PN Tipikor Pekanbaru, 22 Februari 2023—Sidang hari ini agendanya pemeriksaan Terdakwa Komisaris PT Adimulia Agrolestari (AA) Frank Wijaya dan General Manager Sudarso. Keduanya juga saling bersaksi.
Sudarso, General Manager PT AA. Ia sudah menjadi General Manager PT AA sejak 2010. Ia mendapat perintah dari Alm. Hadi Ngadiman, Komisaris PT AA untuk mengurus perpanjangan HGU PT AA. Kini urusan perpanjangan HGU bertanggung jawab kepada Frank Wijaya.
2019, Sudarso meminta pengukuran peta bidang ke Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Wilayah Riau. Pengukuran itu dipimpin oleh Kepala Bidang Survei Pengukuran dan Pemetaan Dwi Handaka Purnama. Saat pengukuran ternyata diketahui bahwa HGU berada didua wilayah yakni Kampar dan Kuansing.
Selama proses pengukuran peta bidang tersebut, Sudarso ada memberikan uang Rp 50 juta ke Dwi Handaka di bandara Sulta Syarif Kasim II Pekanbaru. Uang itu dipergunakan untuk biaya transportasi dan akomodasi Dwi Handaka dan tim selama proses survei dan pengukuran.
Sudarso masih ingat pernah memberi sejumlah uang ke Dwi Handaka dalam bentuk dollar singapura untuk Dwi, jika ditotalkan 100.000 SGD. Namun ia lupa lokasi dan cara pemberiannya
Sudarso berusaha untuk bisa bertemu dengan Syahrir. Lewat bantuan Risna Virgianti Kepala Kantor Pertanahan Kuansing, ia dibawa jumpa ke rumah dinas Syahrir. Kepada Syahrir, Sudarso sebut diperintah komisarisnya untuk urus perpanjang HGU. Ia minta supaya dibantu. Syahrir jawab urus saja dahulu dokumennya. Pertemuan ini terjadi 4 Agustus 2021.
Masih dibulan dan tempat yang sama, Sudarso temui Syahrir lagi. Pembahasannya tentang permohonan sudah diantar ke Kanwil BPN Riau serta rencana melaksanakan ekspos. Syahrir menulis dalam sticky note kuningisinya: 3,5 M. lalu diserahkan ke Sudarso. Sudarso tanya ini biaya apa saja? Itu sudah untuk semua biaya kata Syahrir. Dan minta 40 atau 60 persen dahulu sebagai uang pangkal.
Setelah itu Sudarso lapor Frank. Ia marah karena permintaan Syahrir terlalu besar dan mereka sudah banyak habis selama ini namun HGU tak kunjung selesai. Tapi Frank berat hati dan setuju.
Setelahnya datang kerumah dinas Syahrir lagi. Sebutkan bahwa ‘Bosnya’ setuju. Ketika pulang, ia sempat dengar bahwa Syahrir akan mutasi, lalu menelpon Eri Suswondo Mantan Kepala Kantor Pertanahan Kuansing, menanyakan kepastian kabar itu. Sudarso takut jika uang pangkal diberi ternyata HGU tidak selesai juga.
Uang untuk Syahrir, diambil dari brankas simpanan Hadi Ngadiman semasa hidup, brankas berada di Kantor Kuansing. Uang sebanyak 150.000 SGD dibawa Rudi Ngadiman ke Pekanbaru untuk diserahkan ke Sudarso. Hanya saja Sudarso tak kunjung muncul, uang dititip ke Syahlevi Andra.
Syahlevi kasih uang ke Sudarso di belakang kantor gubernur Riau, dekat dengan rumah dinas Syahrir.
Lalu uang dibawa ke rumah dinas Syahrir, pertemuan itu terjadi sehari sebelum ekpos. Syahrir minta Sudarso hanya bawa uang, tidak boleh bawa alat-alat komunikasi. Permintaan itu dituruti dan pertemuan mereka hanya sekedar beri uang.
Jumlah uang yang dimasukkan ke dalam amplop kuning sebanyak 112 ribu SGD. Sudarso ambil 38 ribu SGD.
3 September 2021, ekspos dilaksanakan. Pembiayaan seluruh kegiatan ekspos dibiayai oleh perusahan sebesar 40 juta. Uang itu digunakan untuk pembiayaan hotel, konsumsi, alat tulis kantor, serta sisanya dibagi-bagi ke pegawai Kanwil BPN Riau. Uang itu merupakan dana operasional pengurusan perpanjangan HGU PT AA.
Diakhir ekspos, ada kesimpulan terkait pengajuan permintaan rekomendasi dari Andi Putra Bupati Kuansing untuk penempatan plasma PT AA berada di Kampar. Sebab kebun Kampar sudah punya plasma 21%. Setelah itu dilaporkan ke Frank Wijaya esok harinya. Frank emosi dan terkejut kalau harus ada bangun baru plasma lagi di setiap kabupaten. Frank lagi-lagi berat hati tapi setuju untuk pembuatan surat rekomendasi.
Surat permohonan rekomendasi dibuat dan diantar Sudarso ke rumah dinas Andi Putra. Lalu Andi membalas kunjungan, dengan datang ke rumah pribadi Sudarso, minta Rp 1,5 Miliar. Sudarso lapor ke Frank, ia marah lagi tapi setuju. Dan dikirim Rp 500 juta dari kantor Medan. Uang diambil oleh supir Andi, Deli Iswanto.
Sudarso kepada Frank pernah juga minta uang ke perusahaan untuk membantu biaya kampanye Andi Putra sewaktu mencalonkan bupati dan biaya operasional ketika jabat Ketua DPRD Kuansing. Ketika pencalonan bupati Rp 250 juta dan biaya Ketua DPRD Rp 70 juta.
Semua permintaan dana oleh Sudarso selalu disetujui dengan catatan HGU dapat diperpanjang.
Frank Wijaya, Komisaris PT AA. Ia memiliki kewenangan untuk mengelola dan mengeluarkan uang perusahaan PT AA yang ada di Medan, sedangkan yang di Pekanbaru itu Alm. Hadi Ngadiman.
Terkait permintaan uang Andi Putra 500 juta, Frank masih menganggap itu sebagai pinjaman. Sedangkan uang yang diberikan ke Syahrir itu merupakan uang titipan dari Alm. Hadi Ngadiman berjumlah 150.000 dollar singapura untuk pengurusan perpanjangan HGU. Uang itu diambil dari brankas PT AA yang ada di Kuansing dan dibawa Rudi Ngadiman ke Pekanbaru.
Frank Wijaya tidak banyak memberikan keterangan. Ia hanya tahu soal pengeluaran uang perusahaan untuk pengurusan perpanjangan HGU yang dikeluarkan berdasarkan permintaan dari Sudarso. Setiap uang yang dikeluarkan itu harus dipertanggung jawab kan oleh Sudarso ke Dewan Direksi Perusahaan setelah pengurusan HGU PT AA selesai.
Keterangan Frank Wijaya dan Sudarso, digunakan keterangan sebagai saksi dan terdakwa untuk keduanya. Pemeriksaan selesai dan dilanjutkan agenda pembacaan tuntutan dari Penuntut Umum pada 08 Agustus 2023. #Rahmat