab terjadinya kebakaran, dan belum ada regulasi untuk mengukur sejauh mana kriteria kelalaian dalam hal terjadinya kebakaran hutan tersebut .
6. Dr Basuki Sumawinata Msc (ahli ilmu tanah khusus tanah rawa dan gambut, Dosen IPB)
Akibat dari kebakaran ini tidak ada keuntungannya bagi perusahaan untuk penanaman berikutnya karena Hutan Tanaman Industri tidak perlu pH tinggi, tetapi untuk petani tradisional saja yang menguntungkan. Akibat terjadinya kebakaran baik di Biyuku maupun Simpang Tiga tanahnya belum dapat dikatakan rusak.
Kriteria tanah dikatakan rusak Peraturan Pemerintah Nomor 4
Tahun 2000 menjelaskan kerusakan tanah jika melewati ambang batas dan dan apabila perusahaan masih sanggup menanaminya dan fungsinya masih jalan belum dinyatakan rusak .
7. Dr Ir Gunawan Djajakirana (ahli kerusakan tanah dan remidiasi, dosen IPB)
Dari hasil Laboratorium oleh karena kebakaran terjadi hanya pada permukaan tanah saja dan gambutnya sedikit sekali yang terbakar, jadi tidak ada tanah yang rusak.
8. Prof Dr Budi Indra Setiawan, Magr (ahli Hidrologi dan Fisika Tanah, IPB)
Ahli bisa menyimpulkan pada lahan PT. Bumi Mekar Hijau yang bekas terbakar tidak terjadi kerusakan tetapi ada perobahan istilahnya hanya terdegradasi yaitu menurun fungsinya atau sifat-sifatnya.
Kesimpulan dari kajian ahli adalah: Betul terjadi kebakaran sehingga terjadi perubahan parameter, tetapi perubahannya tidak signifikan, tidak menurunkan fungsi lahan sesuai peruntukannya yakni untuk akasia, buktinya akasia telah tumbuh kembali dengan normal.
9. Ahamd Taufik (PNS Dishut Sumsel, jabatan Kepala UPTD)
Secara kuantitas sarana yang pemadam kebakaran milik PT.Bumi Mekar Hijau menurut saksi sudah cukup, regu kebakarannya 244 orang, ada 4 menara api untuk masing-masing distrik, ada alat manual kepyo pemukul api, pompa air sebanyak 6 unit
10. Dr Yanti Fristikawati SH Mhum (ahli hukum internasional mengajar hukum lingkungan, Dosen Univ Atmajaya)
Apabila kita ingin menuntut seseorang kemudian menyatakan melakukan suatu kejahatan ataupun suatu pelanggaran termasuk mengakibatkan suatu ancaman serius, maka harus dibuktikan bahwa itu sudah terjadi ancaman serius tersebut dengan bukti-bukti scientific secara scient bahwa terjadi sesuatu yang memang ancaman serius, salah satunya hasil laboratorium.
11. Dr (Jur) Arbijoto (ahli hukum acara perdata)
Di dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014 ada mekanisme penghitungan ganti rugi, tapi dalam proses pembuktian tidak pernah dapat dibuktikan secara rinci dan jelas secara kuantitatif darimana dasar-dasar penghitungannya, menurut ahli karena merupakan suatu peraturan menteri, itu hanya berlaku untuk departmen itu, jadi tidak berlaku secara nasional. Jadi tidak berlaku untuk departemen atau suatu lembaga atau lembaga keseluruhan dengan sendirinya dinyatakan tidak bisa diterima, jadi sudah jauh hari harus sudah dinyatakan tidak memenuhi syarat formil suatu gugatan.
Majelis hakim atas permintaan KLHK sidang pemeriksaan setempat pada 1-2 Desember 2015 di Distrik Simpang Tiga dan Distrik Biyuku PT. Bumi Mekar Hijau di Kabupaten OKI Provinsi Sumatera Selatan, pada pokoknya sebagai berikut:
Untuk Distrik Simpang Tiga. Para pihak sepakat bahwa yang terbakar adalah lahan yang pada waktu kebakaran telah ditanami pohon akasia, namun tidak dilakukan pengukuran batas lahan yang terbakar, menurut Penggugat di distrik Simpang Tiga ini struktur/jenis tanahnya adalah tanah/lahan gambut, sedangkan menurut Tergugat adalah tanah mineral.
Pengambilan sample oleh saksi/ahli Penggugat adalah dari satu blok
dekat kantor distrik dan kemudian dari blok yang sama saksi ahli
Tergugat mengambil sample. Terdapat alat pengukur angin, dan kendaraan roda tiga. Di gudang kantor distrik ada peralatan pemadam kebakaran,
mesin-mesin pompa air, ketek ada 9 buah, mobil 4 unit dan speed boat 4 unit dan personil pemadam kebakaran 19 orang ada menara api yang dibangun setelah peristiwa kebakaran
Untuk Distrik Sungai Biyuku. Para pihak membenarkan bahwa yang terbakar adalah blok O,N,E,P,Q dan D pada saat kebakaran telah ditanami pohon akasia, dan para pihak sepakat lahan yang terbakar adalah tanah gambut.
Pengambilan sample oleh saksi Penggugat adalah dari satu titik di blok O dan dari satu titik yang sama saksi ahli Tergugat mengambil sample;
Di gudang kantor telah ada sarana pemadam kebakaran, terdiri 2 (dua) unit mesin pompa shibaura 756, 1 (satu) unit dibuka dengan dua cabang selang ukuran 25-30 meter dan diameter 12 cm, dan 2 (dua) unit Tohatsu V.20, 6 (enam) unit Menistriker (mesin ringan) yang bisa dioprasikan oleh orang, 10 unit mesin pompa, 80 orang personil pemadam kebakaran, juga telah ada satu unit menara api setinggi 32 meter.
Disamping sarana dan prasaranan penanggulangan kebakaran didua distrik tersebut, juga ditemukan kanal utama/primer sepanjang 2,5 Km, dan tiap 500 meter dibuat kanal sekunder, serta kanal tersier per 250 meter.
Majelis hakim menolak tuntutan provisi KLHK. Eksepsi PT JJP juga ditolak seluruhnya oleh majelis hakim.
Lantas majelis hakim menimbang terkait gugatan KLHK yang mendalilkan bahwa PT JJP telah melakukan “Perbuatan Melawan Hukum”, karena membuka Lahan dengan Cara Membakar dan karena tidak lengkapnya sarana penanggulangan kebakaran, menimbulkan Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup, sehingga menimbulkan kerugian?
Menurut majelis hakim:
Pertama, seyogianya bukti ilmiah/scientific evidence pengaruh besar untuk menentukan kapan terjadi kebakaran dan luas areal yang terbakar dalam perkara a quo, penginderaan jauh/remote sensing diperlukan karena penentuan titik panas/hotspot dideteksi melalui satelit, pengamatan melalui gelombang elektronika, menurut Majelis terlepas dari pendapat Penggugat dan Tergugat dan masing-masing ahli tersebut juga berdasarkan hasil pemeriksaan setempat, Majelis menilai benar telah terjadi kebakaran lahan di Distrik Simpang Tiga dan Distrik Sungai Biyuku wilayah konsesi PT. Bumi Mekar Hijau.
Kedua, berdasarkan hasil sidang ditempat dengan memperhatikan keterangan ahli dari pihak Penggugat dan pihak Tergugat menurut Majelis, untuk wilayah distrik Simpang Tiga struktur tanahnya sebagian besar tanah mineral sedangkan untuk distrik Sungai Biyuku merupakan lahan gambut (vide pendapat ahli Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan M.Agr).
Apakah PT BMH melakukan perbuatan melawan hukum membuka lahan dengan cara membakar dan karena tidak lengkapnya sarana prasarana penanggulangan kebakaran?
Pertama, PT BMH telah menyediakan perlengkapan penanggulangan kebakaran, namun belum ada ketentuan baku/standard minimum jumlah tenaga pemadam kebakaran berikut jenis peralatan dalam pengusahaan tanaman industri sebagaimana keterangan ahli Prof. Dr. Yanto Santoso, sedangkan Tergugat telah mempersiapkan kelengkapan tersebut, keterangan saksi Ahmad Taufik dari Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan, kuantitas sarana pemadam kebakaran di PT. Bumi Mekar Hijau menurut saksi sudah cukup,vregu kebakaran 244 orang, ada 4 menara api, pemukul api, dan 6 (enam) unit pompa air.
Kedua, berdasarkan hasil pemeriksaan lokasi tanggal 1 dan 2 Desember 2015, bahwa sarana penanggulangan kebakaran di Distrik Simpang Tiga terdapat alat pemadam kebakaran, alat pengukur angin, kendaraan roda tiga, mobil ada 4 unit, speedboat 2 unit, terdapat menara pengawas, versi Penggugat waktu peristiwa kebakaran belum ada, dan telah dibuat kanal primer per 2,5 Km, sekunder per 500 M dan tersier per 250 M, sedangkan di Distrik Sungai Biyuku terdapat alat-alat pemadam kebakaran, damkar truck ada 3 unit, menara api setinggi 32 meter dan personil pemadam kebakaran.
Menurut Majelis apa yang didalilkan oleh Tergugat tersebut dapat diterima karena mengorbankan tanaman yang telah ditanam secara baik dan telah siap dipanen kemudian dibakar untuk kepentingan menanam bibit baru dengan cara membakar lahan yang telah ditanam dan siap dipanen tersebut (vide bukti T.7- 4 dan T.7-5) sehingga kerugian Tergugat akan lebih besar lagi disamping itu pola pembukaan untuk penanaman dilahan/tanah konsesi tanpa bakar dan pengendalian kebakaran lahan yang berpotensi menimbulkan kerugian apabila terjadi kebakaran telah diantisipasi oleh Tergugat.
Lingkup usaha Tergugat sebagai mana yang didalilkan oleh Tergugat didasarkan pada ketentuan Pengelolaan Hutan Tanaman Industri dengan tata kelola yang baik, menurut Majelis dapat dibenarkan terbukti dari predikat yang diberikan kepada PT. Bumi Mekar Hijau antara lain berupa sertifikat best practice Kehutanan (Bukti T-6).
Menurut Majelis tidak ada hubungan causalitas antara peristiwa kebakaran dengan maksud “intent” Tergugat untuk membuka lahan dengan biaya murah, karena dilokasi kebakaran tersebut sudah ditanam pohon akasia dan ada yang sudah siap untuk dipanen ikut terbakar, sehingga akan lebih rugi lagi apabila membuka lahan dengan cara membakar tersebut dilakukan, dengan demikian hubungan kausal antara kesalahaan dan kerugian, tidak terpenuhi yang merupakan salah satu syarat atau unsur Pasal 1365 KUH Perdata (vide pendapat ahli Dr. Atja Sondjaja)
Sebagaimana dalil Penggugat yang mensitir pendapat Dr. Ir Basuki Wasis, Msi. secara ilmiah terjadi kerusakan lahan gambut atau lahan basah akibat kebakaran tersebut, disandingkan dengan pendapat ahli Basuki Sumawinata dan Dr. Gunawan Djajakirana jo. Laporan Kunjungan Lapang lahan bekas kebakaran di PT. Bumi Mekar Hijau, disebutkan dari hasil pengamatan lapang dan hasil laboratorium, sebagai scientific evidence tidak ada indikasi bahwa tanah telah rusak, lahan masih berfungsi dengan baik sesuai dengan peruntukannya sebagai lahan Hutan Tanaman Industri, diatas bekas lahan yang terbakar tersebut tanaman akasia dapat tumbuh kembali secara baik, sebagaimana penglihatan Majelis sebagai fakta prosesuil ketika melakukan sidang pemeriksaan ditempat.
Tentang kerugian Ekologis, kebakaran yang terjadi tidak menyebabkan peningkatan pH maupun unsur hara lain seperti Ca, Mg dan K secara nyata, kebakaran yang terjadi memang menurunkan kandungan organik tanah dimana pada tanah mineral yang terbakar melebihi kandungan C-organik, sebesar 12 – 16 % menurun menjadi 0,4-15.8 % disimpulkan tidak terjadi kepunahan/ kerusakan sifat biologis tanah, sebagaimana keterangan ahli Dr. Ir. Basuki Sumawinata M.Agr dan Dr. Ir. Gunawaaan Djajakirana MSc.
Tentang ganti rugi keanekaragaman hayati dan sumber daya genetika, menurut Majelis dalam proses pembuktian tidak pernah dapat dibuktikan secara rinci dan jelas secara kuantitatif darimana dasar-dasar penghitungannya, demikian juga tentang kerugian akibat terlepasnya karbon ke udara tidak bisa dibuktikan, dengan demikian harus ditolak.
Oleh karena Tergugat tidak melakukan perbuatan yang didalilkan oleh Penggugat maka tidak perlu menilai lebih lanjut tentang ganti rugi dalam perkara a quo. Karena perbuatan melawan hukum yang didalilkan Penggugat tidak dapat dibuktikan, maka petitum-petitum Penggugat lainnya tidak perlu dipertimbangkan lagi dan dinyatakan ditolak.
Hakim lantas mengadili:
Dalam Provisi: Menolak tuntutan provisi Penggugat. Dalam eksepsi: Menolak eksepsi Tergugat.; Dalam Pokok Perkara: Menolak gugatan Penggugat seluruhnya; Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara yang sampai hari ini ditetapkan sejumlah Rp10.251.000,00 (sepuluh juta dua ratus lima puluh satu ribu rupiah).
Persidangan usai dengan kekalahan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan mereka langsung menyatakan banding. #rctika456