Sidang ke-8 Agenda: Mendengarkan Keterangan Ahli
PN Siak, Jumat, 16 Oktober 2020—Majelis Hakim Acep Sopian Sauri, Pebrina Permata Sari dan Farhan Mufti Akbar memimpin sidang pidana lingkungan hidup, terdakwa PT Gelora Sawita Makmur (GSM) diwakili Direktur Utama Ho Hariaty dan PT Wana Sawit Subur Indah (WSSI) diwakili Direktur Desi binti Sutopo.
Agenda sidang mendengar keterangan ahli. Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Siak Vegi Fernandez menghadirkan tiga orang.
Ahli Kebakaran Hutan dan Lahan Bambang Hero Saharjo
Hasil analisa hot spotnya berdasarkan satelit terra-aqua modis, terpantau sejumlah titik panas di lahan PT WSSI di 2019. Pada Juli 3 titik dan Agustus 15 titik. Ada pun berdasarkan satelit viirs, pada Juli 8 titik dan Agustus 48 titik.
Hasil analisa laboratorium, gas rumah kaca yang lepas selama kebakaran di PT WSSI, antara lain, 247,5 ton C; 86,625 ton CO2; 0,90 ton CH4; 0,40 ton NOx; 1,11 ton NH3; 0,92 ton O3; 16,02 ton CO dan 19,25 ton total bahan partikel.
Batas yang dapat ditenggang untuk SO2 adalah 1500 mg/M3, NO2 adalah 1700 mg/M3, NH3 adalah 1 mg/M3, total partikel 400 mg/M3 dan baku mutu udara ambien nasional untuk O3 adalah 235 µg/Nm3 dan CO adalah 30.000 µg/Nm3 untuk periode waktu 1 jam.
Kerugian lingkungan dan biaya pemulihan akibat kebakaran tersebut, kerugian ekologis Rp 9.555.671.250; kerugian ekonomis Rp 3.514.214.000; pemulihan Rp 26.840.000.000 dan pengaktifan fungsi ekologis Rp 927.121.250. Total kerugian lingkungan Rp 40.837.006.500.
Selain itu, pengamatan lapangannya menemukan, petak terbakar sebelumnya telah ditanami kelapa sawit tidak terawat dan sebagian lahan kosong yang memang mudah terbakar. Pohon kelapa sawit terbakar hingga ke akarnya. Kebakaran juga merata. Sarana prasarana minim dan tidak memadai.
Sistem peringatan dini dan deteksi dini tidak bekerja. Personil dan struktur organisasi tidak jelas. Operasional, akses jalan dan transportasi tidak memadai sehingga, upaya pengendalian kebakaran jadi tidak berarti atau dapat dikatakan perusahaan tidak melakukan apapun.
“Ada pembiaran. Kebakaran memang diharapkan. Setelah itu lahan tampak bersih dan mudah dikerjakan,” jelasnya. Namun, kata Bambang, kebakaran merusak lapisan permukaan atas gambut yang turun 5-10 cm.
Peralatan yang terdapat dalam gudang antara lain, mesin pompa air 3 buah; selang hisap 4 rol; selang keluar 27 rol dan 3 diantaranya rusak; 2 unit eskavator merk komatsu rusak; 1 unit zonder rusak; menara api atau pantau roboh dan 1 unit teropong.
Berdasarkan PP 4/2001 dan Permentan 5/2018, katanya, sarana prasarana tersebut sangat tidak memadai. “ Tidak diterapkannya aturan itu, dipastikan kebakaran disengaja, sebab perusahaan mengetahui lahannya rawan terbakar.”
Bambang juga memantau sebaran titik panas di PT GSM. Berdasarkan terra-aqua modis, sepanjang Juli 2019, terdapat 10 titik dan Agustus 43 titik. Dari viirs, Juli 36 titik dan Agustus 139 titik. Menurutnya, peningkatan titik panas dari hari ke hari dapat dipastikan perusahaan tidak melakukan tindakan apapun.
Adapaun gas rumah kaca yang dilepaskan, 87,29 ton C; 65,55 ton CO2; 0,68 ton CH4; 0,30 ton NOx; 0,84 ton NH3; 0,69 ton O3; 12,13 ton CO dan 14,567 ton total bahan partikel. Batas yang dapat ditenggang sama seperti penjelasan pada WSSI.
Kerugian lingkungan dan pemulihan, kerugian ekologis Rp 11.930.629.500; kerugian ekonomis Rp 4.550.268.182; pemulihan Rp 34.752.920.000 dan pengaktifan fungsi ekologis Rp 1.200.453.350. Total kerugian lingkugan Rp 52.434.271.030.
Hasil pengamatan lapangan Bambang di PT GSM sama hasilnya dengan PT WSSI. Lahan keduanya satu hamparan atau bersebelahan. Personil, sarana prasarana atau peralatan sama. Sistem deteksi dan peringatan dini juga tidak berjalan.
Katanya, PT WSSI dan PT GSM tidak memiliki dokumen rencana kerja pembukaan dan pengolahan lahan perkebunan. Dengan membakar, lanjutnya, perusahaan lebih untung karena biaya yang dikeluarkan lebih sedikit, ketimbang cara-cara ramah lingkungan.
Ahli Kerusakan Tanah Basuki Wasis
Di PT GSM ditemukan, lokasi terbakar adalah tanah gambut; pembangunan kanal menyebabkan kering dan mudah terbakar; kebakaran menyebabkan hilangnya tanah gambut; kemampuan gambut menyimpan air menurun dan gambut yang kering bersifat irreversible.
Blok O 18 koordinat N 00o48’ 31,9” E 101o 53’ 15,9”, tanaman kelapa sawit terbakar diameter 51 cm, kematian flora dan fauna tanah 100 %, kedalaman tanah gambut yang terbakar 10-20 cm. Juga ditemukan tunggak/log pohon hutan alam terbakar diameter 42 cm, 36 cm, 60 cm dan 250cm.
Masih blok yang sama tapi kordinat N 00o48’ 34,3” E 101o 53’ 16,6”, kematian flora dan fauna tanah 100 %, kedalaman tanah gambut yang terbakar 10-20 cm, tunggak/log pohon hutan alam terbakar diameter 50 cm, 52 cm, 42 cm, 40 cm, dan 14 cm, tanaman kelapa sawit terbakar diameter 51 cm, 33 cm, 62 cm dan 70 cm.
Sedangkan Blok O 19 kordinat N 00o48’ 35,6” E 101o 53’ 16,9” tidak terbakar masih ditemukan tumbuhan bawah seperti purun, pakis, rumput, alang-alang, kelakai dan lainnya serta binatang tanah seperti kumbang, laba-laba, semut, jangkrik, rayap, belalang dan lainnya. Juga terdapat tanaman kelapa sawit diameter 80 cm dan 90 cm.
Hasil analisa tanah di Laboratorium Bioteknologi Lingkungan (ICBB) Nomor : ICBB.LHP.XI.2019.1054, 13 November 2019, tanah rusak menunjukkan pH tanah meningkat akibat terbakar. Tanah gambut tidak terbakar pH nya 3,86 (sampel GSM T3A). Adapun tanah yang mengalami kerusakan pada sampel GSM T1A (pH 7,06), GSM T2A (pH 6,87).
Masih hasil analisa laboratorium yang sama, tanah rusak menunjukkan C organik menurun akibat terbakar. Gambut tidak terbakar C organiknya 56,14 % (sampel GSM T3A). Adapun tanah yang rusak C organik pada sampel GSM T1A (32,82 %) dan GSM T2A (35,86 %).
Kemudian, tanah rusak menunjukkan kadar air menurun akibat terbakar. Gambut tidak terbakar kadar air 82,71 % (sampel GSM T3A). Adapun kadar air tanah yang mengalami kerusakan pada sampel GSM T1A (44,21 %) dan GSM T2A (37,36 %).
Selanjutnya, pada tanah rusak menunjukkan bobot isi meningkat akibat terbakar. Gambut tidak terbakar bobot isi 0,53 gram/cm3 (sampel GSM F3A). Perbandingannya, bobot isi tanah yang mengalami kerusakan pada sampel GSM F2A (0,54 gram/cm3).
Selain itu, pada tanah rusak menunjukkan porositas menurun akibat terbakar. Porositas gambut tidak terbakar 67,68 % (sampel GSM F3A). Sedangkan porositas tanah yang mengalami kerusakan pada sampel GSM F2A (66,87 %).
Kesimpulan Basuki, terjadi kerusakan tanah dan lingkungan akibat kebakaran lahan PT GSM, Desa Sri Gemilang, Kecamatan Koto Gasib, Kabupaten Siak, Riau, berdasarkan PP 4/2001. Parameternya antara lain, keragaman spesies; populasi flora; subsiden; populasi fauna/binatang tanah; pH, C organik, kadar air, bobot isi serta porositas tanah.
Di PT WSSI ditemukan, Blok N 18 kordinat N 00o48’ 23,0” E 101o 52’ 43,1”, kebun kelapa sawit terbakar; kematian flora dan fauna 100 %; kedalaman tanah gambut yang terbakar 10-20 cm; tunggak/log pohon hutan alam terbakar diameter 19 cm, 38 cm, 30 cm dan 29 cm; tanaman kelapa sawit terbakar diameter 54 cm dan 70 cm; lebar kanal 4-6 m dengan tinggi muka air 60-80 cm.
Blok N 19 kordinat N 00o48’ 26,6” E 101o 52’ 43,0”, kebun kelapa sawit terbakar; kematian flora dan fauna tanah 100 %; kedalaman tanah gambut yang terbakar 10-20 cm; tunggak/log pohon hutan alam terbakar diameter 29 cm, 27 cm, 14 cm, 19 cm, 58 cm dan 19 cm; tanaman kelapa sawit terbakar diameter 65 cm dan 78 cm.
Blok N 18 tidak terbakar kordinat N 00o 48’ 19,2” E 101o 52’ 43,4”, ditemukan tumbuhan bawah seperti purun, pakis, rumput, kelakai, pulai, mahang dan lainnya serta biota tanah seperti kumbang, laba-laba, semut, jangkrik, rayap, belalang dan lainnya.
Hasil analisa Laboratorium Bioteknologi Lingkungan (ICBB) Nomor : ICBB.LHP.XI.2019.1053, 13 November 2019, gambut tidak terbakar pH 3,67 (sampel WSSI T1A). Adapun pH tanah yang mengalami kerusakan pada sampel WSSI T2A (5,51) dan WSSI T3A (6,87).
Kemudian, C organik tanah menurun akibat terbakar. Gambut tidak terbakar C organik tanah 54,05 % (sampel WSSI T1A). C organik yang mengalami kerusakan tanah pada sampel WSSI T2A (37,73 %) dan WSSI T3A (43,19 %).
Selanjutnya, Nitrogen (N) tanah menurun akibat terbakar. Gambut tidak terbakar N tanah 1,33 % (sampelWSSI T1A). N tanah yang mengalami kerusakan pada sampel WSSI T2A (1,13 %) dan WSSI T3A (1,05 %).
Setelah itu, kadar air tanah menurun akibat terbakar. Gambut tidak terbakar kadar air tanah 10,3 % (sampel WSSI T1A). Kadar air tanah yang mengalami kerusakan pada sampel WSSI T2A (9,5 %).
Bobot isi meningkat akibat terbakar. Gambut tidak terbakar, bobot isi tanah 0,48 gram/cm3 (sampel WSSI F1A). Bobot isi tanah yang mengalami kerusakan, sampel WSSI F2A (0,55 gram/cm3) dan WSSI F3A (0,53 gram/cm3).
Porositas tanah menurun akibat terbakar. Gambut tidak terbakar, porositas tanah 71,43 % (sampel WSSI F1A). Porositas tanah yang mengalami kerusakan, sampel WSSI F2A (66,67 %) dan WSSI F3A (68,07 %).
Kesimpulan, terjadi kerusakan tanah dan lingkungan akibat kebakaran lahan PT WSSI, Desa Rantau Panjang, Kecamatan Koto Gasib, Kabupaten Siak, Riau, berdasarkan PP 4/2001). Parameternya, keragaman spesies; populasi flora; subsiden; populasi fauna/binatang tanah; pH; C organik; nitrogen; kadar air; bobot isi dan porositas tanah.
Kata Basuki, satu parameter saja yang terpenuhi sudah masuk kriteria baku kerusakan. “Karena mau mengetahui dampak kebakaran terhadap lingkungan, semua parameter kita analisa. Selain itu, gambut yang rusak tidak bisa dikembalikan seperti semula. Biaya membakar memang murah, tapi umur gambut tidak panjang.”
Ahli Pidana Korporasi Hendry Julian Nor
Menurutnya, korporasi sebagai badan usaha dapat diminta pertanggungjawaban atas tindak pidana yang terjadi. Untuk membuktikan itu, katanya, dengan pendekatan teori identifikasi. Misalnya dengan melihat, tata kelola perusahaan; tindakan pengurus atau direksi dan mekanisme atau budaya kerja. Pertanggungjawaban pidana juga diminta pada korporasi bila mendapat keuntungan atas perbuatan pidana tersebut.
Tanggungjawab pidana juga dapat diminta pada pengurus korporasi, bila tidak melakukan langkah-langkah mencegah terjadinya tindak pidana atau secara tidak langsung juga dapat keuntungan. Pedoman dalam menjerat korporasi atas tindak pidana, kata Hendry, sudah diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung No 13/2016.
Selain itu, pertanggungjawaban pidana tetap dibebankan pada pemegang izin, meski pengelolaan atau kegiatannya bekerjasama dengan pihak lain di luar perusahaan itu sendiri.
Setelah semua ahli beri keterangan, majelis menunda sidang dan melanjutkan kembali, Selasa 20 Oktober 2020.#Suryadi