–Sidang Keempat Perkara Suap Alih Fungsi Kawasan Hutan Riau terdakwa Gulat Manurung
Audio: Sidang Guat Ke Empat
Jakarta, Senin 5 Januari 2015 – Belasan fotografer membidik wajah Zulkifli Hasan saat masuk ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat. Ketua Majelis Permusyawatan Rakyat (MPR) itu masuk bersama lima saksi lainnya dari Propinsi Riau. Mereka dipanggil Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi untuk bersaksi terkait perkara suap alih fungsi kawasan hutan Riau dengan terdakwa Gulat Medali Emas Manurung.
“Seumur hidup, baru kali ini saya menjadi saksi di pengadilan. Saya grogi, Yang Mulia,” kata Zulkifli Hasan sebelum mulai memberi keterangan.
Seperti biasa, jaksa usul dua sesi untuk pemeriksaan saksi. Sesi pertama Zulkifli Hasan selaku mantan Menteri Kehutanan. Sesi berikutnya lima saksi sekaligus: Arsyadjuliandi Rahman Pelaksana Tugas Gubernur Riau, M. Yafiz Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Riau, Irwan Effendi Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau, Supriadi Kepala Sub Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bappeda Riau, serta Ardesianto Kepala Dinas Tata Ruang Dinas Kehutanan Propinsi Riau.
Keenam saksi beri keterangan terkait revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) Riau.
“Tidak ada inisiatif dari Menteri Kehutanan dalam perubahan tata ruang menyangkut kawasan hutan, tidak boleh,” kata Zulkifli Hasan.
Prosedur yang benar, sambung politisi Partai Amanat Nasional ini, usulan perubahan tata ruang disampaikan bupati kepada gubernur. Gubernur menyampaikan usulan perubahan kawasan hutan kepada Kementerian Kehutanan.“Menteri membentuk tim terpadu, sesuai PP 10 tahun 2010. Tim melakukan kajian. Nanti terakhir Menteri Kehutanan yang ambil keputusan.”
Zulkifli Hasan mengakui kehadirannya pada Hari Ulang Tahun Propinsi Riau ke-57, 9 Agustus 2014, untuk menyerahkan Surat Keputusan Nomor 673 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan menjadi Bukan Kawasan Hutan, ditanda tanganinya 8 Agustus 2014.
“Tapi SK itu belum mengikat secara hukum, Yang Mulia. Ini yang banyak media belum tahu dan penting saya jelaskan,” ujarnya. SK 673, sambung Zulkifli Hasan, baru tahap pertama. Selanjutnya harus ada pengukuran tata batas di lapangan. “Kita harus hargai pihak ketiga, hak-hak masyarakat adat yang selama ini sudah berdiam di sekitar kawasan hutan.” Setelah tanda tangan berbagai pihak dan tidak ada hak-hak pihak lain yang diambil, “Barulah ditetapkan dan sah menurut hukum. Namanya penetapan kawasan hutan.“
Hakim Ketua Supriyono memberi keleluasaan Zulkifli Hasan berbicara. “Pada waktu HUT Riau, ramai sekali yang datang. Mungkin lebih dari 5 ribu orang. Saya sampaikan SK Perubahan. Dalam kesempatan itu, saya juga berpidato dan sampaikan dua hal,” lanjutnya.
Pertama, kata Zulkifli menyampaikan kembali pidatonya saat HUT Riau, banyak masyarakat Riau yang tidak memiliki lahan, sementara perusahaan banyak lahan, pihak luar negeri banyak lahan. Selama saya jadi Menteri Kehutanan, saya hanya memberikan satu izin baru selama lima tahun menjabat. Itu pun karena tanaman sagu.
Kedua, sambungnya, tata ruang wilayah Riau sudah selesai. “Kalau ada hak masyarakat terlanggar, silahkan lakukan perbaikan, karena kesempatan itu diberikan oleh konstitusi.”
Zulkifli Hasan beri batas waktu 14 hari bagi Pemerintah Propinsi Riau untuk mengajukan usulan revisi SK 673 tersebut, sebelum masa jabatannya sebagai Menteri Kehutanan berakhir pada 20 September 2014.
Tindak lanjut dari SK 673, rombongan Arsyadjuliandi Rahman, saat itu masih Wakil Gubernur Riau, datang menemui Zulkifli Hasan, sampaikan usulan perbaikan.
“Saya mau jelaskan soal berita di media yang menyatakan saya contreng-contreng dianggap setuju. Itu tidak betul. Agar beritanya tidak simpang siur, harus saya jelaskan, Yang Mulia, karena ini penting sekali buat saya,” kata Zulkifli Hasan.
Majelis hakim mempersilahkan Zulkifli Hasan memberi penjelasan. “Saya lihat usulan perbaikan SK 673 itu. Saya pelajari satu per satu. Ada jalan umum, pemukiman rakyat, bandar udara, satu-satu saya cek dan kasih disposisi untuk ditindaklanjuti sesuai peraturan berlaku, minta saran dan pertimbangan. Sampai terakhir, saran dan pertimbangan tidak saya terima dari instansi terkait. Jadi kemungkinannya hanya dua: usulan ditolak atau tidak memenuhi ketentuan. Itu saja.”
Ketika jaksa bertanya terkait detail kajian sebelum SK 673 ditanda tangani, Zulkifli Hasan mengelak. “Soal teknis adalah tugas eselon terkait. Menteri tidak sampai ke situ. Yang membidangi hal itu Dirjen Planologi,” kelitnya.
“Apakah Anda pernah menyatakan akan menyetujui usulan revisi asal tidak lebih dari 30 ribu hektar?” tanya jaksa Luki Dwi Nugroho.
“Tidak pernah, itu tidak boleh dilakukan Menteri Kehutanan selaku pejabat publik,” elak Zulkifli Hasan.
“Lantas Anda memberikan tanda contreng pada usulan revisi RTRWP Riau, dasar pedomannya apa
sehingga Anda bisa memutuskan disetujui atau tidak?”
“Kan saya baca. Saya lihat apakah masuk dalam kepentingan rakyat atau tidak.”
“Pertanyaan saya, apa dasar pedoman Anda sebelum memutuskan, ini masuk, ini tidak?”
“Memang itu hak saya.”
“Jadi tidak ada pedomannya, ya?”
“Kalau saya merasa penting, ya saya masukkan…”
“Berarti penilaian Saudara pribadi?”
“Kita periksa. Intinya usulan revisi tidak boleh melenceng dari usulan awal.”
Zulkifli Hasan mengetahui usulan revisi kedua RTRWP Riau. “Kasusnya sama seperti usulan revisi pertama. Tidak ada jawaban terkait saran dan pertimbangan. Kemungkinan ditolak,” jelasnya.
Ia tidak tahu dalam usulan revisi kedua tersebut ada masuk kebun sawit milik terdakwa Gulat Manurung yang tidak ada dalam usulan awal. Dari berkas yang dibawanya, Zulkifli Hasan bilang tidak ada usulan revisi yang memasukkan Kabupaten Kuantan Singingi, namun Rokan Hilir ada.
Sesuai dakwaan jaksa, kebun sawit Gulat Manurung yang masuk dalam usulan revisi kedua RTRWP Riau yakni di Kabupaten Kuantan Singingi seluas 1.188 hektar dan Bagan Sinembah Rokan Hilir 1.214 hektar. Untuk merubah status kebun sawitnya dari kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan/area penggunaan lainnya (APL), Gulat menyuap Gubernur Riau Annas Maamun senilai Rp 2 miliar. Mereka tertangkap tangan KPK saat serah terima uang suap di Perumahan Citra Grand Cibubur.
“Gara-gara kau, semua jadi rugi,” celetuk Zulkifli Hasan saat bersalaman dengan Gulat Manurung usai memberi keterangan.
Di akhir persidangan, tim penasehat hukum Gulat menyampaikan protes terkait perkataan Zulkifli Hasan. “Kata-kata itu tidak pantas diucapkan di depan persidangan yang terhormat. Meski klien kami terdakwa, belum tentu dia bersalah,” kata Jimmy Stevanus Mboe. Majelis hakim berjanji akan mengingatkan saksi-saksi berikutnya untuk bersikap dan berkata sopan selama proses persidangan.
ARSYADJULIANDI RAHMAN, Irwan Effendi, maupun M. Yafiz menyanggah pernyataan Zulkifli Hasan. Mereka bertiga termasuk dalam rombongan yang mengantar surat usulan revisi pertama RTRWP Riau kepada Zulkifli Hasan, 14 Agustus 2014.
“Saat itu Pak Menteri bilang bisa revisi, tapi jangan sampai lewat 30 ribu hektar,” kata Andi Rahman, panggilan Arsyadjuliandi. Irwan dan Yafiz membenarkan pernyataan Andi.
Terkait contreng yang diberikan Zulkifli Hasan saat membaca surat revisi pertama RTRWP tersebut, menurut mereka bertiga, tanda contreng berarti Zulkifli menyetujui usulan revisi itu.
Usulan revisi kedua RTRWP Riau diajukan pada 17 September 2014. Andi Rahman mengaku tidak terlibat dalam usulan revisi kedua. Menurut Irwan Effendi, “Setahu saya, usulan revisi kedua isinya tetap sama dengan yang pertama. Tidak ada usulan baru. Saya ikut rapatnya, tapi tidak mengantar surat.”
Keterangan M. Yafiz berbeda dari Irwan Effendi. Yafiz menjelaskan ada campur tangan Gubernur Riau Annas Maamun melalui Cecep Iskandar pada surat usulan revisi kedua RTRWP Riau. “Cecep bilang ada usulan tambahan dari Pak Gubernur, untuk kabupaten/kota. Akhirnya kita masukkan dari Dumai, Rokan Hilir, Indragiri Hilir, dan lain-lain,” katanya. “Apakah ada Kabupaten Kuantan Singingi?” tanya jaksa.
M. Yafiz tidak menjawab gamblang. Ia katakan Cecep serahkan hard copy usulan tambahan tersebut ke tim teknis yang membuat peta RTRWP Riau. “Kita masukkan,” katanya.
Dua tim yang bertugas membuat peta RTRWP Riau dihadirkan jaksa penuntut umum. Mereka adalah Ardesianto dan Supriadi.
Di depan persidangan, Ardesianto mengaku ia yang membuat peta RTRWP Riau sebagai lampiran pada surat revisi usulan pertama. “Untuk revisi kedua, saya tak terlibat utuh karena ada pekerjaan lain,” katanya.
Ardesianto menerima hard copy usulan tambahan kabupaten/kota dari Cecep Iskandar, seperti disampaikan M. Yafiz. “Pada 4 September, saya serahkan lagi ke Pak Cecep. Dia yang buat peta RTRWP untuk revisi kedua,” lanjutnya.
Selesai peta dibuat, Cecep Iskandar memberikan hasilnya kepada Ardesianto. “Katanya untuk arsip, jadi saya simpan.”
Ardesianto melihat peta yang dibuat Cecep Iskandar.
“Apa saja yang Anda lihat?” tanya jaksa.
“Ada peta kabupaten Kuantan Singingi, Indragiri Hulu, Rokan Hilir, Siak.”
“Siapa saja pemilik kawasan hutan di dalam peta itu?”
“Saya tidak tahu. Tapi di dalam file yang Pak Cecep kasih, ada singkatan-singkatan nama. Tertulis AM, Gulat cs. Itu saja yang saya ingat.”
Pernyataan saksi Supriadi senada dengan Ardesianto. Meski masuk ke dalam tim pembuat peta usulan revisi kedua RTRWP Riau, Supriadi mengaku tidak dilibatkan dalam proses pembuatan peta.
“Pak Cecep yang mengerjakan semuanya.”
Jelang akhir persidangan, Gulat Manurung diberi kesempatan bertanya kepada para saksi. Ia bertanya pada saksi Ardesianto.
“Memang benar saya minta Cecep Iskandar merubah peruntukan lahan sawit saya, dari kawasan hutan menjadi area peruntukan lainnya, di Kuantan Singingi seluas 140 hektar. Itu tanpa sepengetahuan Pak Andi Rahman, Pak Irwan, maupun Pak Yafiz. Karena saya pikir 140 hektar, seberapa luaslah itu. Tapi setahu Pak Ardesianto, apakah usulan itu sudah ditanda tangani Gubernur Riau?”
“Saat menyerahkan draft usulan kabupaten/kota itu pada saya, Pak Cecep menunjukkan foto satu areal di Kuantan Singingi. Ada cincinnya. Katanya, tahu kan siapa yang punya cincin ini? Dia lah yang perintahkan usulan itu harus masuk. Saya tahu cincin itu punya Gubernur Riau,” jawab Ardesianto. #RCT/Lovina