- video: PT ADEI sengaja bakar lahan..(youtube)
- rekaman suara Bambang (mp3)
- rekaman suara basuki (mp3)
— Catatan sidang Terdakwa Danesuvaran KR Singam
Video Sidang: PT Adei Sengaja Bakar Lahan dan Rusak Lingkungan
PN PELALAWAN, 16 April 2014—Setelah ditunda dua minggu, sidang kasus pembakaran lahan PT Adei Plantation and Industry di Desa Batang Nilo Kecil Kabupaten Pelalawan dengan terdakwa Danesuvaran KR Singam, General Manager PT Adei, dilanjutkan kembali. Agenda sidang masih pemeriksaan saksi ahli yang dihadirkan pihak Jaksa Penuntut Umum.
JPU hadirkan dua saksi ahli pada sidang kali ini: Prof. DR. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr dan DR. Ir. Basuki Wasis, M.Si. Bambang sebagai ahli kebakaran hutan dan lahan, sedangkan Basuki ahli di bidang kerusakan tanah dan lingkungan hidup. Keduanya sama-sama peneliti dan dosen Institut Pertanian Bogor (IPB). Mereka sudah menangani lebih dari 200 kasus kebakaran hutan dan lahan.
Prof. DR. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr
Ini kali ketiga Bambang Hero Saharjo menjadi saksi ahli perkara hukum PT Adei Plantation and Industry kasus kebakaran hutan dan lahan. Pertama, tahun 2000/2001 di Pengadilan Negeri Bangkinang, PT Adei dinyatakan bersalah membakar hutan dan lahan di area kerjanya. Kedua, kebakaran lahan PT Adei di Mandau, Bengkalis tahun 2006, kasusnya diselesaikan di luar pengadilan. Dan ketiga, kasus hukum yang menjerat PT Adei untuk wilayah Pelalawan Desa Batang Nilo Kecil. “Kasusnya kurang lebih sama, perusahaan membuka lahan dengan cara membakar,” kata Bambang Hero Saharjo.
Ia turun ke lokasi kebakaran di area KKPA PT Adei Plantation hampir sebulan pasca kebakaran terjadi, tepatnya 16 Juli 2013. “Saya melakukan observasi lapangan,” ujarnya. Ia turun bersama penyidik dari Polda Riau dan didampingi oleh Sutrisno, asisten lapangan dari PT Adei Plantation.
Bambang mengambil sampel sebanyak 6 titik di lokasi kebakaran. Alat yang dibawa antara lain GPS, paralon, plastik, amplop, penggaris. Ia mengambil sampel tanah, serasah, rumput, serta tumbuhan di lokasi kebakaran. Sampel dianalisa di laboratorium. Dari analisa yang dilakukan, hasilnya, “PT Adei sengaja melakukan pembakaran untuk membuka lahan yang akan ditanami sawit,” simpul Bambang.
Selain mengambil sampel, Bambang Hero juga mengamati kondisi lapangan tempat kebakaran terjadi. Beberapa kejanggalan ditemukannya dan diungkap di depan persidangan.
Pertama, PT Adei tidak memiliki sarana prasarana yang lengkap untuk mencegah kebakaran. Padahal dokumen Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) PT Adei mewajibkan perusahaan memiliki sarana early warning system, yakni menara pemantau api, alat deteksi hotspot, serta papan peringatan dilarang merokok maupun membuang puntung rokok. “Itu semua tidak saya temukan di lapangan, padahal Adei ini perusahaan besar,” kata Bambang.
Perusahaan juga tidak punya struktur organisasi pemadam kebakaran dan tidak ada pelatihan untuk para anggota pemadam kebakaran. Karena itu, lanjut Bambang, PT Adei telah melanggar UU 18/2004 pasal 25 ayat 2 huruf c juga PP 26/2007 yang menyatakan bahwa perusahaan wajib memiliki sarana dan prasarana yang lengkap untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan.
Fakta persidangan mengungkap bahwa PT Adei berhasil memadamkan api di areanya 10 hari pasca kebakaran terjadi. Menurut Bambang hal itu tidak wajar dan membuktikan bahwa PT Adei tidak punya peralatan lengkap. “Kalau menara pemantau api dan alat pendeteksi hotspot ada dan berfungsi, 15 menit pasca kebakaran terjadi, api pasti bisa dipadamkan,” ujarnya.
Bambang menyatakan ada upaya pembiaran atau kesengajaan yang dilakukan PT Adei terhadap kebakaran di lahannya. Fakta di lapangan, kebakaran terjadi di Daerah Aliran Sungai (DAS). Setelah api merambat ke kebun sawit produktif, baru PT Adei berupaya memadamkan api dan membeli alat pemadam kebakaran karena kurang. “Kalau memang perusahaan komitmen tidak membakar lahan, kenapa tidak dari awal dipadamkan kalau tahu ada kebakaran di areanya?” kata Bambang.
Penjelasan lebih jauh, Bambang Hero menemukan water gate di sekitar area KKPA PT Adei yang berfungsi mengatur tinggi muka air pada kanal. Ia menjelaskan bahwa tanah di area KKPA adalah tanah gambut. Kanal-kanal membuat tanah gambut menjadi kering.
Supaya tanah gambut basah lagi dan gambut tidak rusak saat melakukan pembakaran lahan, maka tinggi muka air dinaikkan dengan mengaturnya melalui water gate sehingga lahan yang terbakar hanya di lapisan atasnya saja. “Kondisi ini membuat tanah gambut cocok ditanami sawit dengan biaya murah,” kata Bambang. Ia menambahkan, bila tidak membakar lahan, gambut perlu perlakuan khusus (diberi pupuk yang khusus) agar sawit bisa tumbuh dengan baik di tanah gambut, dan tentu butuh biaya mahal.
Bukti lainnya, lanjut Bambang, ditemukan patok dan tumpukan kayu log yang terbakar di lokasi. “Jadi, dari hasil observasi lapangan, saya yakin sekali PT Adei sengaja membakar lahan untuk ditanami sawit,” simpul Bambang Hero.
Penasehat Hukum terdakwa Danesuvaran mempertanyakan peralatan yang digunakan Bambang Hero untuk mengambil sampel. “Mengapa Anda menggunakan paralon yang terbuat dari PVC, sedangkan dalam ketentuan harus menggunakan ring sampel yang terbuat dari aluminium?” tanya Narendra Pamadya. PH beranggapan, peralatan yang tidak memenuhi standar bisa mempengaruhi hasil analisa laboratorium. Sehingga PH meragukan hasil perhitungan Bambang tentang emisi gas rumah kaca yang dilepaskan selama proses pembakaran berlangsung.
Di samping peralatan, tim pengacara dari kantor hukum Adnan Buyung Nasution and Partners ini juga meragukan kebenaran rumus yang digunakan Bambang Hero dalam menghitung emisi gas rumah kaca. Bambang menggunakan persamaan Seiler dan Crutzen. “Rumus yang Anda gunakan kok berbeda ya dengan rumus dalam artikel yang saya temukan? Ini artikel yang ditulis langsung sama Crutzen si penemu persamaan ini lho,” kata Narendra sambil menunjukkan artikel di dalam laptop Apple miliknya di depan persidangan.
Menurut perhitungan Bambang Hero, kebakaran lahan yang dilakukan PT Adei telah melepaskan emisi gas rumah kaca yaitu 270 ton karbon, 243 ton CO2, 0,78 ton CH4, 0,51 ton NOx, 0,22 ton NH3, 1,17 ton O3, 20,65 ton CO, dan 24 ton partikel yang sudah melampaui baku mutu kerusakan lingkungan. “Jadi PT Adei sudah merusak lingkungan hidup,” kata Bambang.
Di akhir kesaksian Bambang Hero, PH keberatan terhadap pernyataan Bambang yang menyatakan PT Adei sudah tiga kali melakukan pembakaran untuk membuka lahan sawit, serta memohon kepada majelis hakim agar menghukum PT Adei untuk kasus ini. “Pak Danesuvaran belum ada di PT Adei pada kasus-kasus yang sebelumnya, jadi dia tidak mengerti. Jangan dikait-kaitkan,” kata Indra dengan emosi.
DR. Ir. Basuki Wasis, M.Si
Sama dengan Bambang Hero, Basuki Wasis juga melakukan observasi lapangan sebelum menyimpulkan bahwa PT Adei telah merusak lingkungan hidup dengan melakukan pembakaran untuk membuka lahan. Basuki turun ke lapangan pada 12 Agustus 2013 dan 7 November 2013. Observasi pertama, Basuki menemukan kanal dan tanah gambut yang kering di lokasi kebakaran.
“Kanal-kanal bisa membuat tanah gambut menjadi kering,” katanya. Ia juga tidak menemukan embung yang berfungsi mencegah kebakaran lahan. “Dalam PP 50/2000 kanal diperbolehkan pada tanah gambut asalkan kedalamannya tidak lebih dari 25 sentimeter,” tambah Basuki.
Pada observasi tanggal 7 November 2013 bersama terdakwa Danesuvaran, Basuki menemukan 47 tumpukan kayu log yang sudah terbakar di lokasi. Ia menyatakan kayu log pasti ditumpuk menggunakan alat berat, tidak mungkin pakai tangan manusia. Ini membuktikan sudah ada persiapan membuka lahan dengan cara membakar.
Selain itu, pada 7 November Basuki juga menemukan pohon sawit yang tergenang di lokasi kebakaran. Ini menunjukkan, katanya, PT Adei tidak punya water management yang baik. “Kalau water management-nya baik, lahannya akan terjaga pada kondisi berair sedalam 25 sentimeter. Jadi mau musim kering atau penghujan pun sawit tetap tumbuh dengan baik. Tidak ada istilah sawit tidak bisa ditanam karena banjir, maupun sawit dalam kondisi tergenang,” jelas Basuki.
Basuki adalah ahli kerusakan tanah dan lingkungan hidup. Dari dua kali observasi lapangan, ia memperoleh data bahwa tanah gambut di lokasi kebakaran mengalami kekeringan dengan kedalaman 20-30 sentimeter. Tanah gambut yang terbakar 10 sentimeter. Kedalaman gambut di lokasi kebakaran mencapai 80-140 sentimeter.
Sifat fisik, kimia dan biologi tanah gambut sudah rusak akibat kebakaran lahan yang dilakukan. Sifat fisik yang diteliti Basuki yakni sedimentasi tanah. Ia menemukan adanya tanah mineral di lokasi kebakaran. “Dari dokumen Amdal, erosi sedimentasi secara alami kecil sekali, jadi tidak mungkin ada tanah mineral akibat sedimentasi alami. Pasti ada campur tangan manusia yang memasukkan tanah mineral di lokasi,” ujarnya. Tanah mineral dimaksud berada di sekitar area DAS yang terbakar, dan tanah mineral juga menyebabkan terjadinya pendangkalan sungai Jiat.
Sifat kimia yang dianalisa Basuki berupa pengukuran pH tanah. “Gambut memiliki pH yang rendah. Tanah gambut yang terbakar pH-nya naik dratis. Ini membuktikan memang telah terjadi kebakaran dan gambut menjadi rusak,” katanya.
Untuk sifat biologi tanah, Basuki menemukan banyaknya mikroba di dalam tanah yang mati, juga flora dan fauna yang mati di lokasi kebakaran. “Sesuai PP 4/2001, salah satu sifat saja terpenuhi, PT Adei telah dinyatakan merusak lingkungan hidup. Dalam kasus ini, semua sifat terpenuhi untuk menyatakan bahwa PT Adei sudah merusak lingkungan,” kata Basuki Wasis.
Penasehat Hukum terdakwa Danesuvaran meragukan hasil analisa Basuki Wasis yang tertuang dalam laporannya. Penyebabnya, pada salah satu tabel analisa, ada kata “PT Kalista Alam” pada judul tabelnya. “Ini kan perusahaan PT Adei, kenapa ada “PT Kalista Alam” pada dokumen Anda? Jangan-jangan Anda tidak meneliti, hanya copy paste dari hasil untuk Kalista Alam? Bagaimana saya bisa percaya dengan data Anda? Saya meragukan keabsahan data ini, Yang Mulia,” kata Indra Nathan Koesnadi, PH terdakwa menyatakan keberatannya pada majelis hakim.
Basuki menjelaskan bahwa terjadi kesalahan pengetikan pada judul tabel tersebut. Ia menunjukkan meski judulnya “PT Kalista Alam”, tapi angka-angkanya merujuk pada hasil penelitian untuk PT Adei. Namun PH tetap tidak percaya. “Kalau Anda tidak percaya, ya sudah, terserah Anda,” kata Basuki.
Meski tak percaya pada data tersebut, Indra tetap bertanya terkait angka-angka pada data itu. Basuki menjawab, “Kenapa Anda masih bertanya tentang data itu? Saya tidak mau menjawab pertanyaan Anda, kan Anda tidak percaya data saya,” ujar Basuki.
Persidangan berjalan alot. Beberapa kali terjadi perdebatan antara PH dengan JPU, maupun PH dengan saksi ahli. Majelis hakim berupaya menengahi sambil terus mendengarkan keterangan saksi ahli dengan cermat. Pukul 16.45 sidang ditutup dan dilanjutkan minggu depan dengan lanjutan pemeriksaan saksi ahli dari JPU. #rct-Lovina.