Kabar Siaran Pers

Ma’mun Murod Salah Memahami Putusan Prapid, Menilai Menteri LHK atas lambannya Pengukuhan Kawasan Hutan

Pekanbaru, 9 September 2022— Senarai dan Jikalahari menilai pernyataan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau Ma’mun Murod paska putusan Prapid,”Salah memahami putusan Prapid, bahkan tidak mendidik publik dalam memberikan informasi yang benar,” kata Okto Yugo Setyo Wakil Koordinator Jikalahari. “Pernyataannya juga melemahkan penegakan hukum yang sedang dilakukan PPNS Dinas LHK Riau,” kata Jefri Sianturi Koordinator Senarai.

Kepada media, Mamun Murod mengatakan Putusan MK 45/2011, menjadi kendala penegakan hukum bidang kehutanan. “Sejauh ini masih ada kendala dalam melakukan proses hukum bagi oknum perambah hutan. Tetapi bukan karena DLHK tidak serius, melainkan terbentur Keputusan MK No 45 tahun 2011,” kata Maamun Murod di portal Liputanoke.com

Menurutnya putusan MK 45/2011 yang mengamanatkan pengukuhan kawasan hutan terdiri dari 4 tahapan, yaitu penunjukan, penataan batas, pemetaan dan penetapan. “Sementara areal kawasan hutan yang menjadi objek perkara baru sampai dengan tahapan penunjukan, penataan batas dan pemetaan oleh Kementerian LHK, sehingga di luar kewenangan DLHK. Kita berharap KLHK mempercepat proses penetapannya, sehingga jika ada oknum yang ingin menguasai kawasan hutan tersebut bisa kita pidanakan,” kata Murod.

Pernyataan Mamun Murod tentu keliru dan bisa menyesatkan. Hakim Salomo Ginting yang memutus Prapid tersangka Henry Silaban melawan Dinas LHK Riau pada 29 Agustus 2022 dengan nomor Putusan No 8/Pid.Pra/2022/PN Pbr.

Dalam pertimbangnnya, Hakim menyebutkan, berdasarkan pembuktian dari Pemohon dan Termohon sehubungan dengan lokasi tempat kejadian perkara yang menentukan apakah lokasi tersebut merupakan kawasan hutan atau bukan, menurut hemat Hakim adalah merupakan ranah yang telah masuk pokok perkara, namun menurut Hakim yang manjadi pokok utama yang harus dipertimbangkan yaitu apakah Termohon dalam menetapkan Pemohon sebagai Tersangka telah memenuhi mempunyai minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana yang tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor Perkara 21/PUU-XII/2014 jo Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan.

Tersangka Henry Silaban menyebut sebelum penetapan kawasan hutan merujuk putusan MK 45/2011 TKP bukanlah kawasan hutan karena belum dikukuhkan sebagai kawasan hutan.

“Hakim sudah menyebutkan dalam pertimbangannya, terkait tempat kejadian perkara, apakah kawasan hutan atau tidak, merupakan ranah pokok perkara. Justru, pokok utama permohonan praperadilan ini, apakah DLHK Riau memenuhi dua alat bukti dalam menetapkan tersangka,” kata Okto Yugo

Hakim Salomo Ginting dalam pertimbangannya menyatakan DLHK Riau tidak melampirkan bukti surat berita acara pemeriksaan saksi-saksi, ahli, tersangka atau daftar barang bukti. Sehingga hakim tidak dapat menilai dalil DLHK Riau yang menyatakan telah melakukan pemeriksaan (hal:52).

“Semestinya kalau Murod menyatakan serius dalam penegakan hukum kehutanan, seharusnya dia dan anak buahnya melampirkan bukti-bukti yang sesuai dengan aturan hukum. Atau jangan-jangan Murod memang tak paham,” kata Jeffri

Dalam pertimbangan hakim juga disebutkan, DLHK Riau belum mempunyai bukti awal yang cukup untuk menetapkan terduga pelaku perambah hutan sebagai tersangka. Pertimbangan ini merujuk Pasal Pasal 184 ayat (1) KUHAP.

Sebelumnya, praperadilan ini dimohonkan oleh Henry Silaban, operator alat berat. Dia ditersangkakan karena membersihkan kebun karet tua di Desa Sanglap, Kecamatan Batang Cenaku, Indragiri Hulu.

Menurut DLHK Riau, lokasi tersebut merupakan kawasan hutan yang dapat dikonversi. Sementara, Henry Silaban lewat kuasa hukumnya, Suhendro, membantah karena belum ada rangkaian pengukuhan kawasan hutan di sana.

Bukan kali ini saja pelaku perambahan hutan menggunakan senjata putusan MK 45/2011 untuk lari dari jeratan hukum. Alasannya kawasan hutan di Riau belum seluruhnya memenuhi 4 tahap pengukuhan kawasan hutan.

Tapi bukan berarti perambah hutan bisa bebas dari jeratan hukum, misalnya Sukhdev Singh dihukum 1 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar, Sudikdo dihukum 3 tahun penjara dan denda sebesar Rp 2 miliar dan Abdul Arifin dihukum 1,6 tahun penjara dan denda Rp 50 juta.

“Pernyataan Kadis LHK Riau, terkait putusan MK 45/2011 menjadi kendala penegaan hukum, persis apa yang diinginkan para perambah hutan, dan memberikan harapan bagi para pelaku perambah hutan untuk terus merambahan hutan yang dianggap belum sah sebagai hutan, ini berbahaya sekali,” kata Okto.

“Bila memang Ma’mun Murod mendukung Putusan MK 45, seyogyanya Ma’mun Murod mengusulkan ke KLHK untuk mempercepat pengukuhan kawasan hutan atau Dinas LHK Provinsi Riau melakukan pengukuhan kawasan hutan, hasilnya diusulkan ke Menteri LHK,” kata Okto.

Narahubung:

Okto Yugo Setiyo, Wakil Koordinator Jikalahari—085374856435

Jefri Sianturi, Koordinator Umum Senarai—085365250049

Aldo, Staf Kampanye dan Advokasi—0812 6111 6340

About the author

Jeffri Sianturi

Sejak 2012 bergabung di Bahana Mahasiswa. Menyukai Jurnalistik setelah bertungkus lumus mencari ilmu di lembaga pers mahasiswa ini. Menurutnya, ia telah 'terjebak di jalan yang benar' dan ingin terus berada di jalur sembari belajar menulis memahami isu lingkungan, korupsi, hukum politik, sosial dan ekonomi.
Siap 'makan' semua isu ini, ayo bumikan minum kopi.

Video Sidang

 

Untuk video sidang lainnya, sila kunjungi channel Youtube Senarai dengan mengklik link berikut Senarai Youtube