PN Jakarta Pusat, Senin 17 Oktober 2022—Kepala Dinas Pertanahan Indragiri Hulu 2006-2007, Syahsoerya R, dipapah menuju meja saksi untuk beri keterangan di hadapan majelis hakim. Soerya sudah berumur 70 tahun dan pensiun dari aparatur sipil negara 13 tahun lalu. Dia banyak lupa mengenai rekomendasi penerbitan izin lokasi PT Palma Satu. Meski berulang kali ketua majelis membaca keterangannya dalam berita acara pemeriksaan.
“Saya minta saksi ini dihadirkan lagi, minggu depan. Biar dia berpikir dulu. Keterangannya sangat penting dalam persidangan ini. Di BAP (berita acara pemeriksaan) dia banyak beri keterangan. Kenapa di sini lupa terus,” kata Ketua Majelis, Fahzal Hendri.
Beda dengan anak buahnya, Raja Fachrurazi, Kasub Pertanahan dan Kependudukan Sekretariat Daerah Indragiri Hulu. Fachrurazi bicara lantang dan tegas. Katanya, perusahaan Duta Palma sudah berkebun duluan sebelum urus izin. Dia memang tidak terlibat dalam penerbitan rekomendasi penerbitan izin lokasi, tapi sempat membaca dokumen untuk Palma Satu.
Palma Satu memperoleh izin lokasi berdasarkan SK Bupati Raja Thamsir Rachman tahun 2007. Dalam rekomendasi pertimbangan teknis Dinas Pertanahan Indragiri Hulu, memerintahkan Palma Satu harus mengurus pelepasan kawasan hutan, karena areal tersebut dalam hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK). Jika dalam jangka tiga tahun, tak memperoleh izin tersebut, Izin Usaha Perkebunan (IUP) tak dapat dikeluarkan.
Nyatanya, tahun itu juga Palma Satu memperoleh IUP pada 26 Februari 2007. Padahal, status arealnya belum berubah. Kata Fachrurazi, sekitar 2010-2012 (tak ingat waktu pasti) pernah membaca salinan surat permohonan pelepasan kawasan hutan dari Palma Satu ke Menteri Kehutanan yang tembusannya sampai ke bupati. Dari 14.141 hektar yang dimohon, menteri terkait hanya menyetujui 182 hektar.
Begitu juga dengan perusahaan Duta Palma yang lain. Secara bertahap, dalam rentang waktu yang disebut Fachrurazi, juga memohon pelepasan kawasan hutan. Namun tidak pernah disetujui oleh Menteri Kehutanan dalam surat balasannya. Surat-surat tanggapan Menteri itu menjadi arsip di Dinas Pertanahan Indragiri Hulu yang turut disita penyidik.
“Kalau ditanya urutan dan detailnya, saya tak ingat lagi. Semua dokumen surat sudah sama penyidik,” jelas Fachrurazi yang purnatugas awal Agustus lalu.
AMDAL
Setelah mendapat izin lokasi hingga dikeluarkan IUP, perusahaan Duta Palma berupaya mengurus dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Ini disampaikan Kepala Badan Lingkungan Hidup Indragiri Hulu 2012-2016, Moch Bayu Setiya Budiono. Dia pernah keluarkan rekomendasi persetujuan AMDAL PT Panca Agro Lestari pada 2013, karena perusahaan itu mendapat revisi izin lokasi menjadi 3.800 hektar.
Sebelumnya Panca Agro Lestari sudah mendapat persetujuan AMDAL untuk lokasi 2.900 hektar. “Secara fakta ada AMDAL. Tapi diperoleh tidak prosedural. Tidak sesuai aturan. Karena sudah ada IUP duluan baru urus AMDAL,” ungkap Bayu. Katanya, hanya perusahaan ini yang pernah urus AMDAL. Sementara Palma Satu, Seberida Subur, Kencana Amal Tani dan Banyu Bening Utama tak punya AMDAL.
“Kenapa tak punya AMDAL?” tanya Ketua Majelis Fahzal Hendri.
“Sudah terlalu lama beroperasi. Tak berani proses. Arahan bupati (Yopi Arianto) untuk PAL saja. Belum ada izin pelepasan kawasan hutan juga dari Menteri Kehutanan. Harusnya tak boleh beroperasi,” jelas Bayu.
Kepala Badan Lingkungan Hidup Indragiri Hulu 2010-2012, Teguh Krisyanto, menguatkan keterangan Bayu. Selama dua tahun menjabat, dia tidak pernah mengeluarkan produk atau keputusan mengenai persetujuan izin lingkungan. Baik untuk perusahaan perkebunan di Indragiri Hulu, maupun secara khusus untuk perusahaan Duta Palma. Dia juga menegaskan, bahwa perusahaan Surya Darmadi itu semestinya menyusun kajian lingkungan terlebih dahulu sebelum beroperasi.
Masalahnya, ketika dia pernah menerima aduan masyarakat terkait aktivitas perusahaan Duta Palma, perusahaan tersebut tidak membuka pintu atau memberi akses masuk untuk pengawasan langsung di lokasi.
Keterangan Teguh berubah ketika menjawab pertanyaan Juniver Girsang, Penasihat Hukum terdakwa Surya Darmadi. Katanya, perusahaan Duta Palma sudah memilik AMDAL dan selalu melapor tiap 6 bulan sekali, mengenai aktivitas perusahaan. “Hasil monitoring kami tak ada masalah di lapangan.”
HGU
Dua dari lima perusahaan Duta Palma yang disegel Kejaksaan Agung dalam perkara korupsi dan pencucian uang, terdakwa Surya Darmadi, bos perusahaan ini, ternyata memperoleh Hak Guna Usaha (HGU), meski dalam kawasan hutan.
PT Kencana Amal Tani memperoleh HGU SK BPN tahun 2003. Kepala Kantor Pertanahan Indragiri Hulu 2002, Bambang Priyono, mengaku belum menjabat ketika Panitia B—tim pendaftaran tanah yang dibentuk Kanwil BPN Riau—bekerja. Setelah resmi bertugas di sana, dia tinggal menandatangani sertifikat, sesuai perintah Kepala BPN dalam keputusan tersebut. Luasnya 3.792 hektar.
“Apakah ada penguasaan di luar HGU?” tanya Ketua Majelis Fahzal Hendri.
Bambang tak tahu. Tapi, katanya, jauh sebelum itu sudah pernah keluar sertifikat seluas 5.384 hektar di lokasi yang berbeda. “Tak ada peran saya dalam proses penerbitan HGU kecuali penandatanganan sertifikat,” tegasnya kembali.
Pembelaan Bambang membuat penuntut umum bertanya mengenai rekomendasi pertimbangan teknis terhadap areal HGU Kencana Amal Tani. Dalam surat itu, Bambang menyinggung status kawasan hutan terhadap areal tersebut. Dia sempat mengelak, namun mengakuinya kembali setelah penuntut umum menunjukkan bukti surat yang ditandatanganinya.
Namun Bambang kembali berdalih, karena surat Dirjen Planologi, Kementerian Kehutanan, 21 Juni 2001, menyatakan berdasarkan Perda RTRW Riau 10/1994, areal Kencana Amal Tani berada dalam Area Penggunaan Lain (APL), sehingga tidak memerlukan proses pelepasan kawasan hutan. Surat itu ditujukan ke Dinas Kehutanan Riau yang juga anggota Panitia B.
Perusahaan Duta Palma lainnya yang dapat HGU, PT Banyu Bening Utama seluas 6.417,9o hektar pada 20 November 2007. Kata Kepala Kantor Pertanahan Indragiri Hulu 2006-2011, Hadi Sutjipto, di luar areal itu, BBU juga menguasai kebun sawit seluas 1.550 hektar tapi belum memiliki hak atas tanah.
Hadi termasuk dalam Panitia B. Dia ikut menyetujui permohonan HGU BBU karena merujuk pada lampiran rekomendasi pemerintah daerah tentang status areal berdasarkan Perda RTRW 10/1994. Tapi dia tak pungkiri, dalam risalah panitia mewajibkan perusahaan harus mengurus pelepasan kawasan hutan terlebih dahulu.
Hadi pernah mendengar polemik status kawasan hutan Riau berdasarkan SK 173/1986 tentang tata guna hutan kesepakatan atau TGHK dengan Perda rencana tata ruang dan wilayah Riau N0 10 tahun 1994. Namun dia tidak mengetahui soal paduserasi kawasan hutan yang termuat dalam SK 404/2003.
Inti penjelasan SK itu: bagi setiap provinsi yang belum ada keputusan Menteri Kehutanan tentang penunjukan kembali atas kawasan hutan yang didasarkan pada hasil pemaduserasian antara RTRW Provinsi dengan TGHK, maka kawasan hutan pada provinsi tersebut (salah satunya Riau) mengacu dan berpedoman pada keputusan Menteri Kehutanan tentang TGHK.
Terakit HGU ini, Hermansyah Simatupang, Kepala Kantor Pertanahan Indragiri Hulu, saat ini baru lima bulan menjabat, juga dihadirkan di persidangan. Tapi tak banyak diminta keterangan. Dia hanya mengatakan, belum ada pencabutan HGU atasnama dua perusahaan Duta Palma tadi.
Konflik
Soal konflik yang diterangkan oleh saksi pada sidang sebelumnya, juga dibenarkan Raja Fachrurazi. Untuk menyelesaiakan masalah ini, sekitar 2010, Bupati Mujtahid Thalib yang menggantikan Thamsir ketika mencalon Gubernur Riau, pernah mencabut IUP dan merevisi luasan kebun perusahaan Duta Palma.
Salah satunya, Palma Satu direvisi menjadi 10.000 hektar. Lebih kurang 3.000 hektar lagi diserahkan ke masyarakat Desa Penyaguan, Kecamatan Batang Gansal dan Desa Paya Rumbai, Kecamatan Seberida.
“Tapi konflik tak juga selesai. Karena meski lahan itu sudah dibagi, Palma Satu tetap saja menguasainya,” kata Fachrurazi.
Dalam rekomendasi pertimbangan teknis penerbitan izin lokasi, Palma Satu sebenarnya sudah diperingatkan untuk menyelesaikan masalah tumpang tindih lahan garapan masyarakat. Karena ini juga tak dihiraukan—selain masalah status kawasan hutan—penyelesaian konflik memakan cukup panjang hingga sekarang. DPRD Indragiri Hulu pun pernah bentuk panitia khusus dan menyerahkan hasil rekomendasinya ke pemerintah daerah untuk ditindaklanjuti.
Usaha itu tetap saja tidak mempan. Pengalaman Fachrurazi, sekitar 2012, pernah menunggu dua jam lebih depan ampang-ampang kebun Palma Satu hanya untuk meninjau lokasi konflik bersama Forkopimda. Saat itu, Kapolres juga ikut serta. Setelah dizinkan masuk, mereka pun hanya bisa tanya jawab dengan penjaga kebun dan sekuriti.
Duta Palma seperti kebal dan tidak menghiraukan pemerintah. Begitu juga saat dipanggil dalam sebuat rapat. Yang diutus cuma legal perusahaan yang baru beberapa bulan menjabat dan tidak bisa mengambil keputusan.
“Sampai saat ini, konflik itu tak pernah selesai. Masyarakat sudah menggugat ke pengadilan, mengadu ke pemerintah daerah hingga pusat. Juga melapor ke Polres maupun Polda. Komnas HAM pun pernah turun karena masalah ini sampai menimbulkan korban jiwa,” ungkap Fachrurazi.
Kepala Kantor Pertanahan Indragiri Hulu 2010-2012, Teguh Krisyanto, juga tak menampik soal konflik ini. Dia pernah menerima aduan terkait janji perusahaan Duta Palma memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat atau plasma.
Salah seorang penasihat hukum Surya Darmadi, anggota tim Juniver Girsang, mengatakan IUP yang diperoleh lima perusahaan Duta Palma sebelum Peraturan Menteri Pertanian No 26 diberlakukan pada 28 Februari 2007. Banyu Bening Utama 16 April 2004 dan Panca Agro Lestarai 2006. Sementara Palma Satu dan Seberida Subur, dua hari sebelum Permantan itu dikeluarkan. Sehingga perusahaan ini belum diwajibkan membangun kebun plasma.
Sidang pembuktian untuk saksi lainnya akan dilanjutkan kembali pada Senin 24 Oktober 2022.#Suryadi