PN Pekanbaru, 7 Desember 2017. Penasehat hukum para terdakwa, Dalizatulo Lase dan tim sudah menunggu di ruang sidang utama. Penuntut umum masih dalam perjalanan dari Bangkinang, sehingga jadwal sidang pukul 14.00 menjadi 15.25. Kali ini penuntut hadirkan saksi-saksi, Asri Astaman, fungsional dinas lingkungan dan kehutanan Provinsi Riau, Suhardi petani Desa Kepau Jaya dan Sali, pegawai pengaman bidang KHDTK.
Asri Astaman, fungsional dinas lingkungan dan kehutanan Provinsi Riau
Asri Astaman Pernah jadi Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Kampar 2011, Rohul 2007-2010, Tidak tau ada keluar izin prinsip, saat di penyidikan tidak di terangkan sebagai saksi fakta. Sehingga majelis hakim, dan penasehat hukum tidak banyak memberikan pertanyaan pada Asri Astaman.
Sali, pegawai pengaman bidang KHDTK KLHK
Ia bertugas mengawasi wilayah kawasan hutan dengan tujuan khusus di Desa Kepau Jaya. Menurutnya kawasan hutan yang sudah rusak akibat perambahan berada di dusun 4, sebelah barat Desa Kepau Jaya. Sali bertanggung jawab mengamankan wilayah dengan luas 1.207 ha. “Jika tejadi perambahan saya tidak bisa menindak, harus lapor pada atasan dulu,” katanya. Ia menambahkan, sudah banyak kawasan hutan yang berubah fungsi “Sejak bertugas 1993 kawasannya hutan dan sekarang sawit.”
Menurut Sali kawasan hutan tersebut sudah berubah jadi perkebunan sejak reformasi 1997 hingga 1998.
Dalam keterangannya di persidangan, yang menanam di wilayah tersebut Johanes Sitorus, melalui jual beli dengan masyarakat. “Kawasan tersebut dulunya milik Kawasan HPH Uniseraya,: ucap Sali. Ia mengatakan kondisi wilayah tersebut sudah rusak, “Ketika terjun ke lapangan dan menemukan kondisi yang rusak, saya melakukan teguran, sebatas itu. untuk penindakan itu wewenang atasan saya.”
Selain Johannes Sitorus, menurut Sali masih ada warga yang melakukan perambahan, salah satunya Ahmad Gajah, dari Desa Perhentian Raja. “Ia mengelola lahan dengan alasan menumpang atau menjaga lahan milik orang,” ujar Sali. Sali pernah menegur warga yangg merintis lahan, namun timpul ketegangan antara warga dan dirinya.
Johanes beli lahan salah satunya melalui perantara Kepala Desa yang lama, Suhardi. “Kebanyakan lahan yang di buka oleh warga di beli oleh Johanes Sitorus.” Sebagai pegawai KLHK, Sali tidak pernah berkomunikasi dengan Usman yatim selaku Kepala Desa Kepau Jaya, terkait perambahan lahan.
Menurutnya, dari 1.207 ha kawasan hutan, sekitar 500 ha sudah jadi perkebunan sawit. “Saya baru mengetahui data itu setelah di periksa oleh penyidik,” kata Sali. “Tinggal 30 ha sisa hutan yang tersisa.” Ia menambahkan, tegakan kayu hutam alam yang tersisa seperti kayu Meranti dan Kopi.
Saksi tidak pernah sampaikan pada kades bahwa kawasan itu termasuk wilayah hpt TNTN. Pembentukan kelompok tani oleh kepau jaya kadesnya Rusman yatim.
Suhardi, petani dan mantan Kades Buluh Nipis
Ia sebelumnya menjabat Sebagai Kepala Desa Buluh Nipis, sebelum pemekaran menjadi Desa Pangkalan Seri, Kepau Yaya, Buluh Nipis, pada tahun 2003. Menurutnya kebun masyarakat pada 2000 sudah di jual, “Sebelumnya lahan tersebut merupakan bekas ladang berpindah-pindah, orang tua dahulu dan menurut Ninik Mamak lahan tersebut merupakan Tanah Ulayat,” kata Suhardi.
Pada 2001, Johannes Sitorus mengajukan permohonan pada Kades, Camat dan Bupati terkait izin prinsip, atas nama PT SSDP, dari permohonan itu Suhardi teruskan ke Camat. “Dalam surat rekomendasi, PT tersebut sudah layak diberikan izin untk melakukan kegiatan perkebunan.”
Sebelum memberikan izin, Bupati menurunkan tim turun ke lapangan. Suhardi merupakan bagian dari tim tersebut.
Menurutnya, tidak ada data berupa peta atau informasi dari Dinas Kehutanan Kabupaten maupun Provinsi terkait lahan tersebut masuk kawasan hutan. “Yang saya tahu itu wilayah perkebunan dan tidak ada patok di wilayah tersebut,” katanya. Sidang usai dan lanjut pada Selasa12 Desember 2017. #fadlisenarai