PN Pekanbaru, 27 Juli 2022—Setelah jawab-menjawab antara penuntut umum dan penasihat hukum. Kini giliran majelis hakim membacakan putusan untuk Terdakwa Andi Putra.
Andi Putra dihukum bersalah sebab telah melakukan korupsi berlanjut. Melanggar dakwaan alternatif pertama Pasal 12 huruf A UU Tindak pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 Kitab Undang Hukum Pidana. Dihukum penjara 5 tahun 7 bulan serta denda Rp 200 juta.
Andi putra terbukti melanggar unsur menerima hadiah dan janji dari PT Adimulya Agrolestari dalam pengurusan surat rekomendasi penempatan kebun plasma perusahaan di Kampar. Frank Wijaya menyuruh Sudarso untuk berkomunikasi dengan Andi Putra. Sebagai Bupati Kuansing ia berwenang untuk menetapkan lokasi kebun plasma. Surat rekomendasi yang akan dikeluarkan tersebut bisa dipakai untuk melengkapi syarat perpanjangan Hak Guna Usaha yang akan berakhir 2024 nanti. Frank Wijaya berkeras tidak mau kebun plasma di Kuansing, dengan dalih sudah bangun 21% di Kampar.
Uang Rp 500 juta yang diterima Andi Putra berasal dari Adimulya. Dalam catatan keuangan perusahaan disebut pinjaman via Sudarso untuk perpanjangan HGU. Hakim menilai itu sudah masuk perbuatan menerima hadiah. Tidak ada istilah pinjaman-meminjam, sebab dalam fakta persidang tidak pernah terungkap kapan uang dikembalikan dan perjanjian tertulis antara peminjam dan pemberi pinjaman.
Uang Rp 500 juta memang pemberian dari Adimulya. Hal yang sama juga dilakukan dimana Sudarso, Syahlevi Andra, Paino dan Fahmi Zulfadli memberikan uang kepada Panitia B saat rapat di Hotel Prime Park. Dan pemberian uang sampai kepada petugas pertanahan di Kantor wilayah ATR/BPN Riau.
Andi Putra juga terbukti melanggar unsur diketahui atau patut diduga hadiah atau janji diberikan untuk menggerakkan atau tidak sesuatu dalam jabatannya. Andi Putra sudah menerima uang Rp 500 juta dari janji Rp 1,5 Miliar. Sejumlah uang harus dikeluarkan untuk mendapatkan surat rekomendasi penempatan kebun plasma Adimulya di Kampar. Hakim menilai surat itu tidak punya kekuatan hukum.
Dalam Peraturan Kementerian Agraria Tata Ruang dan Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 tahun 2017. Pasal 40 huruf K disebut Pemegang HGU berkewajiban untuk; Memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling sedikit 20% dari luasan tanah yang dimohonkan HGU untuk masyarakat sekitar dalam bentuk kemitraan (plasma) sesuai dengan izin kegiatan usaha dari instansi teknis yang berwenang, bagi pemegang hak berbadan hukum. Tidak ada penyebutan perlu surat rekomendasi untuk penempatan kebun plasma.
Andi Putra sudah terbukti menyetujui adanya pemberian hadiah untuk menggerakkan hatinya untuk melanggar kewajiban sebagai penyelenggara negara.
Ia juga terbukti melanggar Pasal 64 ayat 1 KUHP; melakukan beberapa perbuatan meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran , ada hubungan sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut.
Andi sudah melanggar kewajiban sebagai penyelenggara negara dengan menerima Rp 500 juta dan janji akan diberikannya tambahan Rp 250 juta lagi bila surat rekomendasi keluar. Uang itu berasal dari Adimulya, diberikan atas perintah Pemilik perusahaan Frank Wijaya kepada Sudarso.
Hakim menolak penjelasan ahli yang dihadirkan terdakwa sekaligus pleidoi-nya.
Terkait permintaan penuntut umum diberikan hukuman tambahan berupa cabut hak politik dan uang pengganti untuk Andi Putra. Hakim menolak.
Terkait pencabutan hak politik, hakim berpendapat dalam perkara Sudarso yang dihukum 2 tahun penjara dan sudah berkekuatan hukum, tidak sebanding dengan Andi Putra yang harus dijatuhkan hukuman pokok dan tambahan cabut politik.
Terkait uang pengganti. Uang yang diterima Andi Putra merupakan uang Adimulya yang diberi Frank Wijaya lewat Sudarso. Dan bukan kerugian negara.
Hakim berpendapat hukuman ini layak diberikan kepadanya sebab tidak mendukung program pemerintah untuk mendukung pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktik KKN
Atas putusan, penuntut umum dan penasihat hukum memlih pikir-pikir.#Jeffri