PN Pekanbaru, 21 Mei 2018—Setelah tertunda satu minggu, majelis hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru membacakan berkas putusan perkara penerbitan sertifikat dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) dengan terdakwa Zaiful Yusri, Subiakto, Hisbun Nazar, Abdul Rajab Nainggolan, Rusman Yatim serta Edi Erisman pukul 16.45 di ruang sidang Chakra.
Penuntut umum menuntut para terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 Undang Undang no. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan undang undang no. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 56 Ayat (1) ke-1 KHUP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP sesuai dakwaan primair.
Majelis hakim terlebih dahulu membuktikan dakwaan primer dengan unsur setiap orang, menurut majelis hakim para terdakwa sudah membenarkan identitasnya dalam berkas dakwaan dan secara sadar mengikuti proses persidangan sesuai nomor register. “Jadi terdakwa adalah subjek hukum yang bisa dimintai keterangannya di persidangan, sehingga unsur setiap orang terpenuhi,” kata hakim Bambang Miyanto.
Pada unsur melawan hukum, menurut majelis hakim dalam fakta persidangan para terdakwa telah menerbitkan Sertifikat Hak Milik atau SHM secara bertahap pada 2003 hingga 2004 atas nama Johannes Sitorus dan 27 pemohon lainnya. Wilayah yang dimohonkan tersebut masuk dalam kawasan hutan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 173/Kpts-II/1986 tanggal 6 Juni 1986 tentang Penunjukan Areal Hutan di Wilayah Propinsi DATI I. Riau sebagai Kawasan Hutan.
Serta SK Menteri Kehutanan Nomor : SK.74/Menhut-II/2005 tanggal 29 Maret 2005 tentang Surat Keputusan Penunjukan Kawasan Hutan Produksi Tetap Tesso Nilo.
Namun menurut hakim, kawasan tersebut belum dilakukan inventarisasi kawasan hutan untuk dilakukan penetapan kawasan serta sosialisasi dengan masyarakat. Ini sesuai dengan pasal 15 ayat 1 undang-undang Kehutanan nomor 41 tahun 1999, menyebutkan proses pengukuhan kawasan hutan harus melalui tahap, penunjukan kawasan hutan, penataan batas kawasan hutan, pemetaan kawasan hutan dan penetapan kawasan hutan.
“Setelah SK 173 terbit, Kementerian Kehutanan tidak memproses lebih lanjut hingga penetapan kawasan hutan di lokasi tersebut,” kata hakim Toni Irfan. Hakim merujuk pendapat ahli Pujiono dalam pegukuhan kawasan hutan apabila semua tahap belum terpenuhi maka belum terdapat suatu kepastian hukum. “Saat ini status kawasan tersebut masih penunjukan, masih ada tahapan selanjutnya.”
Dalam putusan MK nomor 45/PUU/IX/2011 jelaskan frasa ditunjuk dan atau dalam pasal 1 angka 3 UU Kehutanan nomor 41 tahun 1999, bertentangan dengan pasal 1 ayat 3 UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Selain itu dalam putusan MK tersebut penetapan kawasan hutan adalah proses akhir dari tahapan pengukuhan kawasan hutan. “Dengan demikian timbul ketidak pastian hukum yang adil sesuai pasal 28 b ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan setiap orang berhak untuk mendapatkan kepastian hukum,” kata hakim Toni Irfan. Menurut majelis hakim, putusan MK tersebut jadi pedoman dan sudah bisa diterapkan.
Terhadap Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) di Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar, menururt majelis hakim keputusan Menteri untuk KHDTK terbit pada 29 Maret 2005. Sedangkan Sertifikat Hak Milik yang diterbitkan oleh Badan Pertahanan Nasional Kabupaten Kampar atas nama Johannes Sitorus dan pemohon lainnya, diterbitkan pada kurun waktu 2003 hingga 2004. Dengan demikian Sertifikat terbit sebelum Menteri Kehutanan mengeluarkan SK Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus tersebut. “Maka saat penerbitan sertifikat tersebut belum ada aturan hukum yang melarang sebagaimana ditegaskan pasal 1 ayat 1 KUHP,” ucap hakim Toni Irfan.
Majelis hakim dalam pertimbangannya, Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus dikeluarkan pada tahun 2005 maka telah terjadi perubahan peraturan setelah penerbitan sejumlah 217 Sertifikat Hak Milik . Maka berdasarkan pasal 1 ayat 2 KUHP menyebutkan jika ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling penguntungkannya. “Peraturan yang menguntungkan terdakwa yaitu SK Menhut nomor 173 tersebut,” ucap hakim Toni Irfan.
Menurut majelis hakim, sertifikat tersebut telah sesuai dengan ketentuan hukum dan tidak melawan hukum. Selain itu para terdakwa dalam menerbitkan Sertifikat Hak Milik telah sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Kampar nomor 11 tanggal 15 Juli tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten, dalam Perda tersebut wilayah di Desa Bulu Nipis merupakan kawasan perkebunan dan bukan kawasan hutan sebagaimana keterangan terdakwa Subiakto, Hisbun Nazar, Abdul Rajab Nainggolan, Rusman Yatim serta Edi Erisman.
Menurut ahli Pujiono, dalam RTRW Kabupaten dengan Provinsi terdapat perbedaan fungsi terhadap suatu kawasan tentunya harus melihat wilayah administrasi Kabupaten, karena tindakan administrasi Kabupaten sangat relevan. Perbutan terdakwa telah sesuai dengan undang-undang nomor 30 tahun 2014 tentang admiistrasi pemerintahan pasal 6 aat 2 huruf a.
Hakim juga pertimbangkan unsur menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, terdakwa Zaiful Yusri merupakan Kepala Kantor Badan Pertanahan Wilayah Kabupaten dan terdakwa Subiakto, Hisbun Nazar, Abdul Rajab Nainggolan, Rusman Yatim serta Edi Erisman merupakan panitia saat proses penerbitan Sertifikat Hak Milik terbukti sesuai dengan perundangan yang berlaku sehingga tidak terbukti dalam menyalahgunakan wewenang dalam dakwaan subsider.
Berdasarkan keseluruhan pertimbangan tersebut, majelis hakim berpendapat bahwa perbuatan terdakwa telah terbukti dalam dakwaan primer dan subsider namun perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana melainkan perbuatan administrasi pemerintahan, oleh sebab itu sesuai pasal 191 ayat 2 KUHP maka terdakwa harus lepas dari tuntutan hukum.
Terhadap barang bukti 217 sertifikat dan buku rekening dikembalikan pada pemiliknya, mengembalikan hak terdawa dan membebankan biaya perkara pada negara. Terhadap putusan tersebut penuntut umum langsung mengajukan kasasi, #fadlisenarai