Pelalawan, Kamis 15 Februari 2018—Ketua majelis hakim pengadilan negeri Pelalawan I Dewa Gede Budhy Dharma Asmara, bersama anggota Nur Rahmi dan Andry Eswin Sugandhi Oetara, membebaskan terdakwa PT Peputra Supra Jaya (PT PSJ) dari dakwaan penuntut umum.
Terdakwa PT PSJ didakwa, melanggar pasal 105 jo pasal 47 ayat (1) jo pasal 113 ayat (1) huruf a UU RI Nomor 39 tahun 2014 tentang perkebunan.
Dari hasil pantauan Senarai sebanyak 39 kali sidang, PT PSJ terbukti melakukan budidaya tanaman kelapa sawit melebihi luasan IUP yang dimilikinya dan beroperasi dalam kawasan hutan. “Ini akibat buruknya bila Penuntut Umum menggunakan dakwaan tunggal,” kata Ahlul Fadli, Koordinator Senarai.
Meski terbukti PT PSJ menanam sawit dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, “anehnya, Penyidik Mabes Polri dan Penuntut Umum tidak mendakwa PT PSJ menggunakan UU Kehutanan dan Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan,” kata Ahlul Fadli.
PT PSJ hanya memiliki IUP 1.500 ha pada 2011 dari 3.500 ha luasan tanam. Setelah dilakukan pengecekan oleh Polhut Okky Mahendra, ahli pemetaan Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menemukan, 307 dari 1.500 ha berada dalam kawasan hutan, termasuk sisa luasan tanam sekitar 2 ribu ha yang tidak memiliki IUP juga berada dalam kawasan hutan.
Pertimbangan majelis hakim, meski terdakwa PT PSJ hanya memiliki IUP dari sebagian luasan yang ditanam, berdasarkan pasal 114 ayat 2 UU 39 tahun 2014, terdakwa diberi jangka waktu 5 tahun untuk menyesuaikan izin.
Persoalannya, terdakwa PT PSJ menanam dalam kawasan hutan. Kata Ahlul Fadli, Koordinator Senarai, budidaya perkebunan tidak boleh dilakukan dalam kawasan hutan. “IUP yang dimiliki oleh terdakwa PT PSJ selama ini dianggap illegal, karena izinnya juga dalam kawasan hutan.”
Pertimbangan lainnya, majelis hakim menilai keberadaan PT PSJ sangat membantu perekonomian dan kesejahteraan masyarakat sekitar areal perkebunan mereka. Terlebih lagi masyarakat yang tergabung dalam koperasi dan bekerjasama dengan PT PSJ.
Tapi, majelis hakim mengabaikan keterangan saksi fakta Sugimin yang pernah menggugat terdakwa PT PSJ di PN Pelalawan, karena terdakwa dinilai ingkar janji. Sugimin adalah Bendahara Koperasi Rukun Makmur, yang protes pada terdakwa karena tidak pernah mendapat kejelasan soal hitung piutang dari kerjasama pola KKPA sejak 1996.
“Artinya, PT PSJ tidak benar-benar memberi keuntungan pada semua masyarakat dan anggota koperasi yang bekerjsama selama ini. Dengan begitu, pertimbangan majelis hakim terkait hal ini tidak dapat digunakan sepenuhnya,” tambah Ahlul Fadli. Majelis Hakim juga tidak memperhatikan kondisi kehadiran PT PSJ di lapangan.
Jikalahari menemukan perambahan PT PSJ dalam kawasan hutan dan konsesi PT NWR, mendorong perusakan Ekosistem Tesso Nilo dan menimbulkan konflik antara masyarakat adat serta tempatan dengan korporasi termasuk dengan satwa.
Keberadaan konsesi PT PSJ yang merambah kawasan hutan menghambat proses percepatan pemulihan ekosistem Tesso Nilo dalam program prioritas pemerintah pusat melalui Revitalisasi Ekosistem Tesso Nilo (RETN).
“Seharusnya PT PSJ segera ditindak karena merambah kawasan hutan. Izinnya dicabut dan arealnya didistribusikan ke masyarakat adat maupun tempatan, dengan skema perhutanan sosial untuk mengembalikan fungsi ekosistem Tesso Nilo dan memberikan manfaat ekonomi pada masyarakat,” kata Made Ali, Wakil Koordinator Jikalahari.
Narahubung:
Made Ali, Wakil Koordinator Jikalahari: 0813 7805 6547
Ahlul Fadli Koordinator Senarai: 0852 7129 0622