Pekanbaru, 7 Maret 2023—Jelang pembacaan tuntutan pidana untuk Terdakwa Frank Wijaya Komisaris PT Adimulia Agrolestari (AA) dan Sudarso General Manager perusahaan, Senarai mendesak Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi menghukum pidana penjara keduanya selama 5 tahun. Dan membayar denda sebanyak Rp 250 juta, karena melanggar dakwaan alternatif pertama, Pasal 5 ayat 1 huruf A UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat 1 KUHP Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
“Keduanya selama proses persidangan terbukti memberikan uang kepada M Syahrir Kepala Kantor Wilayah Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BP) Riau supaya Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan dapat diperpanjang,” ujar Jeffri Sianturi Koordinator Senarai.
Selama sembilan kali persidangan dengan total 38 saksi yang dihadirkan penuntut umum. Sejak 2017 Frank Wijaya dan Alm Rudi Ngadiman memberikan tugas urusan perpanjangan HGU kepada Sudarso sebab akan kadaluarsa 2024 nanti. Ia juga diberi fasilitas uang. Sejak itulah Sudarso bergerak untuk melakukan permohonan pemetaan ulang PT AA, pemecahan sertifikat, konsultasi ke kementerian, memasukkan surat permohonan perpanjangan dan ekpos. Semua kegiatan itu dilakukan pegawai BPN Kuansing serta Riau, lalu difasilitasi uang oleh PT AA lewat Sudarso yang sudah disetujui Frank Wijaya.
Ketika urusan teknis telah selesai, Sudarso minta dijumpakan dengan M Syahrir lewat Risna Virgianti Kepala Kantor Tanah Kuansing. Pertemuan pertama, Sudarso minta bantu agar HGU PT AA dapat diperpanjang. Kedua, Syahrir tulis dalam sticky notes permintaannya Rp 3,5 Miliar. Ketiga, sebut bahwa Frank sudah setuju dan akan bayar awal sebesar 40 %. Pertemuan keempat uang diserahkan dalam bentuk 112.000 SGD di rumah dinas Syahrir.
Syahrir sudah tahu bahwa syarat permohonan belum PT AA tidak lengkap yakni belum memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat (plasma) paling sedikit 20 persen di HGU Kebun Kuansing. Syahrir sebagai Ketua Panitia pemeriksa Tanah B menyebut ke Sudarso, perusahaan cukup mengurus surat rekomendasi penempatan plasma kebun Kuansing di Kampar tertuju ke Andi Putra Bupati Kuansing.
Sudarso urus rekomendasi itu sesuai arahan Syahrir. Andi Putra minta biaya pengurusan Rp 1,5 Miliar, baru diserahkan Rp 500 Juta, saat penyerahan kedua sebesar Rp 250 juta Sudarso dan Andi Putra terjaring tangkap tangan oleh Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi.
Syahrir menerima uang dari PT AA membenarkan perbuatan jahat Frank Wijaya dan Sudarso yang ingin HGU diperpanjang dengan melanggar Pasal 40 ayat 1 huruf K Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pengaturan dan Tata Cara Penetapan HGU. Yakni “memfasilitasi pembangunan kebun masyarakatsekitar paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari luas tanah yang dimohon Hak Guna Usaha untuk masyarakat sekitar dalam bentuk kemitraan (plasma) sesuai dengan izin kegiatan usaha dari instansi teknis yang berwenang, bagi pemegang hak berbadan hukum”;
Serta Pasal 5 huruf B angka 2 Surat Edaran Menteri ATR/BPN Nomor 11 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan kewajiban Perusahaan dalam fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat. Yakni “ Pembangunan kebun masyarakat sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditujukan untuk masyarakat sekitar, dengan kriteria: Masyarakat petani yang bertempat tinggal berdekatan dengan lokasi kegiatan perkebunan dalam satu wilayah kabupaten”;
Dalam kunjungan Hadi Tjahjanto ke Riau 16 Februari lalu ke Riau, dalam rilis riau.go.id Hadi katakan “Saya melihat di Provinsi Riau ini banyak malaikat, dari warga masyarakat banyak yang melaksanakan konsolidasi tanah merelakan tanahnya dipotong untuk kegiatan fasilitas sosial, fasilitas umum, dan jalan”.
“Tidak cukup melihat malaikat di Riau sementara pegawai BPN di Riau berperilaku jahat yang suka menerima uang dari perusahaan. Menteri Hadi harus mengevaluasi kinerja pegawai pertanahan di Riau dan mencabut HGU PT AA,” tutup Jeffri.
Narahubung:
Jeffri Sianturi-085365250049
Suryadi M Nur-085275998923