Pekanbaru, 25 Februari 2021—Senarai menilai tuntutan terdakwa Hayin Suhikto, Ostar Al Pansri dan Rionald Febri Rinando tidak layak dan jauh dari maksimal. Kejaksaan Agung seharusnya lebih berani dan serius memberantas korupsi terutama di lingkungan kejaksaan dengan hukuman lebih berat. Yang dikhawatirkan dari kebanyakan perkara korupsi, putusan majelis hakim biasanya lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum. Dengan begitu, para terdakwa bisa saja lepas dari ancaman pemberhentian tidak dengan hormat dari profesinya, sebagaimana UU tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Jaksa hanya menuntut tiga terdakwa hukuman penjara 2 sampai 3 tahun dan denda Rp 50 juta. Sepantasnya, mereka diterungku 20 tahun penjara dengan denda Rp 1 miliar. “Bila jaksa tegas dan tidak pandang bulu menegakkan hukum, terdakwa harusnya dituntut jauh lebih tinggi karena tidak mendukung program pemerintah memberantas korupsi, terlebih lagi memperbaiki mutu pendidikan dalam kaitan kasus yang menjerat para terdakwa,” kata Jeffri Sianturi, Koordinator Umum Senarai.
Sebanyak 64 kepala sekolah menengah pertama di Indragiri Hulu mengaku diperas, diancam dan ditakut-takuti ketika mereka dipanggil oleh terdakwa terkait penyelewengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Terdakwa Hayin Suhikto memerintahkan terdakwa Ostar Al Pansri menyelidiki kasus tersebut dengan cara memanggil dan memeriksa para kepala sekolah satu persatu. Beberapa jaksa juga terlibat dalam tim ini, termasuk Rionald yang lebih banyak dan intens bertemu kepala sekolah.
Bukannya menyelesaikan masalah tersebut dengan cara penegakan hukum yang benar, para terdakwa justru menawarkan biaya tutup perkara sampai milyaran rupiah. Sejumlah kepala sekolah dengan terpaksa harus mengeruk tabungan anak, istri, meminjam dari kerabat, koperasi, tabungan umroh, jual tanah dan sumber lainnya untuk memenuhi nafsu tidak terpuji para terdakwa. Karena sudah tak tahan terus menerus diperas, puluhan kepala sekolah itu pun mengajukan pengunduran diri ke dinas pendidikan setempat.
Sejak itulah, perangai buruk Hayin Suhikto, Ostar Al Pansri dan Rionald Febri Rinando terkuak ke publik. Mereka dipanggil Kejaksaan Tinggi Riau dan akhirnya mengembalikan duit hasil perasan tersebut. Kejaksaan Agung juga buru-buru menindaklanjuti praktik korup oleh jaksa itu hingga mereka diseret ke pengadilan.
“Langkah cepat korps adhiyaksa memang patut diapresiasi. Tapi kalau ujung dari penegakan hukum itu masih lemah dan kurang tajam, belum memuaskan dan adil bagi masyarakat terkhusus bagi kepala sekolah dan keluarganya yang ikut tertekan dan terintimidasi selama mereka diperas. Kesannya hanya pencitraan hukum namun setengah hati menjerat teman seprofesi,” ujar Rafigali Tanjung, tim Senarai. Apa lagi, lanjutnya, enam jaksa yang terima duit dari hasil pemerasan kepala sekolah, hanya Hayin, Ostar dan Rionald yang diseret ke pengadilan. Padahal Bambang Dwi Saputra, Berman Prananta Ginting dan Andy Sunartedjo juga terima jatah.
Menurut keterangan Eka Satria, Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah SMP se-Inhu, Bambang dan Berman juga ikut mengintimidasi sejumlah kepala sekolah. Namun, Bambang keburu pindah ke Kejari Majalengka,Berman ditarik ke Kejagung dan Andy ke Kejari Ciamis. Sekarang ketiganya kena hukuman disiplin dan dibina di Kejagung. “Mestinya, mereka juga menjalani persidangan. Sebab mereka mengaku terima duit dan ikut mengembalikan,” tutup Jeffri Sianturi
Narahubung:
Jeffri Sianturi—0853 6525 0049
Rafigali Tanjung—0853 7566 0456