Video: Putusan Sela Johannes Sitorus
Pengadilan Negeri Bangkinang, Selasa, 18 April 2017. Usai penuntut umum bacakan tanggapan atas eksepsi penasehat hukum terdakwa Johannes Sitorus, kini giliran majelis hakim bacakan putusan sela. M Arif Nuryanta, beserta hakim anggota Rudito Surotomo dan Ferdian Permadi bergantian bacakan putusan sela.
Majelis hakim mencermati keberatan penasehat hukum atau eksepsi dan tanggapan penuntut umum, bertitik tolak pada eksepsi, majelis hakim memberikan pandangan terhadap eksepsi penasehat hukum terdakwa, wewenangan mengadili, dakwaan tidak dapat diterima, penanganan perkara daluarsa, dakwaan tidak cermat atau tidak lengkap dan dakwaan premature.
Penesehat hukum terdakwa katakana, sebelum mengadili perkara pidana, penuntut umum terlebih dahulu membatalkan 271 sertifikat yang telah dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Kampar melalui pengadilan tata usaha negara atau pengadilan perdata. Menurut mejelis hakim kompetansi peradilan dalam wewenang badan peradilan dalam memeriksa, mengadili dan memutus sebuah perkara, diatur dalam pasal 18 undang-undang nomor 48 tahun 2009 tentang kewenangan kehakiman menyatakan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, agama, tata usaha negara dan Mahkamah Konstitusi.
“Bahwa alasan eksepsi penasehat hukum menyatakan, pengadilan tata usaha negara yang menyidangkan perkara Johannes Sitorus, sungguh tidak beralasan karena tidak ada fakta penyebab atau alasan yang jadi dasar Johannes Sitorus merupakan orang yang diperiksa di pengadilan perdata,” kata hakim M Arif Nuryanta.
M Arif Nuryanta pertimbangkan dakwaan yang di ajukan penuntut umum, yang menjadi dasar terhadap perbuatan aquo, Johannes Sitorus mengerjakan dan atau mengunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah, akibat di keluarkannya satu keputusan tata usaha negara oleh BPN Kampar dalam kedudukannya sebagai pejabat tata usaha negara. Majelis hakim menolak eksepsi yang di ajukan oleh penasehat hukum mengenai kewenangan mengadili secara absolute.
Mengenai penyimpangan atau pengecualian asas larangan berlaku surut, majelis hakim gunakan pendapat Sinaturi SH, dalam bukunya asas-asas huku pidana Indonesia dan penerapannya hal. 71 menyatakan bahwa, dalam pasal 1 ayat 1 KUHAP tidaklah berlaku mutlak mengenai pengecualian penyimpangan, dapat di buat oleh pembuat undang-undang dengan peraturan sederajat, KUHAP di setarakan dengan undang-undang sehingga pengecualian atau penyimpangan asas non-retroaktif dilakukan dengan menerbitkan undang-undang.
Dalam hal ini, majelis hakim berpendapat, sejak di berlakukannya undang-undang nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H), tidak ada mengatur mengenai penyimpangan atau pengecualian dari asas berlaku surut. Maka terhadap eksepsinya penasehat hukum, haruslah dinyakatakan di tolak.
Hakim anggota Rudito Surotomo kali ini bacakan putusan sela, pertimbangkan eksepsi ketiga penasehat terdakwa, perkara telah lewat waktu atau daluarsa. Penasehat hukum terdakwa katakan dimulainya penghitungan masa waktu daluarssa sejak adanya laporan kejadian tanggal 30 November 2004, atau sejak di terbitkan surat perintah penyidikan 1 Desember 2004. Maka perhitungan masa daluarsa dan terhenti setelah dilakukan penahanan oleh penuntut umum pada 13 maret 2017, yaitu 12 tahun 3 bulan dan 12 hari.
“Pencantuman waktu dan tempat di lakukannya tindak pidana dimaksud, untuk memperjelas rumusan tindak pidana yang di rumuskan oleh penasehat hukum terdakwa hanya perihal awal perbuatan,” kata Rudito Surotomo, mengulang tanggapan penuntut umum terhadap eksepsi. Tetapi perbuatan tersebut sampai perkara ini dilimpahkan ke pengadilan negeri bangkinang, atas nama Johannes Sitorus telah tetap dan mengausasi kawasan hutan di TNTN, sebagaimana dalam dakwaan penuntut umum dan frasa tahun 2000 sampai sekarang.
Menimbang bahwa penuntut umum dalam surat dakwaanya menyebutkan waktu terjadinya tindak pidana pada hari atau tanggal dan bulan yang tidak dapat diingat lagi, akan tetapi masih dalam tahun 2000 sampai dengan sekarang.
Majelis pertimbangkan lampiran surat-surat seperti; laporan kejadian pada Selasa 30 November 2004, surat perintah tugas 21 Desember 2004, surat perintah penyidikan 1 Desember 2004, surat pemberitahuan di mulainya penyidikan 7 Desember 2004 dan Surat tanda terima pelimpahan perkara atas nama Johannes Sitorus 23 Maret 2017.
Begitu juga lampiran surat penerbitan yang di ajukan oleh terdakwa, berupa 10 buah SHM atas nama Johannes Siotorus yang merupakan bagaian dari 271 SHM dan lampiran berita acara penyitaan barang bukti 15 Juni 2916 tentang daftar sertifikat tanah atau tanda bukti hak yang di sita dari terdakwa secara berkeseuaian dapat di ketahui penerbitan sertifikat atau tanda bukti hak dilakukan secara bertahap sejak 29 September 2003 sampai dengan 10 Februari 2004.
Giliran hakim anggota Ferdian Permadi bacakan putusan sela, melihat berdasarkan waktu, terjadinya akibat dari dugaan tindak pidana yang di lakukan terdakwa, sebagai dasar penghitungan daluarsa adalah tanggal 29 September 2003 sampai dengan 10 Februari 2004, dan tindakan penuntutan berupa pelimpahan berkas perkara aquo yaitu pada 23 Maret 2017, bahwa dengan demikian majelis hakim berpendapat, oleh karena waktu terjadi pada 10 Fberuari 2004 sedangkan tindakan penuntutan berupa, berkas perkara aquo pada tanggal 23 Maret 2017 maka terhitung sudah memasuki 12 tahun 1 bulan dan 13 hari.
Sedangkan tenggat waktu daluarsa terhadap perkara aquo sebagaimana ketentuan pasal 78 ayat 1 angka 3 undnag-undang hukum pidana, adalah selama 12 tahun, oleh karenanya terhadap eksepsi penasehat hukum terdakwa tentang wewenang menuntut pidana daluarsa atau penuntutan tindak pidana yang di ajukan kepada terdakwa telah melampaui tenggat waktu yang di tentukan oleh undang-undang, beralasan hukum, untuk di kabulkan.
Menimbang bahwa oleh karena keberatan penasehta hukum terdakwa di terima yaitu perkara sudah daluarsa maka dengan sendirinya memeriksa atas pokok perkara ini tidak dapat di lanjutkan.
Majelis hakim beri putusan sela terhadap terdakwa Johannes Sitorus sebagai berikut;
– Menyatakan keberatan penasehat hukum tersebut di terima
– Menyatakan kewenangan penuntut umum hapus atau gugur
– Menyatakan kewenangan penuntut umum untuk menuntut hapus atau gugur atau daluarsa
– Memerintahakan terdakwa Johannes Sitorus bebas dari tahanan setelah putusan ini di ucapkan
– Menetapkan barang bukti berupa 271 SHM di kembalikan pada terdakwa
– Membebankan biaya perkara pada negara.
Terhadap putusan sela, majelis hakim berikan kesempatan selama seminggu pada penuntut umum untuk menanggapi, sidang di tutup pukul 13.10. #fadlirct