Dasar peraturan dan dasar hukum tentang IUPHHKHT UU No 41 tahun 1999 tentang kehutanan, PP 34 tahun 2002 tentang tata hutan, perencanaan pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunanaan kawasan hutan, kemudian dari dasar hukum itu dijabarkan menjadi peraturan –peraturan menteri kehutan (Permenhut) dan keputusan-keputusan menteri kehutanan (Kepmenhut).
Untuk perizinan IUPHHKHT diatur dalam PP 34 tahun 2002 yang penjabarannya diterbitkan Kepmenhut No 32 tahun 2003, tanggal 5 Februari 2003 sebelumnya peraturan yang digunakan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 10.1/Kpts-II/2000 tanggal 6 November 2000 tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman.
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 10.1/Kpts-II/2000 tanggal 6 November 2000 tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman telah diubah dengan Kepmenhut 32 tahun 2003, yang pada prinsipnya perubahan hanya menyangkut tentang kewenangan pemberi izin yang sebelumnya diberikan kepada Bupati/Kepala Daerah diubah menjadi wewenang Menteri Kehutanan . Selain itu pengajuan izin tidak dilakukan dengan Permohonan lagi, namun dilakukan dengan Penawaran dengan Pelelangan.
Pada 2002 setelah terbit PP 34 2002, pada saat itu belum diterbitkan aturan-aturan penjabarannya berupa Kepmen sehingga aturan yang digunakan masih aturan lama yaitu Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 10.1/Kpts-II/2000 tanggal 6 November 2000 tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman yang merupakan penjabaran dari PP 6 tahun 1999 dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 21/Kpts-II/2001 tanggal 31 Januari 2001 tentang Kriteria dan Standar Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Usaha Kayu Hutan Tanaman pada Hutan Produksi.
Kriteria areal yang boleh untuk IUPHHKHT berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 10.1/Kpts-II/2000 adalah: Hutan produksi. Tidak dibebani oleh hak-hak atau izin-izin kehutanan lainnya. Daerah lahan kosong,padang alang-alang, semak belukar. Topografi kemiringan lahannya relatif datar dan tidak boleh lebih dari 25 persen. Tidak dibenarkan mengkonversi hutan alam kecuali hanya untuk kepentingan sarana dan prasarana yang kriterianya paling banyak 1 persen dari seluruh luas areal kerja yang diberikan.
Berdasarkan Pasal 30 ayat (3) PP 34 tahun 2002, sasarab untuk pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman yaitu: lahan kosong, padang alang-alang dan semak belukar. Hutan produksi yang tidak produktif berupa: lahan kosong, padang alang-alang dan semak belukar. Apabila masih ada vegetasi hutan alah sejauh mungkin dipertahankan untuk dijaga, diamankan untuk kelangsungan hutan alam itu sendiri guna kepentingan perlindungan dengan suksesi alami sehingga dapat kembali menjadi hutan alam sebagaiman fungsinya.
Apabila IUPHHKHT diajukan sesudah berlakunya Kepmenhut 32 tahun 2003 tanggal 5 Februari 2003, maka yang berwenang menerbitkan izin adalah menteri kehutanan RI dan tidak diajukan dengan permohonan melainkan dengan penawaran pelelangan.
Apabila proses permohonan IUPHHKHT masih dalam tahap penerbitan izin prinsip pencadangan lahan setelah berlakunya Kepmenhut 32 tahun 2003 tanggal 5 februari 2003, maka wewenang penerbitan izin diambil alih oleh Menhut.
Terhadap izin yang telah dikeluarkan oleh Bupati sebelum tanggal 5 Februari 2003, maka untuk dapat melakukan operasional wajib mengajukan permohonan penilaian dan pengesahan RKT-UPHHKHT kepada Kepala Dinas Kehutanan Provinsi berdasarkan Kepmenhut Nomor 6652 tahun 2002 yang menjelaskan Menhut memberikan penugasan kepada kepala dinas kehutanan provinsi untuk melakukan pengesahan dan penilaian RKT-UPHHKHT dari pemohon.
Setelah berlakunya Kepmenhut 32 tahun 2003, maka Kepmenhut 10.1 dinyatakan tidak berlaku lagi dan Kepmenhut 32 tahun 2003 adalah penjabaran dari PP 34 tahun 2002.
Prinsip kriteria areal yang dapat dimohonkan IUPHHKHT dalam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 10.1/Kpts-II/2000 tanggal 6 November 2000 dengan Kepmenhut 32 tahun 2003 adalah sama dan tidak berubah yaitu pada lahan kosong, alang-alang dan semak belukar.
Terhadap hutan produksi yang masih memiliki tegakan hutan alam, dilarang untuk melakukan penebangan (konversi) terhadap hutan alam itu untuk dijadikan calon lahan untuk ditanami guna pembuatan hutan tanaman dan penebangan terhadap tegakan hutan alam hanya boleh untuk keperluan pembangunan sarana dan prasarana saja yang luasnya hanya sebesar 1 persen dari seluruh luas areal kerja yang diberikan.
Yang dimaksud dengan hutan produksi adalah kawasan hutan yang fungsi pokoknya adalah memproduksi hasil hutan. Hutan produksi dapat bervegetasi hutan alam namun bisa juga tidak bervegetasi hutan alam dalam arti tidak ada pertumbuhan berupa lahan kosong, padang alang-alang dan semak belukar.
Pengesahan dan penilaian RKT-UPHHKHT yang mengkonversi secara total tegakan hutan alam dengan cara melakukan land clearing untuk mempersiapkan calon hutan tanaman, maka RKT-UPHHKHT itu melanggar ketentuan adalah Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 10.1/Kpts-II/2000 tanggal 6 November 2000 tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman, Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 21/Kpts-II/2001 tanggal 31 Januari 2001 tentang Kriteria dan Standar Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Usaha Kayu Hutan Tanaman pada Hutan Produksi, Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 151/Kpts-II/2003 tanggal 2 Mei 2003 tentang Rencana Kerja, Rencana Lima Tahun, Rencana Kerja Tahunan dan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman; Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2002 tanggal 8 Juni 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan, dan Kepmenhut No 32 tahun 2003.
Terhadap lahan bekas HPH yang memiliki vegetasi hutan alam dapat diajukan pemanfaatan namun bukan IUPHHKHT melainkan IUPHHK-Hutan Alam.
Bila Bupati keluarkan IUPHHKHT yang tidak berada pada lahan kosong, padang alang-alang dan semak belukar, maka menurut ahli pemberian izin IUPHHKHT itu cacat hukum karena tidak sesuai dengan ketentuan yang mengatur sebagaimana telah ahli jelaskan dan seharusnya dalam kondisi itu izin yang diberikan IUPHHK-HA.
Bila tak penuhi syarat untuk dijadikan areal IUPHHKHT maupun IUPHHKHA, maka masih ada peluang permohonan izin usaha pemanfaatan kawasan artinya menggunakan ruang tumbuh di bawah pohon-pohon itu sehingga pohon itu dapat berkembang dengan baik disamping itu dibuka peluang juga untuk permohonan izin pemanfaatan jasa lingkungan untuk wisata atau air. Kepmenhut 10.1 dan Kempenhut 21 telah disosialisasikan ke daerah.
Sesuai dengan Kepmenhut 151 yang boleh untuk dilakukan land clearing yaitu tunggak-tunggak, semak belukar dan pohon-pohon alam yang tidak boleh melebihi 5m3 per hektar dan dilakukan untuk pembangunan sarana dan prasarana saja dan pembukaan wilayah dan tidak boleh dilakukan penebangan pohon alam secara massal yang pada akhirnya mengkonversi kawasan hutan alam menjadi kawasan hutan tanaman.
Dalam hal kepala dinas kehutanan provinsi menerima permohoan penilaian pengesahan RKT-UPHHKHT yang tidak memenuhi ketentuan yang berlaku maka kepala dinas wajib menolak untuk tidak mengesahkan RKT-UPHHKHT itu dengan memberikan saran-saran perbaikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku jika tidak dilakukan maka kepala dinas kehutanan provinsi telah melanggar ketentuan yang berlaku.
Bahwa ketentuan berbunyi: “dalam waktu 30 hari RKT-UPHHKHT tidak disahkan oleh kepala dinas kehutanan provinsi Riau, maka RKT-UPHHKHT itu dianggap sah dengan sendirinya.” Sebagaimana termuat dalam Kepmenhut Nomor 45/Kpts.2/2004 dasar penyusunannya adalah semangat dalam pembuatan ketentuan tersebut agar para investor atau pemegang IUPHHKHT dapat segera merealisasikan investasinya.
Namun ketentuan itu diterapkan apabila secara nyata prosedur pengajuan RKT-UPHHKHT itu telah dilakukan dan secara substansi permohonan RKT-UPHHKHT itu benar telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Namun, bila pengesahan RKT-UPHHKHT itu substansinya tidak benar dan melanggar ketentuan, hal itu adalah tanggungjawab kepala dinas kehutanan provinsi dan tidak serta merta RKT-UPHHKHT itu menjadi sah dengan sendirinya.
Sewaktu menjabat sebagai Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan pada Februari 2003 kepada seluruh kepala dinas kehutanan provinsi termasuk kadishut Riau menegaskan sebagai berikut:
RK, RKL, RKT harus disusun karena diatur dalam PP 34 tahun 2002 pasal 47 ayat (4) huruf b. Sebelum terbit Kepmenhut sebagai pemjabaran PP 34 tahun 2002, Kepmenhut No 314 tahun 1999 dan Kepmenhut 6652 masih berlaku.
Sasaran untuk RKT-UPHHKHT tetap pada lahan kosong, padang alang-alang dan semak belukar sesuai PP 34 tahun 2002.Tidak boleh ada konversi hutan alam dan tidak boleh ada penebangan hutan alam. Berdasarkan Kepmenhut 151 yang berwenang untuk mengesahkan dan menilai RKT-UPHHKHT adalah kepala dinas kehutanan provinsi Riau dan tidak memerlukan persetujuan kepala daerah. # (Sumber: Halaman 97-101 Surat Tuntutan KPK Nomor:TUT-13/24/03/2012 dan catatan sidang rct)
Oleh Ir Suhariyanto
Pegawai Negeri Departemen Kehutanan RI. Pernah menjabat sebagai staf khusus Menteri kehutanan bidang revitalisasi industri. Inspektur jenderal Kementerian Kehutanan RI. Dirjen perlindungan hutan dan konservasi alam (2002) dan dirjen bidan produksi kehutanan kementerian kehutanan (2002-2005). Sudah tiga kali menjadi saksi ahli dalam perkara tindak pidana korupsi.