Pekanbaru, Selasa 10 Maret 2020—keputusan Ketua Hakim Pengadilan Negeri Rengat Darma Indo Damanik melarang media merekam suara dan video dalam perkara pidana lingkungan hidup, atasnama terdakwa PT Tesso Indah yang diwakili Direktur Utama Halim Kesuma dan Asisten Kepala Sutrisno, menutup akses dan keterbukaan informasi publik. Padahal, sidang tersebut terbuka dan dibuka untuk umum.
“Padahal, sebelum sidang dimulai, Senarai telah mengajukan surat permohonan izin peliputan sidang. Surat itu diterima dan Senarai dizinkan untuk mengikuti sidang,” kata Jeffri Sianturi, Peneliti Senarai. Namun, sebelum sidang dibuka, Darma Indo Damanik hanya memberikan waktu 15 menit pada media untuk mengambil foto dan video. Dan setelahnya, kegiatan itu dilarang.
Senarai tidak bisa merekam dan mengambil video ketika penuntut umum membacakan dakwaan sejak awal. Darma Indo Damanik hanya membolehkan perekaman pada kesimpulan akhir penuntut umum atau pasal-pasal yang didakwakan pada terdakwa.
Padahal, yang paling penting untuk diketahui dari surat dakwaan adalah, mengenai unsur-unsur tindak pidana. Bagaimana tindak pidana dilakukan? Bagaimana kronologis waktu dan tempat kejadian atau peristiwa tindak pidana? Namun, gara-gara kebijakan Darma Indo Damanik, informasi itu tidak dapat diketahui oleh publik terutama yang tidak hadir di persidangan.
“Kehadiran media di ruang sidang sebagai perpanjangan lidah masyarakat. Jika Darma Indo Damanik menutup akses itu, dia sama saja memotong lidah masyarakat,” tegas Jeffri.
Darma Indo Damanik tidak peka dengan nasib warga Riau terutama warga Indragiri Hulu terkhusus lagi warga Desa Rantau Bakung, Kecamatan Rengat Barat. Pada Agustus 2019 lalu, mereka menghirup asap akibat kebakaran hutan dan lahan yang salah satunya terjadi di lahan PT Tesso Indah. Korban asap perlu tahu pelaku yang mengakibatkan mereka menderita bahkan ada yang meninggal dunia.
“Darma pun pasti ikut menghirup asap saat itu. Sebab, dia mulai bertugas sebagai Ketua Pengadilan Negeri Rengat sejak 2018. Pasti dia merasakan sesaknya nafas di tengah pekatnya asap,” kata Jeffri.
Darma Indo Damanik beralasan, perekaman video dan suara dapat mempengaruhi keterangan saksi-saksi yang akan dihadirkan. Terlebih lagi, lanjutnya, kegiatan itu akan mengganggu jalannya persidangan. Darma Indo Damanik bersikukuh bahwa, itu sudah ketentuan hakim.
Menurut Jeffri, Darma Indo Damanik terlalu berlebih-lebihan dan mengandai-andai. Pada 2016, Senarai juga pernah melakukan pemantauan sidang perkara Karhutla terdakwa PT Palm Lestari Makmur yang diwakili tiga pengurus perusahaan di pengadilan yang sama. Ketua Hakim Sutarwadi dan anggotanya David Darmawan maupun Wiwin Sulistya saat itu tidak pernah mempersoalkan kegiatan Senarai merekam, mengambil video dan foto meski sidang tengah berlangsung.
“Persidangan berjalan lancar dan tidak yang merasa terganggu,” sebut Jeffri.
Apakah Darma Indo Damanik terpengaruh oleh Surat Edaran Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum (Badilum) Mahkamah Agung Republik Indonesia No 2/2020 yang terbit 7 Februari lalu? Jika iya, kata Jeffri, Darma Indo Damanik tidak mengikuti perkembangan setelah surat edaran itu ditolak masyarakat. Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali secara resmi meminta surat edaran itu dicabut pada 28 Februari 2020. Dan satu minggu kemudian, Dirjen Badilum Prim Haryadi resmi mencabutnya.
Senarai minta, Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung memeriksa serta menegur Darma Indo Damanik maupun hakim anggota lainnya, Omori Rotama Sitorus dan Maharani Debora Manullang. Senarai khawatir, persidangan yang tertutup dan dihalangi untuk didokumentasi akan melahirkan mafia peradilan.
Narahubung:
Suryadi—0852 7599 8923
Jeffri Sianturi—0853 6525 0049