Kabar M Ali Honopiah Siaran Pers Tindak Pidana Pencucian Uang

JPU Jangan Takut Menuntut Seberat-beratnya Terdakwa M Ali Honopiah


Pekanbaru, Senin  1 Oktober 2018
—jaksa penuntut umum mesti menuntut terdakwa M. Ali Honopiah, dengan pasal
3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang, pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Senarai merekomendasikan agar jaksa menuntut Ali, 15 tahun penjara denda Rp 8 miliar dan pidana tambahan mengembalikan uang hasil penjualan trenggiling sejak 2006.

“Tuntutan yang maksimal patut diberikan karena, Ali seorang anggota Polri tidak memberikan contoh sebagai penegak hukum yang harus taat dan patuh pada hukum,” kata Ahlul Fadli Koordinator Senarai.

Ali mulai bertugas pada 2003 di Kabupaten Bengkalis. Sejak 2006, ia bisnis sampingan jual minyak dan jual beli trenggiling, satwa yang dilindungi. Keuntungan jual trenggiling tiap bulan mencapai Rp 20 juta. Mulai 2011, bisnis itu diserahkan pada adiknya, Ali Muhammad. Ali pun pindah tugas di Polres Indragiri Hilir. Tapi, tetap mengendalikan bisinis dengan memberi modal dan mengarahkan adiknya pada pengepul.

Trenggiling dijemput dari Jambi, Sumatera Barat sampai ke Sumatera Selatan. Selanjutnya, hewan itu dibawa ke Sungai Pakning, Bengkalis untuk diangkut ke Malaysia. Mereka menjualnya ke Mr Lim, seorang berkebangsaan Malaysia, lewat perantara Widarto pengusaha di Batam. Dari Widarto, uang hasil penjualan trenggiling kemudian ditransfer ke rekening Zabri, kakak ipar Ali.

Rekening atas nama Zabri itu dibuat memang atas perintah Ali. Dia yang menguasai uang dalam rekening untuk berbagai keperluannya. Dari sini, penyidik kemudian menduga Ali melakukan pencucian uang, setelah divonis 3 tahun karena jual satwa yang dilindungi.

Kata Ahlul Fadli, Ali tahu gajinya sebagai Polisi jauh lebih kecil dari hasil jual trenggiling. “Karena itu, dia menyimpan uang tersebut ke rekening atasnama orang lain supaya tak ketahuan.”

Fakta sidang membuktikan, rekening Zabri menyimpan uang lebih Rp 7 miliar hasil penjualan trenggiling sepanjang 2017. Zabri dan Muhammad mengaku, rekening itu dibuat atas perintah Ali. Itu juga diakui Ali. Dia memindahkan uang itu ke rekening pribadinya Rp 274.150.000, ke rekening istrinya Mahdalena Rp 188.000.000 dan rekening adik iparnya Nopri Asrida Rp 178.735.000.

Sepanjang Januari sampai November 2017, Ali juga mengambil uang secara tunai baik melalui ATM maupun langsung ke teller sejumlah Rp 597.000.000.

Selanjutnya, Ali beli mobil Pajero Sport putih Rp 95 juta yang ditukar tambah dengan Pajero Hitamnya. Uang itu dikirim ke rekening Tri Martin sebelum ditransfer ke rekening M. Irfan sebagai pemiliki showroom Reza Motor, tempatnya beli mobil. Seolah-olah, Tri Martin yang beli mobil. Tri Martin mengaku beberapa kali bantu Ali dalam urusan jual beli mobil.

Tak lama, Ali kembali jual mobil itu ke M Irfan. Kali ini, menggunakan nama Dafit Tris Hardianto. Seolah-olah Dafit yang punya mobil. Uang penjualan mobil dikirim ke rekening Dafit terlebih dahulu oleh M Irfan, selanjutnya Ali perintahkan Dafit transfer ke beberapa rekening. Dafit juga mengaku, Ali sering nitip mobil di bengkelnya dan berpesan, supaya tidak beritahu pada orang lain bahwa itu milik Ali.

Ali juga ketahuan pura-pura jual rumah dengan cara menyerahkan sejumlah uang ke Yasrul, lalu memintanya mentransfer kembali ke rekening istrinya, Mahdalena. Ali buat kwitansi fiktif. Yasrul mengakuinya karena alasan hanya ingin membantu.

Ali terus belanjakan sebagian uang dalam rekening Zabri yang masih tersisa. Supardi pemilik Toko Martin, pernah mencatat transaksi jual beli sejumlah pakaian. Sumadi, pernah melihat Ali bayar penginapan di Swiss Bellin Hotel. Rio Alexander juga pernah menerima pembayaran atas pembelian sebuah kacamata. Gunawan Salim juga pernah melayani Ali ketika belanja aksesoris mobil di tokonya.

Cara Ali menyembunyikan kekayaannya sesuai dengan pendapat ahli Isnu Yuwana Darmawan. Bahwa, modus dalam kasus TPPU ada 3. Menggunakan rekening orang lain untuk menyimpan uang, kemudian memindahkan uang tersebut ke rekening pribadi atau keluarga dan membeli atau membelanjakan asset atas nama orang lain.

Ali mengaku, menyembunyikan sebagian hartanya untuk menghindari pemeriksaan penyidik. Tapi, katanya, sebagian uang itu diperoleh dari hasil penjualan kebun dan mobil Innova. Muri mengaku yang beli kebun Ali pada 2012 seharga Rp 350 juta. Andika mengatakan, telah membeli Innova Ali pada 2013 seharga Rp 199 juta.

Selama mengikuti persidangan, Senarai menilai, penyidik maupun jaksa penuntut umum tidak menggali lebih dalam orang-orang yang turut serta melakukan pencucian uang. Seperti Mr Lim, pengusaha dari Malaysia yang menampung trenggiling dari Ali. Jaksa mesti menghadirkannya sebagai saksi, guna menggali fakta, bagaimana ia mentransfer uang ke Widarto? Menggunakan rekening pribadi atau rekening orang lain?

Lalu, ada Tri Martin yang berperan selama Ali menyembunyikan asal-usul kekayaannya. Penyidik harus memeriksa Tri Martin anggota Polri yang bertugas di Polresta Pekanbaru. Dipersidangan dia mengaku, kerap membantu Ali dalam urusan jual beli mobil dan menggunakan rekeningnya. Adalagi seorang PNS atau dokter bedah di RSUD Tembilahan bernama Yasrul. Dia tahu, Ali jual beli trenggiling dan membantu Ali jual beli rumah dengan kwitansi fiktif.

“Kami yakin, Ali tidak sendiri. Ada oknum tertentu dan orang terdekatnya yang juga terlibat bisnis jual beli trenggiling,” tutup Ahlul Fadli.

Narahubung:

Ahlul Fadli—0852 7129 0622

Suryadi—0852 7599 8923

 

About the author

Nurul Fitria

Menyukai dunia jurnalistik sejak menginjak bangku Sekolah Menengah Atas. Mulai serius mendalami ilmu jurnalistik setelah bergabung dengan Lembaga Pers Mahasiswa Bahana Mahasiswa Universitas Riau pada 2011. Sedang belajar dan mengembangkan kemampuan di bidang tulis menulis, riset dan analisis, fotografi, videografi dan desain grafis. Tertarik dengan persoalan budaya, lingkungan, pendidikan, korupsi dan tentunya jurnalistik.

Video Sidang

 

Untuk video sidang lainnya, sila kunjungi channel Youtube Senarai dengan mengklik link berikut Senarai Youtube