—Terdakwa PT Adei Plantation & Industry Diwakili oleh Tan Kei Yoong
PN PELALAWAN, SELASA 18 FEBRUARI 2014–Perjalanan tim rct ke Pelalawan di selimuti kabut asap tebal. Ratusan titik api telah menyala di Riau. persidangan yang dijadwalkan pukul 10.00 belum juga dimulai. Setelah menunggu sidang dimulai pukul 10.58. Berbeda dari biasanya kali ini persidangan menggunakan michropone dan sound system. Beberapa petugas sibuk mempersiapkan peralatan dan kursi untuk para saksi.
Masih dengan agenda pemeriksaan saksi kali ini Penuntut Umum menghadirkan lima orang saksi Adi Firdaus (Karyawan PT Adei), Amir (Ninik Mamak Desa Batang Nilo dari Suku Piliang), Bambang Junaidi (Karyawan PT Adei/Mandor), Arifin (Karyawan PT Adei/Mandor), Ardi (Karyawan PT Adei/Mandor).
Adi Firdaus, Karyawan PT Adei, Supir Humas
Labora Bancin (Ketua Koperasi KKPA Desa Batang Nilo Kecil), Adi ditelepon pada tanggal 19 Juni 2013. “Kebakaran di Blok 21,” ujarnya. Adi selain sebagai supir ia juga adalah Sekretaris Koperasi KKPA Desa Batang Nilo Kecil. Ia menjelaskan bahwa lahan milik masyarakat yang telah diserahkan ke koperasi lalu bekerjasama dengan PT Adei mempunyai sistem bagi hasis 85 persen untuk perusahaan dan 15 persen untuk masyarakat. Kerjasama itu berlangsung hingga konversi berakhir, namun ia tak tahu hal itu akan terjadi.
“Siapa yang bertanggung jawab terhadap pembakaran lahan?” tanya Safril.
“Koperasi,” jawabnya.
“Kenapa di BAP anda katakan PT Adei, sebenarnya siapa yang bertanggung-jawab,” tanyanya.
“Ga tau,” jawabnya.
Adi ditelepon akan kebakaran pukul 10.00 pagi, namun ia kelokasi pukul tiga sore. Dan berusaha memadamkan api.
“ Lahan yang terbakar di daerah aliran sungai, dan menjalar hingga ke kebun produktif,” jelasnya.
“Lalu bagaimana memadamkannya?” tanya Jaksa.
“Dengan satu mesin dan ember. Airnya diambil dari parit. Sungai tidak ada airnya tertutup rumput,” jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa lahan yang terbakar adalah lahan bermasalah. Adapun blok yang bermasalah blok 1,2,3,19,20,21. Ia mengatakan setelah terjadi kebakaran terdapat pancang-pancang akan ditanami di lokasi kebakaran. “Ga tau pancang milik siapa,” jelasnya.
Arifin, Karyawan PT Adei/Mandor
Menurut pria yang mengenakan batik hijau ini wilayah lahan Koperasi KKPA Desa Batang Nilo Kecil adalah tanah adat milik 3 suku yaitu: Melayu, Pilliang dan Palabi. Koperasi dibentuk untuk membangun kebun dengan sistem bapak angkat yaitu PT Adei. Arifin juga merupakan bendahara koperasi pengurus koperasi Desa Batang Nilo Kecil sejak tahun 2002.
Kebakaran terjadi di wilayah PT Adei. Labora Bancin (Ketua Koperasi KKPA Desa Batang Nilo Kecil), mendatanginya kerumah pada tanggal 17 Juni 2013. “Tanggal 18 ke lokasi jam 08:00 pagi udah tebakar semua,” ujarnya. “Yang terbakar blok 20, dan 21,” jelasnya.
Menurut anda lahan yang bermasalah di PT Adei yang mana saja?” tanya JPU.
“Blok 1,2,3 dan 18,” jelasnya .
“Jadi blok 19,20,21 tidak bermasalah?” tanya JPU lagi.
“Ga pak,” jelasnya.
Namun saat ditnya Penasehat hukum ia mengatakan blok 19, 20, 21 bermasalah. “Lahan sudah dijual masyarakat ke H. Main untuk membangun masjid,” jelasnya. Ia juga menjelaskan laha itu tak ditanami karena kerap banjir. Arifin menjelaskan kebakaran telah berhasil dipadamkan pada tanggal 18, padahal BAP ia mengatakan tanggal 30 baru bisa dipadamkan.
Amir, Ninik Mamak Desa Batang Nilo dari Suku Piliang
Lahan Koperasi KKPA Desa Batang Nilo Kecil dulu merupakan tanah adat yang dikelola tiga suku yaitu: Piliang, Palabi dan Melayu. Dulunya merupakan hutan dan sebagian dikelola sebagai ladang oleh masyarakat adat setempat dengan cara bertani dan berkebun.
“Lahan kami serahkan ke koperasi dan koperasi menyerahkan ke PT Adei. Saat itu belum tau ukurannya berapa,” jelasnya. Setelah penyerahan lahan taun 2008, hasilnya sudah dinikmati masyarakat sebesar 15 persen.“Diterima tiga bulan sekali Rp 200.000,00,” jelasnya. Uang itu ia gunakan untuk biaya sekolah anak-anaknya. Mengenai kebakaran hutan ia tidak tahu sama sekali.
Bambang Junaidi, Karyawan PT Adei/Mandor
Ia bekerja di PT Adei sebagai buruh harian lepas selama dua tahun. Mei tahun 2013 ia diangkat sebagai mandor perawatan. Setiap hari dia mengawasi para pekerja untuk melakukan perawatan terhadap sawit yang ada di blok 4-blok 24 PKPA Desa Batang Nilo Kecil yang dinaungi PT Adei.
“Jam tiga tanggal 19 Juni pak Simarmata (Sardiman) bilang ada kebakaran, saya disana disuruh kesana jam 6 sore,” jelasnya.
Sampai di sana ia bersama rekan melakukan proses pemadaman dengan sebuah mesin. “Jam 1 saya balek, karena shift-shift-an,” jelasnya. Mereka menggunakan air untuk melakukan pemadaman di blok 20, dan 21 dengan air dari kanal.
“Yang terbakar blok 20,21,” jelasnya.
“Air sungai tak ada udah kering,” jelasnya.
Selama bekerja disana ia tak pernah melihat adanya menara pemantau api di lokasi ia bekerja. “Tapi sekarang udah ada satu,” jelasnya.
Namun saat ditanya Penasehat hukum ia mengatakan yang kebakaran berada di daerah aliran sungai.
“Saya keberatan Penasehat menggiring, sudah jelas tadi jawaban sekarang digiring,” tegas syafril.
“Kami hanya bertanya tadi anda bertanyanya ga jelas,” ujar Sadly Hasibuan.
Keterangan beberapa saksi dipersidangan ini sering berubah saat ditanya oleh Penasehat Hukum, dengan jawaban saat ditanya JPU.
Persidagan kali ini tampak lebih hikmat, proses sumpah juga dibantu oleh pegawai. Dan penggunaan sound system dan mic, yang meski terlihat beberapa kejanggalan karena hakim belum terbiasa menggunakannya. Bahkan saksi sempat menabrak standmic untuk saksi hingga jatuh.
Sidang usai pukul 17.00, dilanjutkan minggu depan. #fika-rct