–Sidang Ketiga Suap Alih Fungsi Kawasan Hutan Riau Terdakwa Gulat Manurung
- Video: Gulat Perintahkan Anak Buah Dari Penjara
- Audio: Sidang Ke Tiga Gulat
Jakarta, 29 Desember 2014–Gulat Medali Emas Manurung, terdakwa perkara suap alih fungsi kawasan hutan Riau terlihat lebih santai dari minggu lalu. Ia umbar senyum begitu masuk ruang sidang Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat.
“Saya siap mengikuti sidang, Yang Mulia,” katanya di depan majelis hakim diketuai Supriyono. Minggu ini jaksa penuntut umum hadirkan 6 saksi. Mereka bercerita tentang uang Rp 1,5 miliar dari pengusaha Edison Marudut Marsadauli Siahaan. Uang ini dipinjam Gulat Manurung untuk menyuap Gubernur Riau Annas Maamun terkait alih fungsi kawasan hutan pada revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Riau.
Seperti minggu lalu, guna menghemat waktu, sidang kali ini dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama mendengarkan keterangan saksi Mangara Handaya Sinaga, Hendra Pangodian Siahaan, serta Yulia Rotua Siahaan. Sesi berikutnya saksi Edison Marudut Marsadauli Siahaan, Taty Rujiati dan Teti Indrayati.
Mangara Sinaga dan Hendra Siahaan anak buah Gulat Medali Emas Manurung. Mangara bekerja di kebun sawit milik Gulat di Rokan Hilir.
“Saya menjaga kebun Pak Gulat seluas 64 hektar, milik dia pribadi,” katanya.
“Apa peran Saudara terkait kasus ini?” tanya Supriyono.
“Saya membuat dan menandatangani kuitansi Rp 1,5 miliar saat Pak Gulat berada di dalam penjara.”
“Siapa yang menyuruh Saudara?”
“Hendra Siahaan.”
Hendra duduk di sebelah Mangara Sinaga. Ia juga anak buah Gulat Manurung, namun bekerja sebagai pegawai di PT Anugerah Kelola Artha, perusahaan bidang kontraktor milik Gulat. Di depan persidangan, Hendra membenarkan keterangan Mangara.
“Saya ditelepon Pak Gulat, sekitar seminggu setelah ia tertangkap tangan KPK. Awalnya saya ragu, kan Pak Gulat dipenjara, kok bisa telepon? Tapi setelah dengar suaranya, saya percaya kalau itu Pak Gulat,” katanya.
Lewat telepon, sambung Hendra, Gulat memerintahkan Hendra untuk mencari kuitansi dan surat tanah 10 lembar di dalam mobil yang diparkir di halaman rumah Gulat.
“Kau ambil dulu kuitansi dan surat tanah itu, kasihkan ke Pak Edison. Kalau tak dapat kau kuitansi itu, kau buat saja lagi kuitansi baru, yang sama seperti itu,” kata Hendra menirukan perkataan Gulat di telepon saat itu.
Sesuai arahan Gulat, Hendra diminta untuk menulis di kuitansi bahwa Gulat meminjam uang Rp 1,5 miliar kepada Edison Marudut. “Saya cari kuitansinya tidak ada, karena itu, sesuai arahan Pak Gulat, saya terpaksa buat baru,” aku Hendra.
Namun Hendra punya kesulitan. Ia tak bisa membuat kuitansi itu. Lebih penting lagi, ia tak bisa meniru tanda tangan Gulat Manurung. “Karena itu saya telepon Mangara. Minta tolong dia bantu meniru tanda tangan Pak Gulat.”
Mangara bilang ia meniru tanda tangan dengan melihat KTP Gulat. “Sebelum-sebelumnya sudah belajar dulu,” katanya. Menurut Mangara dan Hendra, kuitansi senilai Rp 1,5 miliar itu digunakan untuk melengkapi administrasi peminjaman uang dari Edison Marudut Marsadauli Siahaan.
Edison Marudut Marsadauli Siahaan adalah Direktur PT Citra Hokiana Triutama. Perusahaan ini bergerak di bidang kontraktor. “Sampai sekarang masih dapat proyek dari Pemerintah Propinsi Riau,” katanya.
Ia mengaku kenal Gulat Manurung sejak 2010. “Teman minum kopi, satu gereja,” lanjutnya. Di depan persidangan, ia bilang tak ada niat khusus meminjamkan uang Rp 1,5 miliar ke Gulat Manurung. “Hanya karena alasan pertemanan.”
Di sisi lain, Edison mengaku baru komunikasi lagi dengan Gulat Manurung. “Saya minta bantu Pak Gulat agar Gubernur Riau bisa resmikan aula gereja. Dia janji mau bantu. Saya tahu Gulat dekat dengan Atuk Annas,” beber Edison.
Tanggal 25 September, Gulat menghubungi Edison Marudut, minta ditemani tukar uang dollar Amerika Serikat ke dollar Singapura. Ini uang yang dipinjamkan oleh Edison Marudut. Namun di depan persidangan, Edison mengaku tidak tahu kalau itu uangnya.
“Saya ditelepon Pak Gulat, dia tidak tahu jalan Jakarta, minta tolong saya menemani ke money changer, saya bantu,” katanya.
“Masa tidak tahu itu uang Rp 1,5 miliar yang Anda pinjamkan ke terdakwa Gulat? Tidak Anda tanya?” tanya hakim.
“Tidak tahu, Yang Mulia. Saya hanya menemani.”
“Saya minta kejujuran Saudara saja…”
“Saya memang tidak tahu. Karena penyerahan uang dollar itu kan dari Pekanbaru.”
“Tapi kan Saudara diminta tolong tukar, pakai identitas saudara, tidak susah untuk tahu kalau itu uang Saudara.”
“Benar, saya tidak tahu, karena saya tidak tahu lagi wujud uangnya bagaimana.”
Majelis hakim masih terus mengejar kejujuran saksi Edison Marudut Marsadauli Siahaan.
“Kalau hanya menemani, mengapa penukaran uang di money changer harus pakai KTP Anda? Tanda tangan Anda? Bukannya menemani itu biasanya hanya menunggu di luar? Terdakwa yang seharusnya pro aktif saat penukaran uang.”
“Pak Gulat pinjam KTP saya. Saya hanya paraf, bukan tanda tangan.”
“Jadi kenapa penukaran uang harus pakai KTP Saudara?”
“Gulat bilang KTP nya tinggal.”
“Apakah Saudara tidak sadar kalau KTP Saudara dipakai artinya yang transaksi itu Saudara? Tidak sadar itu?”
“Memang pakai KTP saya.”
“Bagaimana bisa Saudara bilang menemani tapi yang tanda tangan formulir Saudara, pakai KTP Saudara? Itulah yang tidak masuk akal, makanya kami kejar terus.”
“Mengalir begitu saja, saya tidak berbohong, Yang Mulia. Gulat yang minta KTP karena KTP nya tinggal di mobil.”
“Ya sudahlah, nanti biar majelis hakim yang menilai. Yang jelas keterangan Anda berbeda dengan saksi di sebelah Anda.”
Saksi yang dimaksud majelis hakim adalah Teti Indrayati. Ia teller money changer yang melayani Edison Marudut dan Gulat Manurung saat hendak menukarkan uang dollar AS ke dollar Singapura. Ia bilang yang aktif saat proses transaksi berlangsung adalah Edison Marudut.
Jaksa Penuntut Umum juga menghadirkan saksi Yulia Rotua Siahaan dan Taty Rujiati. Yulia adalah bagian keuangan PT Citra Hokiana Triutama, perusahaan milik Edison Marudut. Dia berperan mencairkan uang Rp 1,5 miliar yang diminta Edison untuk diberikan kepada Gulat Manurung. “Saya cairkan di Bank Mandiri dalam bentuk Rupiah. Langsung saya berikan kepada Pak Edison di bank itu,” kata Yulia.
Edison Marudut lantas menukarkan mata uang Rupiah senilai Rp 1,5 miliar ke mata uang dollar AS di Bank Mandiri tersebut. Lalu diserahkan ke Gulat Manurung di depan Rumah Sakit Eka Hospital Pekanbaru pada 23 September.
Esoknya, uang itu yang dibawa Gulat Manurung dan Eddy Ahmad RM ke Jakarta untuk diserahkan ke Annas Maamun di Perumahan Citra Grand Cibubur.
Annas Maamun ingin dollar Singapura. Tanggal 25 September pagi ia telepon Gulat Manurung untuk menukarkan dollar AS ke dollar Singapura. Gulat minta tolong Edison Marudut untuk menemaninya.
Saksi Taty Rujiati membenarkan bahwa Gulat Manurung dan Edison Marudut datang ke money changer PT Masayu Agung, tempatnya bekerja, untuk menukarkan mata uang dollar AS ke dollar Singapura. “Saya tak melihat proses transaksi. Tidak tahu siapa yang pro aktif menukarkan. Saya hanya terima uang dari Teti Indrayati di ruangan saya,” ujar Taty.
Di akhir persidangan, Gulat Manurung memberi tanggapan. Ia membantah keterangan saksi Teti Indrayati dan menyatakan bahwa dirinya yang pro aktif menukarkan mata uang. “Saya pulang balik keluar ruangan karena bicara dengan Pak Annas Maamun di telepon. Orang tua itu berubah-berubah terus perkataannya. Sebentar ini, sebentar itu. Pusing saya,” katanya.
Terkait keterangan saksi Hendra dan Mangara yang menyatakan Gulat memerintah mereka dari dalam penjara untuk membuat kuitansi dan menyerahkan surat tanah 10 lembar, Gulat tak membantah.
Sidang selesai pukul 13.40. Edison Marudut saksi yang diperiksa paling lama karena diduga tidak jujur dalam memberikan keterangan. Sidang dilanjutkan minggu depan dengan agenda lanjutan pemeriksaan saksi. #RCT/Lovina
–Sidang Ketiga Suap Alih Fungsi Kawasan Hutan Riau Terdakwa Gulat Manurung
Jakarta, 29 Desember 2014–Gulat Medali Emas Manurung, terdakwa perkara suap alih fungsi kawasan hutan Riau terlihat lebih santai dari minggu lalu. Ia umbar senyum begitu masuk ruang sidang Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat.