Pekanbaru, Selasa 6 Juli 2021—Senarai mendesak Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Riau menuntut bekas Sekda Riau Yan Prana Jaya Indra Rasyid selama 10 tahun dan pidana denda Rp 500.000.000. Yan, terbukti menyuruh anak buahnya berbuat korupsi dan menikmati uang haram tersebut untuk kepentingan pribadi.
“Yan harus dihukum berat. Dia tidak memberi contoh dan panutan yang baik bagi ASN di Bappeda Siak kala ditunjuk memimpin instansi pemerintahan tersebut. Apa lagi, praktik lancung itu berlangsung selama dia menjabat dan banyak ditolak oleh pegawai, namun mereka takut menyampaikan keberatannya,” kata Koordinator Umum Senarai Jeffri Sianturi.
Yan, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Siak mulai penghujung 2011 sampai jelang akhir 2017. Dia sempat jadi Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Siak dan setelahnya diangkat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Riau.
Baru 2 tahun menduduki jabatan puncak di provinsi, Penyidik Kejaksaan Tinggi Riau mencium bau korupsi dari badan Yan ketika menduduki kursi jabatan tertinggi di Bappeda Siak. Kasus itu terendus ketika penyidik memeriksa dua bendahara pada masanya.
Yan, korupsi perjalanan dinas, belanja peralatan kantor dan konsumsi pegawai. Modusnya, bawahan Yan: bendahara dan kasubbag umum memangkas perjalanan dinas 10 persen dan menggelembung harga pembelian peralatan kantor serta makan-minum harian pegawai.
“Kwitansi dipalsukan dan tidak sesuai dengan realisasi uang yang dikeluarkan dari kas bendahara. Laporan yang manipulatif tersebut tidak pernah sampai ke Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), sehingga wajar saja Yan sering dapat penghargaan selama jadi Kepala Bappeda Siak. Penghargaan itu harusnya dicabut kembali,” jelas Jeffri.
Selain modus korupsi di atas, selama persidangan Tim Senarai juga menemukan sejumlah fakta, yakni adanya upaya penghilangan barang bukti. Beberapa saksi kunci dari kasus korupsi ini adalah Ade Kusendang dan Dona Fitiria. Keduanya bendahara pada masa Yan jadi Kepala Bappeda Siak.
Mereka mengungkapkan telah menghilangkan barang bukti korupsi dari hasil pemangkasan perjalanan dinas. Dona, misalnya, telah merobek buku catatan kecil berisi jumlah uang perjalanan dinas pegawai yang dipangkas serta duit-duit yang telah diserahkan pada Yan. Dia melakukan itu atas perintah Yan, setelah naik jabatan jadi Kabag Keuangan.
Sedangkan Ade, telah membakar buku catatan kecilnya yang juga berisi uang keluar-masuk dari hasil pemangkasan perjalanan dinas. Dia lakukan itu setelah diperiksa penyidik dan konsultasi ke Yan paska pemeriksaan. Yan menekankan padanya supaya jalani proses hukum dan tidak ikut diseret dalam masalah ini.
“Penuntut Umum harus menerangkan fakta tersebut sebagai alasan kuat untuk menambah hukuman lebih berat pada Yan. Temuan itu tidak boleh dikesampingkan, karena selama persidangan Yan juga selalu berkilah dan mencoba mengaburkan kesalahannya,” ungkap Jeffri.
Bahkan fakta lainnya membuktikan, setelah pindah jabatan jadi Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD), Yan pun terus meminta duit dari mantan anak buahnya yang masih bertugas di Bappeda Siak. Terakhir kali, Ade Kusendang dan Kasubbag Umum Erita serahkan uang Rp 30 juta ke Yan di halaman parkiran kantornya.
Jeffri mendesak, Yan harus berkata jujur dalam pembelaannya nanti. Yan harus berhenti mencari alibi yang terkesan hendak lepas dari kesalahan. Lebih baik Yan mengungkapkan, “buat apa uang Rp 1,8 miliar yang dikorupsi? Siapa pejabat yang ikut menikmati aliran uang darinya?”
Narahubung:
Jeffri Sianturi—0853 6525 0049
Suryadi M Nur—0852 7599 8923