RENGAT, 1 Juni 2016, tepat pukul 12.52—Pengadilan Negeri Rengat kembali membuka sidang kasus kebakaran hutan dan lahan PT PLM dengan terdakwa Direktur PT PLM Iing Joni Priyana, Manager Finance Niscal Mahendrakumar Chotai dan Manager Plantation Edmond Jhon Pereira.
Menggunakan rompi tahanan, para terdakwa memasuki ruang utama dan duduk berjejer, JPU Nur Winardi dan rekan bersiap untuk membacakan berkas tuntutan untuk ketiga terdakwa, secara bergantian. JPU tidak membacakan secara detail berkas tuntutan, “Karena berkasnya tebal, kami bacakan intinya saja,” Kata Nur Winardi.
“Para terdakwa terbukti melanggar pasal Pasal 92 ayat (1) huruf a jo pasal 17 ayat (2) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2013, Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP; Pasal 109 jo pasal 68 Undang-undang Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal99 ayat (1) jo pasal 116 ayat (1) huruf b Undang-undang RI Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,” ucap Penuntut Umum, Nur Winardi.
Dalam dakwaan menyebutkan para terdakwa terbukti melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin menteri dalam kawasan hutan, tidak menerapkan analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup dan melakukan perbuatan yang mengakibatkan terlampaunya baku mutu udara ambien, baku mutu air atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
“Para terdakwa telah lalai dalam melakukan tugasnya sebagai pimpinan di perusahaan,” kata JPU, Putra.
Penuntut umum juga menyertakan keterangan saksi fakta yang dihadirkan selama persidangan berlangsung, jelas bahwa PT PLM dalam menjalankan kegiatannya tidak mengikuti aturan hukum yang berlaku. Mulai dari penyiapan sarana dan pra sarana, tidak menerapkan analisis Amdal, PT PLM tidak mengurus izin perkebunan di dalam kawasan hutan dan pedoman pencegahan dini terkait kebakaran.
Hasil pengambilan sampel oleh ahli Bambang Hero Saharjo dan Basuki Wasis terkait kebakaran hutan dan kerusakan tanah menyebutkan, “Dari kebakaran, terjadi kerusakan lingkungan, melampaui baku mutu ambient dan mengakibatkan efek gas rumah kaca. Kerugian ekologis akibat kebakaran ini mencapai Rp. 18 Miliar,” kata JPU, Putra. Putra menambahkan untuk hasil dari kerusakan tanah, Efek dari kebakaran juga melepas gas karbon dioksida, memusnahkan habitat dan mikroorganisme dalam tanah: cacing, semut dan belalang.
Terkait tidak adanya pengurusan izin perkebunan di dalam kawasan hutan oleh PT PLM, Penuntut umum membuktikan dengan memeriksa saksi dari Dinas Kehutanan Kabupaten Indragiri Hulu, Syamsul Rizal. Dalam kesaksianya Syamsul Rizal menjelaskan “Meski sudah melakukan kegiatan penanaman kelapa sawit, PT PLM belum memiliki surat izin pelepasan kawasan hutan,” ucap JPU, Putra saat mengulang kembali perkataan saksi Syamsul Rizal.
Dari keterangan tersebut, sebelum membacakan isi tuntutan, Penutut umum terlebih dahulu memperhatikan hal-hal yang meringankan dan memberatkan.
Hal yang meringakan, terdakwa bersikap sopan selama persidangan, terdakwa belum pernah di hukum dan memiliki tanggungan keluarga. Hal yang memberatkan, karena perbuatan terdakwa dalam mengelola dan memimpin kegiatan di PT PLM tidak memperhatikan aturan yang berlaku sehingga perkebunan PT PLM tanpa izin menteri yang beroprasi dalam kawasan hutan, tidak menerapkan analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup dan melakukan perbuatan yang mengakibatkan terlampaunya baku mutu udara ambien, baku mutu air atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. “Terdakwa tidak mengakui kesalahannya,” kata JPU Putra.
Berdasarkan uraian tersebut, Penuntut umum dalam perkara ini meperhatikan Undang-undang yang bersangkutan, menuntut;
- Menyatakan para terdakwa bersalah, sebagai orang yang melakukan atau turut serta dengan sengaja melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin menteri dalam kawasan hutan, tidak menerapkan analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup dan melakukan perbuatan yang mengakibatkan terlampaunya baku mutu udara ambien, baku mutu air atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
- Menjatuhkan hukuman pidana terhadap para terdakwa, pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan, dikurangi selama terdakwa berada di tahanan. Pidana denda 2 Miliar, subsider 6 bulan kurungan dengan perintah tetap di tahan.
- Menyatakan barang bukti disita untuk dimusnahkan.
- Mambayar biaya perkara 5 ribu rupiah.
Atas tuntutan yang dikenakan, melalui Kuasa Hukumnya yang diwakili Farida, para terdakwa akan mengajukan pembelaan 8 Juni mendatang. #defrirct