Koalisi Masyarakat Sipil Riau mengadakan diskusi dan bedah Undang-undang KPK, Rabu siang tadi. Acara yang bertempat di Aula Rusunawa Universitas Lancang Kuning ini dihadiri anggota Senarai, Jikalahari, Fitra Riau, Fopersma Riau, HMI Unilak serta mahasiswa se Unilak.
Acara ini mengundang Erdiansyah, SH., MH selaku Dosen di Fakultas Hukum Unilak dan UNRI sebagai pembicara.
Erdiansyah membedah Undang-undang KPK serta membandingkannya dengan UU sebelum di revisi. Ia mengatakan ada beberapa poin yang berdampak pada pelemahan KPK. Misalnya, KPK tidak lagi menjadi lembaga independen. “Dewan pengawas, yang nantinya akan dipilih oleh DPR atau presiden membuat KPK kehilangan keistimewaannya. Jika penyadapan dipantau langsung oleh dewan pengawas, maka besar kemungkinan informasi akan bocor.”
Nantinya, kata Erdiansyah, pastinya dewan pengawas ini banyak akan terlibat campur tangan dalam penindakan korupsi.
Kemudian, dengan revisi ini, nantinya KPK tidak dapat membuat kantor cabang di beberapa provinsi. Karena kewenangannya tidak ada, padahal dengan memperbanyak kantor cabang, akan makin memperkuat penindakan korupsi. Selanjutnya, kaum muda tak lagi dapat mencalonkan diri sebagai Ketua KPK karna batas umur untuk menjadi ketua adalah 50 tahun. Orang-orang yang punya semangat muda membara tak dapat lagi menjadi ketua.
Kemudian yang paling penting kata dosen tersebut, KPK dapat memberhentikan perkara serta jika perkara sudah berumur dua tahun, maka tidak dapat lagi dilanjutkan.
“Kan kasus-kasus besar itu penyelidikannya melebihi dua tahun, jadi jika memakai revisi undang-undang ini, maka kasus besar akan sulit terungkap.” Tambah Erdiansyah.
Setelah pembicara membedah UU tersebut, kesempatan dilempar kepada peserta untuk menanggapi. Sartika dari Forum Indonesia Transparansi Anggaran atau FITRA Riau menanggapi serta mengingatkan peserta bahwa pelemahan KPK ini sangat berdampak pada kondisi Riau saat ini, terutama asap.
Menurutnya, jika KPK dilemahkan, maka penindakan kasus korupsi khususnya lingkungan di Riau juga turut melemah. “Kita dari tahun ketahun akan terus terpapar asap karena tidak ada lagi yang sanggup menangkap penjahat-penjahat lingkungan Riau.”
Namun hal ini ditanggapi oleh Amir Arifin Harahap Selaku Presiden Mahasiswa Unilak. Ia mengatakan bahwa KPK tidaklah lembaga yang harus selalu dilindungi. Artinya, begitu banyaknya KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan, namun korupsi masih tidak berkurang di Indonesia.
“Misalnya saja, laporan keuangan KPK saja menghasilkan Wajar Tanpa Pengecualian, jadi KPK itu bukanlah lembaga yang sempurna.” Ungkap Amir.
Diskusi berjalan santai, banyak dari peserta yang turut menyampaikan pendapatnya. Termasuk Suryadi dari Senarai. Ia mengingatkan bahwa KPK mempunyai peran yang amat besar di Riau sehingga kita semua harus menolak segala upaya pelemahan terhadapnya.
“KPK berani menetapkan tersangka terhadap beberapa Gubernur Riau. Mereka ini adalah penjahat-penjahat lingkungan yang menyebabkan orang-orang Riau sesak nafas dan mati karena asap.”
Selain itu, kata Suryadi, Riau juga termasuk dalam zona merah pemberantasan korupsi Indonesia. Berarti keberadaan komisi anti rasuah itu sangat penting di Riau dalam hal pemberantasan korupsi. Sehingga revisi UU KPK perlu menjadi perhatian serius agar penegakan hukum tetap berlanjut.
Setelah saling silang pendapat tersebut, Erdiansyah selaku pembicara menegaskan bahwa kita harus sama-sama menolak RUU KPK. Bisa dengan mendesak Presiden RI menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang.
Untuk itu, Koalisi Masyarakat Sipil Riau yang hadir dalam acara tersebut memutuskan untuk mengadakan aksi keesokan harinya pukul 10 pagi di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Riau. Tuntutannya adalah menolah RUU KPK serta mendesak Presiden untuk mengeluarkan Perppu. Diskusi kemudian ditutup dengan foto bersama.*Wilingga Senarai