Kasus Andi Putra Korupsi

Bau Korupsi di Kanwil BPN Riau

Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Rabu 25 Mei 2022—Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi menghadirkan lima saksi dari Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Riau. Antara lain: Kabid Survei dan Pemetaan Dwi Handaka;  Analis Hukum Pertanahan Yeni Veranika; Kabid Penetapan Hak dan Pendaftaran Umar Fathoni, Koordinator Penetapan Hak Indrie Kartika Dewi serta Kakanwil M Syahrir.

Satu orang lagi dari Kantor Pertanahan Kuansing, Ruskandi, Kasi Survei dan Pengukuran. Mereka dicecar mengenai permohonan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) PT Adimulia Agrolestari (AA). Penuntut umum mengendus ada yang tidak beres sejak tahap awal permohonan diajukan ke Kantor Pertanahan Kuansing hingga masuk ke Kanwil BPN Riau.

Surat permohonan perpanjangan HGU yang ditandatangani Direktur Utama PT AA David  Vence Turangan, tertanggal 4 Agustus 2021 dan baru diterima Kantor Pertanahan Kuansing 12 Oktober. Sementara, pada 3 September sudah dilaksanakan rapat ekspos membahas kelengkapan dokumen yang diajukan PT AA tersebut.

“Jadi sudah ada pembahasan sebelum permohonan masuk di Kanwil BPN Riau?” tanya penuntut umum.

Pada tahap ini, baik Yeni Veranika, Indrie Kartika Dewi, Umar Fathoni maupun M Syahrir kompak mengatakan permohonan AA memang masuk ke kantor mereka pada 4 Agustus, sesuai tanggal surat perusahaan. Tapi mereka tidak menyangkal ada rapat ekspos pada 3 September di Hotel Prime Park, Pekanbaru.

Legal AA Fahmi, mengajukan permohonan perpanjangan HGU ke Kantor Pertanahan Kuansing tapi juga membawa permohonan itu ke Kanwil BPN Riau. Itu diakui Indrie karena menerimanya langsung lalu meneruskannya ke Yeni dan Sidik untuk diperiksa kelengkapannya. Mestinya Kanwil BPN Riau cukup menerima terusan permohonan itu dari Kantor Pertanahan Kuansing, karena luasan yang di mohon lebih dari 25 ha.

M Syahrir beralasan, pemeriksaan dokumen diawal bertujuan agar pada saat eskpos sudah diketahui kekurangan persyaratan. Padahal, dalam tahap perpanjangan HGU tidak mengenal rapat ekspos. Syahrir mengaku memang menabrak aturan dengan buat kebijakan sendiri.

“Pertimbangannya supaya permohonan tidak menumpuk, jadi tunggakan dan berakibat buruk dengan kinerja saya,” dalih Syahrir.

Salah satu sarat belum dipenuhi AA yang jadi pokok perkara ini, adalah mengenai pembangunan kebun masyarakat atau plasma di wilayah Kuansing. Pada saat ekspos, Direktur AA Sudarso, mengatakan perusahaannya tidak akan membangun 20 persen kebun masyarakat dari luasan HGU perusahaanya lagi, karena sudah ada di wilayah Kampar.

HGU AA memang semula terletak di Kampar. Pada 2019, terjadi perubahan wilayah. Sebagian HGU itu masuk wilayah Kuansing. Meski begitu, AA berlindung di balik surat Dinas Perkebunan yang menyatakan perusahaan itu telah memenuhi kewajiban plasma 20 persen dari luas Izin Usaha Perkebunan.

Padahal dalam pengakuan Yeni, saat eskpos Disbun Riau sebenarnya meminta pengecekan ulang terhadap kebun plasma  AA yang telah dibangun sejak 2011. “Karena sudah terlalu lama,” kata Yeni, mengulang ungkapan Disbun, kala itu. Yeni, merupakan notulen rapat ekspos.

Keputusan itu ditentang dua kepala desa, Budi Mulya dan Suka Maju. Mereka menolak HGU AA diperpanjang jika tidak bersedia memfasilitasi pembangunan masyarakatnya. Sedangkan Kepala Desa Beringin Jaya, lebih kurang sama. Setuju HGU AA diperpanjang, dengan catatan harus dibangunkan kebun plasma.

Untuk menyudahi perdebatan itu, Syahrir lagi-lagi mengambil keputusan yang menyimpang. Dia memutuskan agar AA meminta rekomendasi Bupati Kuansing agar menyatakan: setuju atau tidak kebun plasma tetapa di Kampar atau tetap mewajibkan perusahaan menyediakan di Kuansing.

“Kebun plasma itu adalah urusan pemerintah setempat. Rekomendasi dan berkas permohonan itu nanti kita kirim ke pusat (Kementerian ATR/BPN), karena keputusan perpanjang atau tidak HGU itu di sana,” kata Syahrir.

“Apa dasar hukumnya rekomendasi itu?” tanya penuntut umum. Pertanyaan ini ditujukan pada Yeni, Indrie dan Umar. Mereka tak dapat menjawab. Keputusan itu, kata mereka, diutarakan langsung oleh Syahrir.

Meski tak ada aturan yang mengharuskan AA dapat rekomendasi bupati agar perusahaan itu tak perlu melaksanakan kewajibannya membangun kebun plasma, Syahrir berdalih merujuk Permen ATR/BPN No 9/1999 tentang tata cara pemberian dan pembatalan hak atas tanah negara dan hak pengelolaan.

Padahal aturan terbaru, Permen ATR/BPN No 7/2017 dan SE 11/2020 mewajibkan perusahaan memfasilitasi pembangunan 20 persen kebun masyarakat dari luas HGU. Syahrir kembali membantah. “Menurut saya aturan itu hanya berlaku saat pendaftaran HGU pertama, bukan untuk perpanjangan.”

Bau korupsi perpanjangan HGU AA sudah tercium di Kanwil BPN Riau sebelum permohonan diajukan. Syahrir, mengaku bertemu Sudarso terlebih dahulu dua atau tiga kali. Di rumah dinas maupun di kantornya. Dia bilang, Sudarso hanya sekedar konsultasi.

Dalam perkara Sudarso, Syahrir disebut terima uang Rp 1,2 miliar setelah ada perbincangan antara keduanya. Syahrir membantah dan mengatakan itu fitnah. Sementara Sudarso menyebut duit itu diserahkan dalam bentuk mata uang Dolar Singapura, malam hari, di rumah dinas Syahrir, ketika yang bersangkutan hendak beranjak ke Dumai.

Bantahan Syahrir, sulit dipercaya. Sebab, anak buahnya mengaku terima uang dari AA, baik melalui Sudarso maupun Fahmi. Misal, Dwi Handaka. Dia paling banyak terima duit dari anak buah Syahrir lainnya, yakni Rp 120 juta.

Dwi, pertama terima Rp 50 juta. Katanya operasional bolak-balik mengurus peta bidang HGU AA ke Kementerian ATR BPN. Kedua juga Rp 50 juta saat AA mengurus pemecahan sertifikat HGU di Kuansing. Terakhir Rp 20 juta hanya untuk menandatangani sertifikat HGU milik AA. “Waktu itu saya juga Plt Kantor Pertanahan Kuansing yang mulia.”

Bahkan rapat ekspos di hotel dibiayai oleh perusahaan. Biasanya, rapat semacam itu cukup dilaksanakan di Kanwil BPN Riau langsung.

“Selama anda jadi Kakanwil, berapa perusahaan yang sudah mengajukan perpanjangan HGU?” tanya penuntut umum pada Syahrir.

“Banyak. Sekitar puluhan.”

“Dibuat rapat ekspos juga?”

“Tidak semua. Kalau luasannya kecil dibahas di kantor saja.”

“Perusahaan lain ada yang kasih uang juga?”

“Tak ada.”

Penuntut umum mengatakan KPK juga tengah menyelidiki keterlibatan Syahrir dalam perkara suap perpanjangan HGU ini. Penuntut umum sempat menyinggung komunikasinya dengan bekas Kepala Kantor Pertanahan Kuansing hingga sampai ke Kakawanwil BPN Pontianak. “Silakan ikuti saja pemeriksaannya ya.”

Dalam pemeriksaan kali ini, majelis hakim juga memanggil kembali dua saksi yang sempat diperiksa pada persidangan minggu sebelumnya: Agus Mandar dan Irwan Nazib. Waktu itu, keduanya mengatakan tidak ada usulan rekomendasi bupati pada rapat ekspos. Ketika keterangan itu dikonfirmasi langsung ke pejabat Kanwil BPN Riau, keduanya kompak meluruskan kembali keterangannya.

“Kami tak ada dengar soal usulan rekomendasi bupati, yang mulia.”

“Nah. Sebelumnya kalian bilang tak ada. Itu beda dengan tak dengar,” sanggah Ketua Majelis Dahlan.

“Ngapain aja kalian rapat itu? Keluar, tidur atau ngopi-ngopi saja?”

Keduanya terdiam. Agus Mandar padahal duduk di meja paling depan atau turut mendampingi sebelah Syahrir memimpin rapat. Agus dan Irwan juga terima duit dari Sudarso usai rapat ekspos itu.

Sidang ini dilanjutkan kembali, Kamis 2 Juni 2022.#Suryadi

About the author

Jeffri Sianturi

Sejak 2012 bergabung di Bahana Mahasiswa. Menyukai Jurnalistik setelah bertungkus lumus mencari ilmu di lembaga pers mahasiswa ini. Menurutnya, ia telah 'terjebak di jalan yang benar' dan ingin terus berada di jalur sembari belajar menulis memahami isu lingkungan, korupsi, hukum politik, sosial dan ekonomi.
Siap 'makan' semua isu ini, ayo bumikan minum kopi.

Video Sidang

 

Untuk video sidang lainnya, sila kunjungi channel Youtube Senarai dengan mengklik link berikut Senarai Youtube