Sidang ke 10-Pleidoi
PN Rengat, 25 Oktober 2021—Majelis Hakim Nora Gaberia Pasaribu, Debora Maharani Debora dan Mochamad Adib Zain pimpin kembali sidang kabakaran hutan dan lahan PT Gandaerah Hendana, setelah seminggu ditunda. Penasihat hukum terdakwa persiapan pembelaan setebal 219 halaman serta bukti surat setebal ± 30 centimeter, untuk membantah tuntutan penuntut umum.
Selama proses persidangan berjalan, belum ditemukan pelaku yang sengaja membakar lahan dan perusahaan tidak sedang membuka lahan dengan cara membakar. Sehingga perusahaan tidak bisa dimintai pertanggungjawaban, sebab perbuatan itu tidak ia lakukan.
Lahan yang terbakar telah dikuasai, dimanfaatkan dan diokupasi oleh masyarakat Seluti jauh sebelum PT GH memiliki HGU disana. Artinya masyarakat sudah kuasai lahan lebih dari 20 tahun, bila dikaitkan dengan PP 24/1997 tetang Pendaftaran Tanah pada Pasal 24 ayat 2, bahwa masyarakat dapat mengajukan diri sebagai pemegang hak atas tanah. Selama ini Gandaerah hanya menerima dan menguasai hak secara de jure. Padahal secara de facto masyarakat yang diatas lahan sudah punya sertifikat. Lahan juga sudah di kerja samakan bersama PT Mitra Kembang Selaras dengan pola KKPA. Lahan sudah ditanami ulang sawit oleh masyarakat.
Tidak ada pihak desa dan kecamatan yang mengakui bahwa PT GH memiliki lahan diatas lahan terbakar. Dan berujung tidak dibolehkannya perusahaan untuk memasuki lahan.
Padahal selama ini perusahaan telah mengupayakan mediasi dengan masyarakat agar PT GH agar bisa membangun lahan tersebut. Surat permohonan penyelesian masalah dan pengambilan titik batas perusahaan selalu dikirim ke BPN Inhu dan Riau sejak 2012 hingga 2018.
Gandaerah turut berupaya memadamkan api dengan menurunkan personil pemadam kebakaran dengan alatnya beserta biaya operasionalnya. Dibantu pemadam kebakaran dari Manggala Agni dan TNI-Polri dari pemadam kebakaran Pelalawan. Untuk mempercepat pemadaman perusahaan menurunkan alat berat untuk membuat embung. Pemadaman lambat dilakukan karena akses menuju lokasi api sulit dilalui dan sumber air minim.
Sehingga tidak terbukti perusahaan mengabaikan kewajibannya untuk memelihara tanah, merusak sumber daya alam dan kelestarian lingungan hidup.
Perusahaan telah melengkapi sarana-prasarana untuk mencegah dan menanggulangi berdasarkan peta kerja dan peraturan perundang-undangan. Dan ketika cuaca kemarau sudah siap siaga untuk melakukan pencegahan terjadinya kebakaran.
Kini, lahan yang diokupasi masyarakat telah dilepaskan oleh PT GH seluas 2.791 ,49 hektar telah dijadikan objek TORA.
Tim penasihat hukum mengkritik penuntut umum yang lebih mengarahkan pemeriksaan sidang mencari kebenaran materil atas izin HGU no 16. Enggan membuka fakta terkait penguasan HGU Gandaerah yang dikuasai oleh masyarakat Seluti dan sertifikat yang sudah dikeluarkan diatas lahan terbakar. Terkait keuntungan perusahaan atas anggaran belanja alat kebakaran yang tidak dikeluarkan hanyalah argumentasi yang mengada-ada. Dan keterangan ahli penuntut umum yang telah menentukan pelaku pembakaran, bertentangan dengan hukum pidana dan fungsi ahli, sehingga harus dikesampingkan.
PT Gandaerah Hendana bermohon kepada majelis hakim supaya menjatuhkan putusan sebagai berikut : Menyatakan terdakwa PT GH tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pidana dalam Pasal 98 ayat (1) jo Pasal 116 ayat (1) huruf a Pasal 118 ayat (1) j Pasal 119 ayat (1) UU 32/2009 tentang PPLH. Membebaskan terdakwa dari segala dakwaan penuntut umum, Memulihkan nama baik terdakwa serta Membebankan biaya perkar kepada negara.
Atas pembacaan Pleidoi, penuntut umum akan menanggapi dengan replik pada 28 Oktober 2021.#Jeffri