PN Pekanbaru, 28 Maret 2018. Pasca pemeriksaan saksi Johannes Sitorus dan anaknya, dua minggu lalu. Kini majelis hakim memeriksa para terdakwa dalam kasus penerbitan setifikat dalam kawasan Taman Nasional Teso Nilo (TNTN). Terdakwa Zaiful Yusri diperiksa secara bergantian dengan terdakwa Subiakto, Hizbun Nazar, Abdul Razab, Rusman Yatim dan Edi Erisman.
Saat menerima berkas atas nama Johannes Sitorus dan 28 orang anggota lainnya secara bertahap. Subiakto tidak menerima perintah secara lisan oleh Zaiful Yusri, “Tidak ada perintah lain, kami hanya menjalankan sesuai Surat Keputusan yang sudah ada,” kata Subiakto.
Surat Keputusan atau SK diterbitkan dengan wilayah tanggung jawab di Kabupaten Kampar. Dalam SK tersebut dibentuk panitia A dengan 6 orang anggota, namun Edi Tamar salah satu anggota sudah meninggal. Tinggal Subiakto, Hizbun Nazar, Abdul Razab dan Edi Erisman. Tahapan yang panita A lakukan, menerima permohonan pengukuran, permohonan hak katas tanah.
Saat melakukan pengukuran, pemohon Johannes Sitorus tidak hadir ia diwakili oleh Sobri, turu hadir warga desa, panitia dan tokoh masyarakat. Panitia A melakukan proses penelitian secara fisik dan yuridis. Saat pengukuran di lapangan, tidak ada daftar hadir dan surat kuasa saksi Johannes pada Sobri, menurut terdakwa Subiakto itu tidak masalah.
Saat di lokasi Devi Melayadi dan khaidir selaku pegawai BPN Kampar melakukan pengukuran di lokasi, mereka memeriksa lokasi tanah dan membuat peta bidang tanpa dihadiri pemohon dan sempadan. Berkas pemohon tidak masuk sekaligus, ada tiga tahap permohonan. Panitia A tiga kali melakukan pengukuran. Hakim ketua Bambang Miyanto pertanyakan proses pemeriksaan berkas pemohon, dari hasil persidangan ada nama yang masih dibawah umur dan belum menikah.
“Kenapa bisa ada pemohon yang belum memenuhi syarat secara umum, serta ada yang sudah meninggal,” hakim Bambang.
“Dalam prosesnya kita hanya memeriksa berkas yang dimohonkan, kami tidak dapat info,” kata Subiakto.
“Dalam penentuan luas lahan bagaimana prosesnya,” hakim Bambang
“Kita membuat risalah dari hasil pengukuran di lapangan dan itu sudah sesuai dengan tahapan,” ujar Hisbun Nazar.
Majelis hakim juga menyinggung terkait sistem pengarsipan di BPN Kampar,”Bagaimana jika permohonan tersebut sudah pernah diajukan sebelumnya, apa bisa diketahui,” kata hakim Bambang. Subiakto katakan, dulu sistem di BPN Kampar masih manual perlu waktu untuk pencarian data, “Data yang sama bisa kita cari, tapi memerlukan waktu,” ucap Subiakto.
Penuntut umum menilai, risalah yang dibuta tim A tidak sesuai. Panitia tidak menyebutkan dengan jelas lokasi, luas tanah dan sempadan, status tanah (hak yang melekat di atas tanah) tidak diisi serta kolom jumlah luas lahan pertanian dimohon dan tanah pertanian lain yang sudah dimiliki pemohon agar terhindar dari kepemilikan lahan lebih dari 20 ha. “Dari permohonan yang mengajukan lahan diatas 20 ha, atas nama Silvia Chirstina Sitorus,” kata penuntut umum, Berman.
Berman menambahkan, Kepala Desa dalam laporan tim A tidak hadir saat peninjauan lokasi, “Tanda tangan Kades ada, tapi dia tidak hadir dan ada saksi yang tidak tanda tangan dalam laoran risalah tersebut,” ujar Berman. Hisbun Nazar juga mengeluhkan, Edy Tamar tidak melaporakn hasil lapangan padanya.
Setelah sertifikat keluar, tim dari BKSDA Provinsi Riau minta BPN Kampar untuk membatalkan sertifikat yang diajukan oleh Johannes Sitorus dan 27 nama lainnya. Zaiful Yusri mengatakan pihaknya telah melakukan tahapan secara yuridis dan data fisik, “Apa yang kami lakukan sudah sesuai dengan prosedur dan tidak ada pihak yang merasa keberatan saat proses berjalan,” kata Zauful Yusri. #fadlisenarai