Pekanbaru, 26 November 2024—Senarai menilai kunjungan Menteri Lingkungan Hidup (MenLH) Hanif Faisol Nurofik ke Riau pada 25 November 2024 yang hanya memitigasi sampah, dan himbauan untuk percepatan pemulihan 930 hektar tanah tercemar, monokultur sawit berdampak pada lingkungan hingga perlunya perlindungan satwa liar, tidak memberi kontribusi maksimal pada pemulihan dan pencemaran lingkungan hidup di Propinsi Riau.
“Harusnya MenLH mengevaluasi implementasi RPJMD Riau 2019-2024, bahkan sudah dimaktubkan dalam RPJP 2005-2025 atau 19 tahun Propinsi Riau belum sanggup menghentikan isu pencemaran dan perusakan lingkungan hidup karena pemerintah pusat tidak maksimal membantu menyelesaikan isu lingkungan hidup berupa kebijakan dan pendanaan,” kata Koordinator Senarai, Jeffri Sianturi.
Perda No 3 Tahun 2019 Tentang Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Propinsi Riau 2019-2024, salah satunya menyebut permasalah yang tidak bisa diselesaikan oleh Propinsi Riau, dan butuh bantuan pemerintah pusat yaitu rendahnya Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) di Provinsi Riau.
Dokumen RPJMD 2019-2024 mencatat:
IKLH Provinsi Riau pada tahun 2017 sebesar 68,64 merupakan terendah nomor lima di Pulau Sumatera dan kualitas lingkungan hidupnya masuk dalam katagori sangat kurang, penyebabnya menurunnya daya dukung dan daya tampung ekosistem air, tanah dan udara sehingga indeks kualitas ketiga ekosistem tersebut rendah. Kondisi ini tidak terlepas dari adanya permasalahan kualitas udara berasal dari kebakaran hutan dan lahan, dan emisi udara sumber bergerak atau tidak bergerak. Selain itu degradasi dan deforestasi hutan dan lahan gambut cukup tinggi, termasuk perubahan tata guna, fungsi hutan dan lahan gambut, serta okupasi kawasan konservasi, dimana lokasinya berada dalam empat (4) daerah aliran sungai (DAS) utama yaitu DAS Siak, Rokan, Indragiri dan Kampar. Kondisi ini menjadi salah satu penyebab status mutu air 4 sungai besar yaitu Sungai Siak, Rokan, Indragiri dan Sungai Kampar dalam katagori tercemar berat. Tingginya kerusakan lingkungan akibat Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI), yang terjadi di bagian hulu Sungai Indragiri dan bagian Hulu Sungai Kampar.
Sekitar 20 tahun lalu, Perda No 12 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Perda No 9 Tahun 2009 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Riau 2005-2025 telah menyebut persoalan lingkungan hidup yang sulit diselesaikan daerah yaitu:
Pertama, perubahan tutupan hutan alam (deforestasi) yang luas oleh hutan tanaman dan perkebunan monokultur. Kedua, degradasi lahan gambut dalam skala luas karena terdrainase sehingga rentan terhadap kebakaran. Ketiga, banjir di DAS Indragiri, Kampar, Siak dan Rokan serta potensi genangan air di perkotaan yang cenderung meningkat dan merusak infrastruktur kehidupan masyarakat. Keempat, abrasi dan pencemaran air di 4 sungai utama dan pesisir pantai yang mengganggu biota dan kehidupan masyarakat. Kelima, keanekaragaman hayati kian terancam oleh kehilangan habitat dan perburuan hingga menimbulkan konflik satwa dengan manusia. Keenam, pemanfaatan air bawah tanah secara berlebihan dan belum terkendali.
Selain membantu menyelesaikan isu Lingkungan Hidup yang tidak selesai dalam jelang 20 tahun pada 2025, MenLH juga harusnya memitigasi perkembangan denda pemulihan lingkungan dan ekologis hidup dari pembakaran hutan dan lahan yang dilakukan oleh korporasi sawit yang sudah berkekuatan hukum tetap.
Hasil pantauan Senarai, sekitar 18 perusahaan sawit dan pengurusnya di pidana denda dan digugat perdata oleh KLHK karena membakar hutan dan lahan yang menyebabkan dilampauinya baku mutu kerusakan udara, air dan tanah sehingga tercemar dan rusak. Total nilai perbaikan lingkungan hidup senilai Rp 19,09 Triliun dan denda pidana 32 Miliar.
“Ternyata kabar gembira itu tidak ada, kehadiran MenLH di tengah hujan sehingga Kota Pekanbaru banjir, hanya dilewati oleh Menteri, tanpa memitigasi, bahkan tanpa agenda jelas membantu perbaikan isu lingkungan hidup dalam 2o tahun terakhir yang tak bisa diselesaikan oleh pemerintah daerah karena kewenangan ada di pemerintah pusat, hanya mengulang-ulang kunjungan Menteri LH yang tidak berkontribusi pada perbaikan IKLH,” kata Jeffri Sianturi.
Narahubung:
Jeffri: 0853 6525 0049