Sidang ke 20: Putusan
PN Pelalawan, Kamis, 12 November 2020–Majelis Hakim Bambang Setyawan, Joko Ciptanto dan Rahmat Hidayat Batubara memimpin sidang pidana lingkungan hidup (Karhutla), terdakwa PT Adei Plantation and Industry diwakili Direktur Goh Keng Ee. Agenda sidang, pembacaan putusan oleh majelis setelah sebelumnya mendengar pembelaan terdakwa.
Majelis terlebih dahulu menanyakan kesiapan para pihak dan kemudian secara bergiliran baca putusan. Mereka menganalisa fakta persidangan berdasarkan keterangan saksi, ahli serta barang bukti.
Kesimpulannya, PT Adei Plantation and Industry dinyatakan bersalah dan mendapat pidana denda sebesar Rp 1 miliar serta denda tambahan untuk perbaikan pemulihan lingkungan sebesar Rp 2,9 miliar yang dimasukkan ke dalam kas negara.
Perbuatannya dinyatakan melanggar pasal 99 ayat (1) juncto pasal 116 ayat (1) huruf (b) UU 32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Hakim bilang PT Adei Plantation and Industry terbukti secara sah dan meyakinkan telah memenuhi unsur-unsur dalam pasal tersebut yang mencakup unsur pertama “Setiap orang yang menunjukkan badan usaha,” kemudian unsur kedua “yang karena kelalaiannya,” dan unsur ketiga “yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.”
Terdakwa telah lalai dalam menjalankan tanggung jawabnya sebagai badan usaha terhadap lingkungan sehingga mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
“Perusahaan tak memegang kewajibannya sebagai badan usaha yang memiliki izin. Sarana prasarana tidak memadai sehingga terjadilah kebakaran.” kata Ketua Majelis Hakim Bambang Setyawan.
Pada pembelaan sebelumnya, penasehat hukum terdakwa sempat mengatakan bahwa sarana sudah dilengkapi oleh perusahaan. Misalnya saja, menara pemantau api yang sebelumnya hanya satu buah dan tidak memenuhi standar, telah ditambah menjadi tiga.
Namun, hakim menganggap pembelaan itu harus dikesampingkan karena fakta yang diambil adalah sebelum terjadinya kebakaran. Artinya, PT Adei masih mempunyai satu menara api dan itupun tidak memenuhi standar.
Selain itu, kata majelis, terdakwa tidak memiliki sumber daya manusia yang memadai untuk mencegah terjadinya kebakaran. Hal ini memperkuat bahwa ia telah lalai.
Hal-hal yang menjadi alasan pemberat PT Adei Plantation and Industry adalah bahwa perbuatan atas kelalaiannya tersebut telah mempercepat pemanasan global, membahayakan kesehatan masyarakat serta menyebabkan kerusakan lingkungan kebakaran hutan dan lahan.
Menjadi alasan keringanan, terdakwa telah banyak membantu masyarakat dengan membuka lapangan pekerjaan, telah melengkapi sarana prasarana pasca terjadinya kebakaran. “Bukan murni kesalahan terdakwa sendiri, melainkan juga pemerintah karena tidak benar dalam melakukan pengawasan terhadap lingkungan.”
Setelahnya, hakim menanyakan tanggapan penuntut umum serta penasehat hukum. Keduanya menyatakan akan pikir-pikir dahulu terhadap putusan ini. #Wilingga