Kasus Karhutla PT Adei

PH: Hanya Buktikan Satu Dakwaan, Surat Tuntutan Tidak Bisa Diterima

berkas

 

–Sidang Kebakaran Hutan dan Lahan PT Adei Plantation and Industry Tahun 2013
Terdakwa Danesuvaran KR Singam dan PT Adei Plantation and Industry diwakili Tan Kei Yoong

berkas

PN PELALAWAN. SELASA, 5 Agustus 2014—Empat orang pengacara berjalan menuju ruang sidang Cakra Pengadilan Negeri Pelalawan, tiga laki-laki dan satu perempuan. Pengacara perempuan membawa tas jinjing. Tiga pengacara lainnya bawa ransel. Seorang di antara mereka menyeret koper ungu.

berkas4

Dengan langkah pasti mereka masuk ke dalam ruang sidang dari pintu samping. Jam menunjukkan hampir pukul 11.00. “Masih sepi ya,” kata Narendra Pamadya, seorang pengacara laki-laki berkacamata kepada temannya. Aktivitas di pengadilan memang baru saja berjalan normal kembali setelah libur lebaran.

banu

Tak berapa lama, masuk juga Tan Kei Yoong dan Danesuvaran KR Singam, melalui pintu yang sama. Tan Kei Yoong adalah Regional Direktur PT Adei Plantation and Industry. Danesuvaran bawahan Tan Kei Yoong, jabatannya General Manager PT Adei.

Mereka berkewarganegaraan Malaysia, bekerja di PT Adei Plantation and Industry, perusahaan sawit asal Malaysia yang mengelola perkebunan sawit di Indonesia, termasuk di Pelalawan. Sambil berjalan menuju ruang sidang, mereka berdiskusi menggunakan Bahasa Inggris.

danes2

Tiba di meja tim Penasehat Hukum, Narendra membuka koper ungu. Isinya disusun di atas meja. Ia berupa berkas nota pembelaan kasus kebakaran lahan PT Adei tahun 2013 untuk dua terdakwa: PT Adei Plantation and Industry serta Danesuvaran KR Singam.

hakim-ph

Satu nota pembelaan tebalnya lebih 100 halaman. Dibuat setidaknya rangkap tujuh, yang akan dibagikan untuk majelis hakim, panitera, penuntut umum serta terdakwa. Masih ditambah dua berkas lampiran, yang bila digabungkan, tebalnya melebihi nota pembelaan. Begitu pula berkas nota pembelaan satu lagi. Wajar ia tak menyisakan ruang bila dimasukkan ke dalam koper ungu berukuran sedang.

tan2

Hampir pukul 14.00, usai makan siang, sidang baru dimulai. Majelis hakim terdiri dari Yopi Wijaya, Ayu Amelia dan Ria Ayu Rosalyn memasuki ruang sidang, didahului panitera Seno Suhardjono. “Pak Donovan sedang berhalangan, jadi saya yang menggantikan sebagai hakim ketua,” kata Yopi dengan suara pelan sebelum ia membuka sidang. Ria Ayu Rosalyn menggantikan hakim Donovan Akbar Kusumo Buwono.

tan3

Yopi Wijaya ketuk palu sidang tiga kali tanda sidang dibuka. Danesuvaran KR Singam duduk di kursi terdakwa, siap mendengarkan nota pembelaan dari tim penasehat hukumnya dari Kantor Hukum Adnan Buyung Nasution and Partners yang berdomisili di Jakarta.

Keempat pengacara tadi membacakan nota pembelaan secara bergantian. Mereka akan berdiri saat mendapat giliran membaca.

Nota pembelaan terdiri dari empat bab. Pendahuluan, analisa fakta persidangan, analisa yuridis, serta kesimpulan.

Muhammad Sadly Hasibuan, yang paling senior, mendapat giliran baca lebih dahulu. Ia baca bab pendahuluan. Ia menyatakan menolak semua tuntutan penuntut umum.

Pada sidang sebelumnya, penuntut umum menuntut terdakwa Danesuvaran KR Singam berupa pidana penjara 5 tahun dan denda 5 miliar rupiah subsidair 6 bulan kurungan. Penuntut umum menggunakan dakwaan ketiga primer untuk menuntut terdakwa, yakni pasal 98 ayat 1 jo pasal 116 ayat 1 huruf b Undang-undang Lingkungan Hidup. Intinya terdakwa dianggap lalai mengatasi kebakaran lahan di areal kerjanya dan karena kelalaiannya menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan hidup.

Penasehat hukum menilai surat dakwaan dan berkas penyidikan cacat hukum karena saksi sengaja diarahkan untuk memberikan keterangan tertentu. “Ini terbukti dari 6 saksi yang mencabut keterangannya di BAP,” kata Sadly. Keenam saksi tersebut: Labora Bancin, Adi Firdaus, Rahmat, Arifin, Bambang Junaidi, dan Ardi. Semuanya bekerja untuk PT Adei dan ikut memadamkan api di lahan tempat kerjanya saat kebakaran tahun 2013 lalu.

Di dalam berkas acara penyidikan, keenam saksi tersebut menyatakan areal yang terbakar pertama kali di blok 19, 20, 21 di lahan KKPA PT Adei kerjasama dengan Koperasi Petani Sejahtera. Namun ketika memberi keterangan di pengadilan, keenam saksi kompak merubah keterangannya dari berkas pemeriksaan, meskipun mereka diperiksa secara terpisah pada hari yang berlainan.

Mereka menyatakan bahwa areal yang terbakar pertama kali adalah daerah aliran sungai Jiat, dan PT Adei tidak mengelola DAS karena ia milik masyarakat Desa Batang Nilo Kecil.

Selain itu, ada pula keterangan dalam BAP yang sama persis hingga ke titik koma dan kesalahan ejaan. “Seolah copy paste,” lanjut Sadly. Keterangan yang dimaksud antara saksi Labora Bancin dengan Arifin serta Labora Bancin dengan Rahmat.

Keterangan ahli kebakaran lahan Bambang Hero Saharjo serta ahli tanah Basuki Wasis, menurut penasehat hukum, tidak bisa diterima dan patut dipertanyakan. Bambang turun ke lokasi kebakaran untuk mengambil sampel tanah. Ia menggunakan pipa paralon. “Menurut peraturan harus menggunakan ring sample,” kata Sadly. Hal lainnya, Bambang sebagai ahli kebakaran lahan tapi mengambil sampel tanah. “Ini patut dipertanyakan karena tidak sesuai bidang keahlian.”

Keterangan Basuki Wasis di persidangan dinilai penasehat hukum memiliki kesalahan fatal. “Pada tabel hasil penelitiannya tertulis PT Kalista Alam, sedangkan ini perkara PT Adei. Ahli menggunakan data dari perkara lain,” ujarnya lagi.

Penasehat hukum juga mengkritik penuntut umum yang mengaitkan kebakaran dengan AMDAL PT Adei. “Perkaranya telah terjadi kebakaran yang bersumber dari lahan di DAS dan merembet ke areal KKPA PT Adei. Jadi tidak ada kaitan dengan AMDAL, RPL dan RKL PT Adei,” kata Sadly.

Padahal menurut ketentuan yang ada, AMDAL, RPL dan RKL merupakan landasan kerja dari perusahaan, termasuk perusahaan pengelola perkebunan sawit seperti PT Adei Plantation and Industry. Perusahaan harus mematuhi semua ketentuan dalam AMDAL.

Selain itu, berdasarkan peta AMDAL, DAS sungai jiat termasuk dalam areal KKPA yang dikelola PT Adei dan menjadi tanggung jawab PT Adei. Namun lahan di sekitar DAS tersebut, berdasarkan keterangan saksi di persidangan, masih dikuasai oleh masyarakat hingga kini.

Berdasarkan hasil tinjauan penyidik Polda Riau dan saksi ahli Bambang Hero ke lokasi kebakaran—yang kemudian dituangkan dalam surat dakwaan maupun tuntutan—terkuak bahwa PT Adei tidak punya sarana dan prasarana lengkap untuk mengatasi kebakaran lahan. Ia tidak sesuai AMDAL. Mesin air pemadam kebakaran kurang—harus beli lagi saat terjadi kebakaran tahun 2013, menara pemantau api dan pengumuman larangan membakar hutan tidak ada di areal KKPA, tidak punya embung—water management buruk, bahkan tidak punya tim patroli api dan tim pemadam kebakaran.

Penasehat hukum sudah menyiapkan pembelaannya terkait hal tersebut. “Sarana prasarana yang tidak sesuai AMDAL merupakan pelanggaran administratif, bukan pidana,” begitu bunyi nota pembelaan mereka.

Penasehat hukum dalam nota pembelaannya menyatakan, kalau pun PT Adei dinyatakan bersalah dalam kasus kebakaran lahan, yang harus bertanggung jawab adalah Sutrisno, asisten lapangan di lahan KKPA PT Adei, bukan terdakwa Danesuvaran. Alasannya Sutrisno sudah tahu kebakaran di DAS sejak 17 Juni 2013, namun ia baru memberi tahu Danesuvaran 2 hari kemudian, saat kebakaran merembet ke areal sawit produktif.

Pernyataan ini dijadikan dalil penasehat hukum untuk membuktikan bahwa unsur setiap orang pada analisa yuridis penuntut umum tidak terbukti.

“Berdasarkan keterangan semua saksi, tidak ada satu pun saksi yang melihat Danesuvaran membakar lahan. Terdakwa juga tidak pernah memerintahkan pembakaran. Malah terdakwa ikut aktif melakukan pemadaman kebakaran di lahan masyarakat yang berada di sekitar areal kerja PT Adei,” jelas penasehat hukum.

Penasehat hukum menyatakan bahwa tidak ada unsur kesengajaan dilakukan terdakwa Danesuvaran untuk membakar lahan PT Adei. Karena itu, mereka menilai unsur dengan sengaja melakukan pembakaran lahan pada analisa yuridis dianggap tidak terbukti.

Selanjutnya, penasehat hukum membuktikan unsur kebakaran yang terjadi telah melampaui baku mutu ambien sehingga menimbulkan pencemaran udara dan menyebabkan kerusakan lingkungan hidup. Mereka gunakan logika sederhana untuk membantah hal tersebut.

“Penuntut umum tidak mengukur berapa standar baku mutu ambien pada saat terjadi kebakaran. Jadi bagaimana bisa tahu kebakaran telah melampaui baku mutu ambien dan menimbulkan pencemaran udara yang pada akhirnya merusak lingkungan hidup?” tanya penasehat hukum.

Mereka juga menyatakan tidak ada hubungannya sarana prasarana kurang dengan baku mutu ambien terlampaui. “Bukan berarti ketika sarana prasarana lengkap, terjadi kebakaran, lantas baku mutu ambien tidak terlampaui,” kata mereka lagi.

Dengan demikian, penasehat hukum menganggap unsur melampaui baku mutu ambien pada analisa yuridis pasal yang dituntut tidak terbukti.

Pada bagian kesimpulan dari nota pembelaan, penasehat hukum menyinggung soal penuntut umum hanya menggunakan dakwaan ketiga primer untuk menuntut terdakwa. “Dakwaan kesatu dan kedua tidak dibuktikan. Dengan demikian surat tuntutan tidak bisa diterima karena hanya membuktikan satu dari tiga dakwaan,” jelas penasehat hukum.

Penasehat hukum menambahkan bahwa berdasarkan hasil penelitian Gunawan Jaya Kirana, ahli dari penasehat hukum yang dibayar untuk meneliti lokasi kebakaran, disebutkan bahwa tidak terjadi kerusakan tanah pada areal kebakaran. “Hasil penelitian merupakan hal ilmiah. Ketika ada dua hasil penelitian berbeda, ia tidak bisa dipakai di pengadilan,” kata mereka.

Hasil penelitian Gunawan berbeda dengan Bambang Hero dan Basuki Wasis. Bambang dan Basuki menyatakan bahwa telah terjadi kerusakan tanah pada areal terbakar yang menyababkan kerusakan lingkungan hidup.

Terakhir penasehat hukum memprotes mengapa hanya PT Adei yang dibawa ke pengadilan untuk kasus kebakaran hutan. “Padahal kita tahu tahun 2013 banyak terjadi kebakaran lahan dan ada 20 perusahaan diduga melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar. Tapi hanya PT Adei yang kena. Ini tidak adil dan menimbulkan citra buruk bagi peradilan hukum lingkungan di Indonesia,” sebut mereka.

Hampir tiga jam penasehat hukum bacakan nota pembelaan atas nama terdakwa Danesuvaran KR Singam. Berkas nota pembelaan dibacakan semua kecuali isi dakwaan serta keterangan saksi dan ahli.

Ia berbeda dengan pembacaan nota pembelaaan untuk terdakwa PT Adei Plantation and Industry. Ketika majelis hakim Ahmad Hananto, Sangkot Lumban Tobing, dan Wandah mempersilahkan tim penasehat hukum bacakan nota pembelaan tersebut, mereka hanya menghabiskan waktu sekitar setengah jam. Mereka bacakan bab kesimpulan saja.

Untuk terdakwa PT Adei Plantation, penuntut umum menilai PT Adei melanggar pasal 98 ayat 1 jo pasal 116 (1) huruf a Undang-undang Lingkungan Hidup, yakni sengaja membuka lahan dengan cara membakar dan menimbulkan kerusakan lingkungan hidup. Isi nota pembelaan terdakwa Danesuvaran KR Singam dan terdakwa PT Adei Plantation and Industry hampir sama. Bahkan substansi kedua nota pembelaan bisa dikatakan sama persis.

Yang berbeda adalah pembelaan pribadi yang disampaikan kedua terdakwa. Secara terpisah, Danesuvaran KR Singam dan Tan Kei Yoong mewakili perusahaannya, membacakan pembelaannya di depan persidangan. Nota pembelaan pribadi ditulis tangan di kertas HVS.

Pada pembelaannya, Danesuvaran katakan ia punya ibu yang sedang sakit dan mencemaskan dirinya, punya tanggungan istri dan dua anak yang masih kecil. “Anak saya selalu bertanya mengapa saya sudah sepuluh bulan tidak pulang-pulang,” katanya. Danesuvaran juga sampaikan tidak bisa berada dalam penjara yang penuh asap rokok.

“Karyawan di KKPA sangat bergantung pada kepemimpinan saya. Bila diganti dengan pimpinan baru, akan sulit karena masyarakat desa sudah mengenal dan percaya pada saya,” ujarnya.

Pembelaan lainnya: ia merasa sudah mematuhi aturan hukum Indonesia dengan cara melakukan upacara dan menaikkan bendera Indonesia di PT Adei setiap bulan tanggal 17, serta tidak pernah menyalahi ketentuan hukum yang ada. “Kebakaran tidak ada kaitannya dengan saya. Saya malah aktif mengadakan pelatihan pemadaman kebakaran untuk masyarakat desa,” katanya.

Tan Kei Yoong yang mewakili PT Adei lebih banyak menerangkan kondisi dan prestasi perusahaannya. Ada sertifikat RSPO, ada kebijakan zero burning, sarana prasarana lengkap, pelatihan kebakaran rutin dengan masyarakat setempat. “PT Adei sudah lama investasi di Indonesia, kita bahkan sudah melakukan replanting untuk tanaman sawit, jadi tidak mungkin membuka lahan dengan cara membakar,” ujarnya dalam posisi berdiri. Terakhir, ia menekankan bahwa perusahaannya sedang diaudit untuk mendapat sertifikat ISPO.

Kedua terdakwa memohon majelis hakim yang menyidangkan perkara mereka agar membebaskan mereka dari segala tuntutan.

Agenda sidang berikutnya pembacaan replik atau tanggapan dari penuntut umum atas nota pembelaan tim penasehat hukum. Banu Laksmana mewakili penuntut umum menyampaikan replik bisa dibacakan pada sidang minggu depan, 12 Agustus. #rct-lovina

Video Sidang

 

Untuk video sidang lainnya, sila kunjungi channel Youtube Senarai dengan mengklik link berikut Senarai Youtube