-Sidang ke 3 Pemeriksaan Saksi
PN Pekanbaru, Kamis 9 Juli 2020—-Majelis hakim Lilin Herlina, Sarudi dan Darlina Darwis masuki ruang sidang. Darlina menggantikan hakim Poster Sitorus sebab sedang cuti dinas. Sidang digelar di ruang R Soebekti. Terdakwa Amril Mukminin hadir lewat Video Conference dari Rumah Tahanan (Rutan) Pekanbaru.
Agenda pemeriksaan saksi, penuntut umum hadirkan lima saksi.
Indra Gunawan Eet
Indra Gunawan Eet alias Eet. Ia jadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bengkalis mulai sejak 2004-2019, ia pernah jadi anggota, wakil ketua dan ketua DPRD Bengkalis. Kini ia menjabat sebagai ketua DPRD Riau.
Ia pernah tahu ada pembahasan paket proyek pembangunan jalan Duri-Sei Pakning 2012. Namun tidak mengetahui perkembangan. Sebab tidak dilantik oleh Jamal Abdilah selama 17 bulan. Ia merajuk dan pilih tidak masuk kantor. Seharusnya ia yang menjabat sebgai Ketua DPRD Bengkalis masa itu, tetapi sebab ada pemekaran Kabupaten Kepulauan Meranti kursi partai Golkar berkurang. Kursi Partai keadilan Sejahtera tetap maka jamal dipilih jadi Ketua DPRD. Selama tidak masuk kantor, Eet selalu ambil gaji sebagai anggota DPRD dibagian keuangan.
Pengakuan Eet tidak pernah sekalipun dapat uang ketok palu 2012. Bahkan ia pernah gagal operasi tangkap tangan dengan Polres Bengkalis dan Satpol PP sebab ia mendengar akan ada penyerahan uang tersebut.
Diawal pemeriksaan Eet banyak jawab tidak tahu pembahasan dan pemenang proyek jalan Sei Pakning-Duri. Hakim Lilin Herlina sempat kesal kepadanya. “Jangan hanya jawab tidak tahu. Apa anda hanya tidur selama jadi anggota DPRD.”
Akhirnya ia jawab tahu soal pelelangan proyek, pembahasan paket, pemenang proyek yang bermasalah dan pengerjaan proyek tidak selesai.
Setelah PT Citra Gading Asritama (PT CGA) menang gugatan di Mahkamah Agung. DPRD langsung bahas proyek jalan Sei Paning-Duri pembahasan dilakukan sekitar 2016. Dua kali ia yang pimpin sidang pembahasan dan rapat hanya berlangsung sepuluh menit. Dengan kesimpulan rapat, satu, Proyek yang tidak rasional termasuk pembangunan jalan Sei Pakning-Duri dijadikan DIM (Daftar Inventarisir Masalah) dan harus dibahas di komisi 2. Tidak rasional sebab anggaran 200 miliar terlalu besar. Akhirnya diputus jadi 65 miliar.
Kesimpulan kedua, proyek yang rasional tidak jadi masalah dan tetap dibahas dalam banggar DPRD.
Sebab pembahasan DIM tidak selesai di Komisi dua, akhirnya Eet masuk keruangan dan marah. Disana ia jumpa Abdul Kadir, “Tapi aman kan ketua,” kata Eet ke kadir. Jawabnya “aman”. Abdul Kadir saat itu Ketua DPRD. Akhirnya paket proyek yang disetujui Gubernur Riau jadi 75 miliar. Eet marah dan kirim surat keberatan kepada ketua DPRD, sebab kenaikan itu tidak sesuai dengan keputusan rapat.
Eet berkilah kata “Aman Ketua” tidak ada hubungannya dengan paket proyek jalan Sei Pakning-Duri. Kode itu hanya untuk proyek rumah layak huni yang jadi pokok pikirannya. Jika disetujui 200 miliar maka ia hanya dapat 100 rumah dan jika disetujui 65 miliar maka ia dapat 400 rumah layak huni.
2017 ia tahu ada Memorandum of Understanding (MoU) anatara Bupati Amril dengan pimpinan DPRD untuk mempercepat pengesahan APBD dan paket proyek jalan. Ia tidak ikut tanda tangan sebab ia sedang dinas luar kota.
2018 bersama dengan Zamzami, Hasyim dan temannya yang lain pernah survei lahan rencana pembangunan jalan Sei Pakning-Duri disana jumpa dengan Koordinator lapangan PT CGA.
Abdul Kadir
Ia jadi anggota DPRD sejak 2009 sampai sekarang , dari fraksi Partai Amanat Nasional, 2010-2014 dari partai Barisan Nasional fraksi gabungan Laksamana.
Proyek jalan Sei Pakning-Duri dibahas 2012 oleh Komisi 2. Pembahasan tidak bisa dilanjut sebab antar anggota komisi deadlock, dibawa langsung ke Banggar dan disetujui. Kadir lupa jumlah uang tiap paket.
2016 setelah PT CGA menang gugatan untuk pembangunan proyek jalan Sei Pakning-Duri. PT CGA minta segera dianggarkan di APBD 2016 sebab mereka sudah banyak terkuras selama jalani proses gugatan. Dibuatlah pertemuan di Pondok Melayu dekat pintu masuk Bandara Sultaan Syarif Kasim 2. PT CGA diwakili oleh Joko Widardo. Dari DPRD ada Heru Wahyudi, Kaderismanto, Indrawan Sukmana dan Abdul Kadir. Kejadian itu sekitar akhir Oktober 2016 pukul 20.00 WIB.
Anggota DPRD yang hadir malam itu minta ada fee atau bagian jika nanti dianggarkan dan kontrak ditanda tangani. Anggota DPRD minta 2,5% dari nilai proyek, PT CGA hanya sanggup 1,5%. Akhirnya sepakat diangka 1,5%. Fee diminta langsung diangsur malam itu juga, Heru Wayudi Ketua DPRD saat itu perintahkan Abdul Kadir untuk mengambil uangnya. Perintah Heru ke Abdul Kadir yakni ambil bantuan dari PT CGA. Ia sudah telpon Triyanto pihak PT CGA yang akan beri uang itu, katanya ada 1 miliar. Abdul Kadir telpon lagi Triyanto dan mereka sepakat jumpa di parkiran Hotel Sabrina, jalan Sudirman Pekanbaru dekat SPBU.
Uang diantar Triyanto dalam mobil Abdul Kadir dalam bentuk amplop putih. Ternyata jumlahnya hanya 500 juta. Uang yang diberi dalam bentuk dollar Singapura sebanyak $Sing 50.000. uang disimpan Abdul Kadir dalam mobil, esok harinya masih di Pekanbaru uang diberikan kepada Heru. Kata Heru sisa tahap dua $Sing 50.000 akan diambil di Batam.
Heru ambil $Sing 30.000 dari uang yang didapat awal, sisanya $Sing 20.000 lagi disimpan Abdul Kadir. Uang tahap kedua Heru perintahkan lagi Abdul kadir pergi Ke Batam. Ia berangkat sendiri Triyanto sudah menunggu di Bandara Hang Nadim. Dibawa ke Hotel Nagoya Hills. Esok hari baru uang diberi.
Uang dibawa ke Bengkalis dan menemui langsung Heru lagi. Ia diperintah bagikan uang ke semua anggota DPRD. Total ada $Sing 70.000 yang dipengang Abdul Kadir.
Sebab tidak semua komitmen fee yang disepakati PT CGA langsung diberi. Mereka telpon lagi pihak PT CGA tapi tidak ada respon dan sudah dijumpai tidak ada kejelasan. Uang dikembalikan semua. Melalui Arifin Ali bin Aziz yang mempertemukan Abdul Kadir dengan Iksan, anak pemilik PT CGA di Jalan Lobak Kota Dumai.
Sebelum ada minta fee proyek jalan Sei Pakning-Duri, Abdul Kadir sudah pernah hubungi Triyanto untuk minta dana Corporate Sosial Responsibility (CSR) untuk anak Yatim Pondok Pesantren.
Setelah Amril dilantik 17 Februari 2016 bersamaan dengan ia dilantiik jadi Ketua DPRD Bengkalis. Mereka pernah “Silahturahmi” di Pekanbaru, yakni di Hotel Novotel dan Hotel Grand Elite.
2017 Abdul Kadir juga pernah tanda tangan MoU antar pimpinna DPRD dengan Bupati Bengkalis Amril Mukminin untuk penganggaran paket proyek jalan dan pengesahan APBD. Saat ditanya bilang gak bisa baca sebab matanya buta sebelah dan kukuh gak pernah tanda tangani MoU. Padahal ia selama sidang pegang Handphone dan tahu korupsi Amri dari Koran.
Akhirnya ia akui bahwa MoU itu terkait Bupati Amril yang ajukan paket Multi Years empat lagi dalam APBD 2018. Diluar enam paket sebelumnya. Tapi MoU dibatalkan beberapa bulan kemudian dengan alasan keuangan Bengkalis tipis.
Indra Gunawan tidak dilantik jadi anggota DPRD tahun 2012 sebab ia turun jabatan dari Ketua jadi Wakil Ketua. Eet tidak terima, merajuk dan meilih tidak masuk kantor selama satu tahun.
Heru Wahyudi
Heru jadi anggota DPRD sejak 2009 sampai 2017. 2017 ia jadi tersangka korupsi kasus Bansos Bengkalis zaman Bupati Herliyan Saleh.
Ada penganggrana kembali proyek Multi Years untuk paket pembangunan jalan sebab gugatan PT CGA menang dan bagian dari Rencana Strategis Bengkalis yang disusun 2010. Mereka buat MoU dengan Bupati Amril. Dari DPRD yang tanda tangan ada Heru Wahyudi, Indra Gunawan, Zulhelmi, dan Kaderismanto dengan total anggaran hampir 500 miliar.
Pernah ketemu dengan Joko Widardo di Rumah Makan Pondok Melayu. Ia diajak dan sudah janjian makan dengan Indrawan Sukmana disana. Dalam percakapan dengan Joko Widardo, ia katakan “ Insya Allah kita bisa berbagi keuntungan.” PT CGA meyakinkan anggota DPRD yang hadir makan saat itu bahwa PT CGA mampu jalankan proyek dan minta agar bisa dianggarkan kembali pada APBD 2017.
Ia tidak mengaku pernah suruh Abdul Kadir ambil uang kepada Triyanto di Hotel Sabrina pekanbaru dan Hotel Nagoya Hills Batam. Dan perintah Abdul Kadir bagikan uang $Sing 70.000 ke anggota DPRD yang lain.
Uang dari Abdul Kadir $Sing 20.000 yang ia ambil hanya pinjaman. “Saya hanya minta carikan pinjaman ke Abdul Kadir.” Uang itu ia ambil di Hotel Premiere Pekanbaru. Uang pinjaman itu tidak pernah dikembalikan dan sudah habis dipakai bayar jasa pengacara.
Zulhelmi
Ia anggota DPRD Bengkalis sejak 2014 sampai 2019 dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera. Ia pernah ikut tanda tangan MoU Amril dengan Pimpinan DPRD untuk penganggaran paket jalan dan pengesahan APBD 2017. Saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD. Ia tidak tahu pembahasan dan komitmen fee. Ia tahu paket anggaran proyek Multy Years sekitar 500 miliar.
Syahrul Ramadhan
Ia mengaku bersahabat dengan Jamal Abdillah dan pernah jadi ajudannya. Ia pemilik CV Alvino Rupat. Dan jadi terpidana kasus korupsi proyek bibit karet, ia beri kesaksian dengan Video Conference.
Ia pernah disuruh Jamal Abdilah ketua DPRD ke Pekanbaru untuk ambil uang dari Ribut Susanto, Ketua pemenangan Herliyan Saleh. Uang diambil di rumah Agus orang dekat Ribut. Uang dalam pecahan 50 dan 100 ribu itu jumlahnya sekitar 2 sampai 3 miliar yang dimasukkan dalam 2 atau 3 tas. Dalam pecakapan dengan Agus, “Ini uangnya,” seraya buka tas satu persatu. Uang dalam tas dibawa langsung ke Bengkalis. Ia tidak tahu tujuan uang tersebut.
Uang diantar ke Jamal di Rumah dinasnya. Kemudian ia dipanggil lagi untuk serahkan plastik bungkusan hitam dengan perintah antar ke tiap ketua fraksi DPRD. Ketua fraksi yang terima, Abdul Rahman Atan, Firza Fudhoil, Tarmizi, Hidayat Tagor Nasution, Suhendri Asnan.
Syahrul hanya antar dan yang membagikan ke anggota itu urusan tiap ketua fraksi. Dan tidak tahu jumlah tiap bagian.
“Kalau ada anggota DPRD yang tidak kebagian pastilah sudah ribut, ini tidak ada,” ucapan penutup Sayhrul. Ia saksi terakhir yang diperiksa.
Terdakwa Amril Mukminin tidak keberatan atas keterangan semua saksi terperiksa.
Sidang ditunda 16 Juli 2020 dengan agenda saksi dari penuntut umum.#Rifal