Pekanbaru, Kamis 28 Juli 2022–Senarai apresiasi putusan majelis hakim PN Pekanbaru yang menghukum Andi Putra 5 tahun 7 bulan penjara. Tapi menyayangkan tidak mencabut hak politik Andi untuk dipilih selama 5 tahun setelah jalani pidana.
“Padahal pencabutan hak politik dapat menambah efek jera bagi pejabat. Sekaligus mendidik publik agar tidak memilih lagi pemimpin yang terbukti korup,” tegas Koordinator Umum Senarai, Jeffri Sianturi.
Andi Putra juga mengakui mendapat biaya kampanye dari Adimulia Agrolestari, saat mencalon anggota DPRD dan Bupati Kuansing. Andi juga tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi. Itu mestinya jadi pertimbangan majelis mencabut hak politik Andi. Tidak hanya untuk dipilih, sebagai mana tuntutan jaksa, tapi juga untuk memilih.
Menurut Jeffri, Bupati Kuantan Singingi nonaktif, Andi Putra, terbukti tidak berpihak pada masyarakatnya, karena hendak menyetujui keinginan PT Adimulia Agrolestari yang enggan membangun kebun plasma di Desa Suka Maju dan Bumi Mulya.
Sejak beroperasi pada 1998, Adimulia Agrolestari belum memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat di wilayah Kuansing. Pelanggaran itu berlanjut ketika perusahaan hendak memperpanjang Hak Guna Usaha (HGU) yang akan berakhir tahun mendatang.
“Majelis mestinya juga mengaitkan korupsi ini ke pelaku lain. Karena Andi Putra dan Sudarso (GM Adimulia Agrolestari telah dihukum) tidak serta merta bertindak sendiri,” jelas Jeffri.
Korupsi perpanjangan izin perkebunan sawit ini, berawal ketika Komisaris Utama Frank Wijaya memerintahkan Sudarso mengurus perpanjangan HGU. Kendala utamanya adalah, Adimulia Agrolestari belum memfasilitasi pembangunan 20% kebun masyarakat di sekitarnya.
Alih-alih menekan perusahaan mematuhi kewajiban tersebut, Kakanwil BPN Riau, M Syahrir, justru memerintah Sudarso minta rekomendasi ke Andi Putra. Isinya: Adimulia Agrolestari tidak perlu membangun kebun plasma lagi.
Ketika Sudarso menjalankan perintah itu, Andi Putra minta imbalan Rp 1,5 miliar. Frank Wijaya kemudian menyetujuinya. Mereka telah memberikan Rp 500 juta. Sesuai perjanjian penyerahan uang secara bertahap. Sebelum ditangkap, bahkan telah direncanakan penyerahan Rp 250 juta lagi.
“Sayangnya, majelis tidak mempertimbangakn rangkaian peristiwa korupsi itu untuk memerintahkan KPK menyelidiki Frank dan Syahrir,” ucap Jeffri.
Jeffri mendesak, KPK segera menetapkan Syahrir dan Frank tersangka berikutnya. Selain itu, Menteri ATR/BPN, Hadi Tjahjanto, juga harus memberhentikan Syahrir. Dia turut menerima Rp 1,2 miliar dari Sudarso saat mengajukan permohonan perpanjangan HGU Adimulia Agrolestari.