Korupsi Korupsi Annas Maamun 2022

Annas Maamun Kembali Terjerat Korupsi

Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Rabu 25 Mei 2022—Belum genap dua tahun keluar dari Lapas Sukamiskin, Annas Maamun, mantan Gubernur Riau yang hanya menjabat 7 bulan, kembali diseret ke meja hijau.

Politikus senior, 82 tahun, itu harus mempertanggungjawabkan kasus yang sudah lama menantinya: korupsi pengesahan RAPBD P 2014 dan RAPBD 2015.

Annas minta penetapan anggaran tersebut dilakukan oleh anggota DPRD Riau yang akan mengakhiri masa tugas pada September 2014.

“Bertentangan dengan kewajibannya dalam penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN serta dilarang menerima gratifikasi,” kata Penuntut Umum KPK, Yoga Pratomo.

Proses itu dimulai pada Juni dan Juli. Secara bertahap Annas mengirim rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS), masing-masing anggaran.

Pembahasan oleh DPRD dimulai pada  8 Agustus 2014. Seperti rapat-rapat pemerintah daerah dan anggota dewan yang sering kita saksikan, pertemuan saat itu berjalan alot dan tidak mendapati kesepakatan.

Pasalnya, ada beberapa usulan pemerintah yang dipertanyakan anggota dewan. Namun itu hanya formalitas belaka. Sebab pada 19 Agustus, DPRD Riau akhirnya menyetujui RAPBD P 2014.

Begitu juga pembahasan RAPBD 2015, dua hari setelahnya. Kemudian dibahas lagi secara internal oleh tim Banggar dan komisi-komisi di DPRD Riau pada 25 Agustus. Sampai akhrinya RAPBD 2015 disahkan jadi Perda pada 4 September.

Kenapa pembahasan secepat kilat? Karena ada kesepakatan di luar formalitas itu. Masing-masing pihak saling tawar menawar.

Beberapa hari sebelum DPRD Riau rapat pembahasan RAPBD P 2014, Annas didampingi sejumlah kepala dinas terlebih dahulu bertemu Ketua DPRD Johar Firdaus, ketua-ketua fraksi dan komisi.

Annas menyampaikan, setuju dengan permintaan anggota DPRD Riau agar memperpanjang penggunaan mobil dinas selama dua tahun. Saat lelang, anggota DPRD periode itu juga diprioritaskan tetap memiliki kendaraan tersebut.

Tidak hanya itu. Pada rentang waktu masih menggantungnya pembahasan RAPBD P 2014, Annas menjanjikan uang Rp 50 juta sampai Rp 60 juta buat 40 anggota dewan yang akan ditentukannya sendiri.

Tawaran itu disampaikan Annas pada Suparman, anggota DPRD Riau. Suparman juga tim informal atau sebagai penghubung DPRD Riau dengan Annas. Tim ini dibentuk dadakan dan hanya berisi anggota Banggar, ketika pembahasan RAPBD P 2014 masih menuai perdebatan.

Selain Suparman, tim itu juga beranggotakan Zukri Misran, Koko Iskandar dan Hazmi Setiadi.

Lobi-lobi itu terus berlanjut ketika RAPBD 2015 hendak disahkan. Tiga hari sebelumnya, Annas memanggil anak buahnya ke rumah Dinas Gubernur Riau, Jalan Diponegoro, Pekanbaru.

Hadir pagi itu, Sekda Zaini Ismail; Asisten II Wan Amir Firdaus; Kepala Bappeda M Yafiz; Kepala BPBD Said Aqlul Amri dan Suwarno Kasub Anggaran.

Johar Firdaus juga diundang dan datang bersama Riky Hariansyah, anggota DPRD Riau.

Pertemuan itu barangkali untuk menghindari perdebatan seperti saat pembahasan RAPBD P 2014. Agar RAPBD 2015 cepat disahkan, Annas langsung menjanjikan sejumlah uang lagi pada tim Banggar.

Uang itu dikumpulkan dari beberapa anak buah Annas. Plt Biro Organisasi H Jonli menyerahkan Rp 110 juta, Ketua PMI Riau Syahril Abu Bakar Rp 400 juta dan Said Saqlul Amri Rp 500 juta.

Hari itu juga, Annas memerintahkan Suwarno menyerahkan uang Rp 1.010.000.000 tersebut pada anggota DPRD Riau Ahmad Kirjauhari. Keduanya bertemu di parkiran bawah gedung DPRD Riau. Uang dalam tas ransel hitam dan dua tas kertas hijau dimasukkan dalam mobil Toyota Yaris silver.

Empat hari setelah Perda APBD 2015 disahkan, uang itu mulai dibagi-bagikan. Ahmad dan Riky buat catatan terlebih dahulu di Rumah Makan Pempek, Jalan Sumatera, Pekanbaru.

Sebelum menggoreskan tinta, Ahmad beri tahu bahwa dia terima uang dari Annas Rp 900 juta. Sayangnya Riky tidak tahu jumlah sebenarnya. Sehingga tidak ada protes yang keluar saat itu. Perundingan keduanya pun berlanjut.

Pembagian awalnya begini. Ahmad dan Riky masing-masing Rp 100 juta dan Johar Rp 125 juta. Sedangkan Rp 575 juta lagi dibagi secara proporsional untuk 17 anggota DPRD lainnya. Kira-kira masing-masing akan dapat Rp 30 juta sampai Rp 40 juta.

Setelah itu, Ahmad dan Riky pindah ke Kafe Lick Latte, Jalan Arifin Ahmad, Pekanbaru. Johar memang sudah menunggu keduanya sejak pukul 4 sore.

Di sana, Johar tak setuju dengan pembagiannya. Dia minta Rp 200 juta. Pendek cerita akhirnya disepakati untuknya Rp 155 juta. Riky mengantar uang itu ke rumahnya di Komplek Pemda Arengka, Pekanbaru.

Ahmad sendiri baru membagikan Rp 50 juta pada Riky, separoh dari yang disepakati. Begitu juga pembagian-pembagian berikutnya. Tak sesuai besaran yang tercatat diawal.

Pada 9 September, Ahmad menyerahkan Rp 30 juta pada Solihin Dahlan. Esok harinya, dia menitipkan Rp 20 juta pada Riky agar diberikan pada Gumpita dan Ilyas Labai. Riky baru menyerahkan Rp 10 juta pada Gumpita. Sementara jatah Labai masih ditangannya.

Berdasarkan catatan pembagian uang yang termuat dalam dakwaan penuntut umum, artinya Ahmad masih memegang Rp 755 juta lagi.

Masih banyak yang perlu dibuktikan penuntut umum. Kemana sisa uang yang masih ditangan Ahmad? Selain itu, siapa saja terima uang yang dijanjikan Annas pertama kali lewat Suparman?

Sebab, terkait perkara ini KPK terlebih dahulu menyeret Ahmad, Johar dan Suparman. Masing-masing telah selesai jalani hukuman.

Ketika ditanya Ketua Majelis Dahlan, Annas mengaku mengerti dengan isi dakwaan penuntut umum. Dia mengikuti sidang dalam jaringan dari Rutan Kelas I Pekanbaru didampingi penasihat hukumnya.

Penasihat hukum Annas terdiri Maman Supriadi, Tua Alfaolo Harahap dan Aguslan Daulay juga tidak keberatan dengan dakwaan yang dibacakan Jaksa Yoga Pratomo tersebut. “Langsung saja pemeriksaan saksi, yang mulia.”

Penuntut umum mendakwa Annas dengan dakwaan alternatif. Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU pemberantasan tindak pidana korupsi.

Pembuktian dilanjutkan, Kamis 2 Juni 2022.#Suryadi

About the author

Jeffri Sianturi

Sejak 2012 bergabung di Bahana Mahasiswa. Menyukai Jurnalistik setelah bertungkus lumus mencari ilmu di lembaga pers mahasiswa ini. Menurutnya, ia telah 'terjebak di jalan yang benar' dan ingin terus berada di jalur sembari belajar menulis memahami isu lingkungan, korupsi, hukum politik, sosial dan ekonomi.
Siap 'makan' semua isu ini, ayo bumikan minum kopi.

Video Sidang

 

Untuk video sidang lainnya, sila kunjungi channel Youtube Senarai dengan mengklik link berikut Senarai Youtube