Sidang ke 11—keterangan saksi
PN Siak, Selasa, 3 November 2020—Majelis Hakim Acep Sopian Sauri, Pebrina Permata Sari dan Farhan Mufti Akbar, memimpin sidang pidana lingkungan hidup, terdakwa PT Gelora Sawita Makmur (GSM) diwakili Direktur Utama Ho Hariaty dan PT Wana Sawit Subur Indah (WSSI) diwakili Direktur Desi binti Sutopo.
Penuntut Umum Kejari Siak Vegi Fernandez, mestinya, menghadirkan Ahli Pidana Korporasi Alvi Syahrin, namun yang bersangkutan berhalangan, sehingga Vegi menyudahi pemeriksaan ahli hari itu dan merasa cukup untuk pembuktian. Selanjutnya, majelis memeriksa Ho Harity dan Desi. Keduanya juga saling bersaksi.
Desi binti Sutopo
Dia banyak tidak tahu dan paham mengenai kebakaran di kebun WSSI, termasuk tanggungjawab perusahaan dalam mengelola kebun sawit. Sebelum kebakaran, dia tidak menjabat dan bekerja di WSSI. Dia ditunjuk sebagai direktur, Februari 2020 atau setelah kebakaran 19 Juli-26 Agustus 2019.
Desi harus membaca catatan di mejanya tiap pertanyaan yang diajukan penuntut umum maupun majelis. Dia menjelaskan, luas kebun WSSI 5 ribu hektar lebih dan belum semua ditanami sawit atau baru sekitar seribuan hektar.
Api berasal dari lahan GSM lalu meramat ke lahan WSSI. WSSI hanya punya pompa air, 2 unit menara api, mesin robin dan 5 unit slang air masing-masing panjangnya 50 meter. Peralatan yang tak seberapa itu juga untuk menangani kebakaran di GSM.
Farhan sempat menegur Desi, supaya tidak melihat dan hanya fokus pada catatan di mejanya. “Kalau tidak tahu, bilang saja tidak tahu.” Desi kemudian mengangguk.
WSSI dan GSM kerjasama dalam pengelolaan kebun. Dua perusahaan itu juga beri kuasa pada PT Aneka Hasil Bumi (AHB) untuk membuka lahan dan budidaya sawit. Kata Desi, AHB mestinya tanggungjawab atas kebakaran itu, karena sudah disepakati dalam akta perjanjian. Meski begitu, Desi tidak mengerti tanggungjawab perusahaan pemegang izin dalam mencegah dan mengendalikan kebakaran.
Ho Hariaty
Dia menjabat Direktur Utama GSM sejak 2017. Juga wakil pemegang saham WSSI. Pemegang saham mayoritas WSSI adalah PT Sembada Maju Sentosa sebesar 78 persen. Sedangkan 95 persen saham GSM dikuasai PT Harapan Prima Berjaya. Ho Hariaty juga menjabat direktur dua perusahaan pemilik saham tersebut.
Sebagai wakil pemegang saham, dia berwenang mengangkat dan menunjuk direktur. Dia yang mengangkat Desi sebagai direktur WSSI dan sempat menunjuk Direktur AHB Muslim sebagai kuasa direktur WSSI, sepeninggalan Marjohan Yusuf.
Katanya, Marjohan mengundurkan diri karena usulannya untuk penyediaan sarpras kebun belum terpenuhi semua. “Keuangan perusahaan belum cukup beli semua peralatan.”
Dia baru tahu kebun GSM terbakar seminggu sejak api mulai melahap lahan. Dia tak pernah meninjau lokasi sampai saat ini. GSM sama sekali tidak memiliki sarpras bahkan regu pemadam kebakaran. Katanya, itu diserahkan semua pada WSSI, sejak 2009. Sementara, peralatan perusahaan itu sangat tidak memadai.
Sama seperti Desi, dia juga bilang, pengelolaan kebun dan segala tanggungjawab juga telah diserahkan pada AHB. Dia pernah menegur Muslim dan telah membatalkan kontrak kerjasama pada April lalu.
Luas lahan GSM juga sekitar 5000 hektar, namun baru ditanam lebih kurang 100 hektar. Sebelum terbakar, AHB memang tengah membuka lahan di sana, tapi belum ada penanaman. Sebagai direktur utama, Ho Hariaty maupun anak buahnya tidak pernah beri laporan ke pemerintah mengenai kegiatan di kebun. Dia juga tidak paham kewajiban yang mesti dipenuhi perusahaannya dalam mengelola kebun dan budidaya tanaman kelapa sawit.
Sidang dilanjutkan, Selasa, 10 November 2020. Penasihat Hukum terdakwa akan hadirkan satu ahli.#Suryadi