video, rekaman suara dan lembar pemantauan:
- riau corruption (youtube)
- saksi arifin (mp3)
- saksi bambang junaiadi, amir dan ardi (mp3)
- Lembar Pemantauan (pdf)
–Terdakwa Danesuvaran K.R Singam
PN PELALAWAN, RABU 19 FEBRUARI 2014–Kabupaten Pelalawan semakin pekat asapnya. Pandangan mata terhalang oleh asap, jarak pandang terhalang. Beginilah dampak kebakaran hutan yang terjadi di tahun lalu akibat kebakaran hutan. Persidangan dengan kasus kebakaran hutan terdakwa Danesuvaran dimulai tepat pukul 11.05.
Jaksa penuntut umum menghadirkan empat orang saksi: Amir (Ninik Mamak Desa Batang Nilo dari Suku Piliang), Bambang Junaidi (Karyawan PT Adei/Mandor), Arifin (Karyawan PT Adei/Mandor), Ardi (Karyawan PT Adei/Mandor).
Arifin, Karyawan PT Adei/Mandor/Bendahara KKPA Desa Batang Nilo Kecil
Tanggal 18 Juni 2013 ia diberi tahu Labora Bancin bahwa ada kebakaran yang terjadi di wilayah KKPA Desa Batang Nilo Kecil yang merupakan wilayah asuhan PT Adei. “Saya kesana esok harinya sudah habis semua tinggal asap,” jelasnya. Pemadaman api pun dilakukannya bersama rekannya dengan sebuah mesin yang ada. “Airnya kami ambil dari parit, karena kalau musim kemarau Sungai Jiat tak ada airnya,” jelasnya.
Tak hanya sebagai karyawan di lahan itu Arifin juga menjabat sebagai bendahara KKPA Desa Batang Nilo Kecil . “Di koperasi Tani Sejahtera kita berpola kemitraan dengan PT Adei,” jelasnya.
Arifin mengungkapkan bahwa lahan itu merupakan lahan milik masyarakat adat 3 adat: melayu, palabi dan piliang. Dulunya merupakan hutan dan ladang-ladang yang dikelola masyarakat secara tradisional. “Koperasi dibentuk atas saran PT Adei, agar kita bisa kerjasama dengan PT Adei,” jelasnya. Dan dari kerjasama mereka diberi Rp 200 ribu per tiga bulan oleh perusahaan.
Wilayah kebakaran terjadi di blok 19-22 menurutnya. Luas lahan terdiri dari 24 blok seluas 540ha.
“Blok 1,2,3, 19. Blok 19,20,21 udah ditumbang mau diolah PT Adei,” jelasnya.
Namun hal tersebut ditanyakan lagi oleh Penasehat Hukum.
“Siapa pemilik lahan 19,20,21, bukannya udah dijual ke Haji Main untuk biaya pembuatan mesjid,” jelasnya. “Keberatan yang mulia tadi sudah jelas penjelasan saksi,” ujar Syafril.
Lalu Syafril kembali bertanya kepada saksi. “Perjanjian berlaku dan tidak boleh menjual lahan sebelum mas konversi berakhir?” ujarnya. “Ia pak,” ujar Arifin.
Bambang Junaidi, Karyawan PT Adei/Mandor
Bambang mengatakan bahwa ia disuruh oleh Simarmata (Sardiman Saragih) yang datang jam tiga sore memadamkan api jam enam sore tanggal 19 Juni 2013. “Jam enam sore saya kesana blok 19,20,21 sudah mulai dipadamkan dan blok 21 sudah padam,” ujarnya.
Bersama karyawan PT Adei lainnya, mereka berempat memadamkan api dengan sebuah mesin air .
“Datang sore kesana karena shift kerja saya sore,” jelasnya.
Dan pada tanggal 20 dan 21 ia kembali ke lokasi kebakaran, api sudah mulai berkurang, dan mesin pemadam telah bertambah.
Amir, Ninik Mamak Desa Batang Nilo dari Suku Piliang
Lahan Koperasi KKPA Desa Batang Nilo Kecil dulu merupakan tanah adat yang dikelola tiga suku yaitu: Piliang, Parabi dan Melayu. Dulunya merupakan hutan dan sebagian dikelola sebagai ladang oleh masyarakat adat setempat dengan cara bertani dna berkebun. Tahun sekitar tahun 2000-an mereka menyerahkan lahan ke PT Adei bersama ninik mamak lainnya, dan Kepala Desa Zulkopri.
Saat itu penyerahan tak tahu berapa jumlah lahan yang terjadi di wilayah itu.
“Saat itu penyerahan ga pake ukur-ukur, cuma main tunjuk-tunjuk aja batas wilayahnya, jelasnya.
“Saat ini lahan dikelola oleh PT Adei,” jelasnya.
Setia bulan masyarakat menurut pria ini memperoleh jatah pertigabulan Rp 200 ribu perkapling untuk pemilik lahan. Namun tentang kebakaran yang Terjadi ia tidak tahu, karena jarak rumahnya dari lahan sekitar 10 km.
Ardi, Karyawan PT Adei/Mandor
Ardi adalah mandor pemupukan yang bertugas mengawasi semua wilayah KKPA Desa Batang Nilo Kecil seluas 24 blok. Ia mengawasi para pekerja buruh harian lepas yang bertugas memupuk.
“Tanggal 19 disuruh ke lokasi sama pak simarmata, sama safrizal,” ujarnya.
Disana mereka memadamkan api dengan sebuah mesin dengan air yang berasal dari pasir.
Di lokasi yang terbakar menurutnya blok 17 hingga 22.
“Anda memupuk ga di blok 19,20,21? “ tanya JPU.
“Mupuk pak,” terangnya.
“Berarti itu milik siapa, anda bekerja untuk siapa?” tanya JPU.
Ia hanya berdiam diri. Ia menjelaskan area 17-21 tidak dipadamkan. “Yang dipadamkan blok 22,” jelasnya. Ia juga menjelaskan pemadaman berlangsung selama 10 hari. Sidang dilanjutkan minggu depan. #fika-rct