Catatan Sidang ke delapanbelas
PN PEKANBARU, RABU 22 JANUARI 2014— Persidangan baru dimulai pukul 10.30, karena harus menunggu terdakwa Rusli Zainal yang belum tiba di PN Tipikor Pekanbaru. Persidangan kali ini begitu ramai dihadiri pengunjung. Ada wajah baru dalam persidangan, tak seperti biasa pengunjung yang hadir melulu hadir dari awal persidangan. Sidang kali ini Jaksa Penuntut Umum KPK menghadirkan empat orang saksi, Ir. Suhada Tasman (Mantan Kadishut Riau), Diki Eldianto (Karyawan PT Adhi Karya), Judhi Priyadi (Manajer Koperasi Riau dan Kepri PT Adhi Karya), Satria Hendri (Mantan Deputi Projek Manajer Main Stadium Adhi Karya).
Ir. Suhada Tasman (Mantan Kadishut Riau 2003-2004)
Didorong menggunakan kursi roda Suhada memasuki ruang sidang. Mengenakan baju coklat bergaris plus dan songkok, ia tampak begitu kurus. Saat ditanya tentang kondisi kesehatannya ia menjelaskan tiga hari lalu baru saja masuk ke Rumah Sakit kembali. “Saya komplikasi, diabetes dan ginjal, belum gagal ginjal tetapi ginjal saya tidak berfungsi dengan baik dan tekanan darah saya tinggi sekali,” terangnya.
“Ya semampunya saja, kalau anda merasa tidak sanggup, kita sambung lagi di persidangan selanjutnya,” ujar Bachtiar Sitompul Ketua Majelis Hakim.
Ia pun memulai kesaksiannya terhadap kasus Rusli Zainal terkait dakwaan Izin Kehutanan.
“Tahun 2003 saya sahkan RKT, dan tahun 2004 Pak Gubernur yang mengesahkan,” jelasnya.
Awal tahun 2014 hingga bulan Mei, Suhada memutuskan untuk tidak memproses semua permohonan BKT karena belum memiliki dasar hukum yang jelas. Karena izin IUPHHK-HT akan diverifikasi. Ia menyurati Menteri Kehutanan Agustus 2003 meminta kejelasan tentang perizinan ini.
“Menhut justru membalas surat dan meminta Mendagri mencabut izin,” ujarnya.
Tak hanya itu yang membuatnya bingung, keluar kembali SK Menhut 45 tahun 2004 yang menyebutkan RKT yang tidak disahkan dalam waktu 30 hari sah dengan sendirinya.
“Saya tak mau tanda tangan lagi sejak itu, saya diskusikan dengan Gubernur (Rusli Zainal) katanya ini kan sudah rutin. Siapkan saja berkasnya, tolong sampaikan ke saya, “jelas Suhada.
Atas perintah tersebut Suhada menyuruh staffnya untuk mempersiapkan berkas untuk membuat surat pengantar, yang diartikan staffnya sebagai nota dinas. “Saya hanya mengikuti perintah Pak Gub saja, karena Gubernur itu ibarat orang tua, Menhut ibarat paman,” jelasnya.
Menanggapi soal penolakan pembuatan nota dinas oleh staffnya Frederik Suli ia membantahnya. “Tidak pernah ada buktinya samapi sekarang,” tegasnya.
“Sebelum sahkan RKT 2003, saya minta persetujuan ke Gubri, waktu itu Saleh Djasit, disetujui begitupun tahun 2004,” jelasnya.
Menjawab tentang mengapa Rusli Zainal yang melakukan tanda tangan BKT ia menjawab itu merupakan perintah. “Saya arahkan Gubernur tanda tangan karena Gubernur bilang sudah rutin, dan beliau yang menyuruh menyiapkan berkasnya,” ujar Suhada.
Dicky Eldianto ( Mantan Karyawan PT Adhi Karya)
PT Adhi Karya dalam memiliki proyek main stadium PON. Kala itu ia ditelepon oleh Lukman Abbas untuk bertemu di rumah Taufan Andoso. Pada saat itu hadir Nanang (PP), Syarif Hidayattullah (Anggota DPRD Prop. Riau), Adrian Ali (Anggota DPRD Prop. Riau), Lukman Abbas (Kadispora Prop. Riau), Aka Dharma (Staff Kadispora).
“Syarif bilang butuh dana PON, awalnya 4 M, kami bilang ga ada dana begituan, lalu Syarif dan Adrian diskusi dan bilang lagi 1,8 M. Dia minta harus ada setengah minggu depan dewan sudah reses, semua yang hadir dengar, “ ujarnya.
Ia pun bertanya kepada atasannya Pak Haji, namun atasannya untuk tidak menggubris permintaan itu. namun Lukman Abbas terus mendesak soal permintaan itu.
Tak hanya permintaan dari DPRD Propinsi Riau, Dicky juga mengatakan permintaan uang dari terdakwa Rusli Zainal.
“Pak Lukman bilang 500 juta harus sudah ada sebelum tanggal 20 Februari 2012, “ jelasnya.
Hari jumat 24 Februari 2014 ia dihubungi Judhi bahwa uang hanya ada Rp 200 juta, lalu Rp 300 juta lainnya dipinjam ke divisi lain.
“Lalu driver Nasafwir menelepon Faisal (ajudan terdakwa) bertemu di Diponegoro (rumah dinas Gubernur Riau) dan uangnya diserahkan,” jelas Dicky.
Permintaan uang ketiga dalam penyelenggaraan PON ini juga datang dari Senayan. “Ada pertemuan di Plaza Senayan Jakarta saya, Lukman Abbas, Nugroho Agung Sanyoto, Judhi Prihadi, di pertemuan itu Lukman bilang ada kekurangan dana PON Rp 300 M, dibantu “kuning”(Golkar) dari APBN tetapi minta 6 %,” jelasnya.
Maka seluruh perusahaan yang terlibat pembangunan PON Riau harus mengumpulkan Rp 9 M. PT Adhi Karya harus mencari dana sebesar Rp 3,9 M.
“Total yang telah dikeluarkan selama saya bekerja Rp 852 juta dan Rp 700 juta (untuk Lukman Abbas), Rp 3,9 M (Untuk Golkar), Rp 500 juta (untuk terdakwa Rusli Zainal). Kami diancam Dewan, Lukman, kalau tak diserahkan, dana Pon tak akan cair, jadi kami rugi dua kali, kami tertekan,” tegasnya.
Judhi Priyadi (Manajer Koperasi Riau dan Kepri PT Adhi Karya)
“Sebenarnya kami kecolongan,” ujarnya. PT Adhi Karya mengira bahwa Perda yang akan direvisi adalah Perda No 5 tahun 2008. Perusahaan mereka yang memiliki proyek di main stadium mengira seluruh permintaan uang suap untuk segera cairnya dana main stadium.
“Rp 319 juta untuk revisi Perda No 5 Tahun 2008 melalui Satria Hendri (Deputi Manajer KSO Project PON Riau), Pak Gub (terdakwa) minta uang Rp 500juta, Rp 3,9 M dalam bentuk dolar untuk Golkar, dan Lukman Abbas meminta $ 200.000, kami penuhi separuh, “ terangnya.
Judhi dan PT Adhi Karya memenuhi semua permintaan yang ternyata bukan untuk proyek yang bukan mereka kerjakan.
Satria Hendri (Mantan Deputi Projek Manajer Main Stadium Adhi Karya).
Ia mengetahui adanya permintaan dana Rp 1,8M dari Dicky. Dan melalui BBM (blackberrymasenger) ia diminta oleh Eka (staff Kadispora) untuk menyerahkan duit ke Judi Priyadi. “Uang Adhi Karya saya kirimkan ke rekening Rahmat Syaputra (Pimpinan Kso Project Pon Riau), ke rumah Faisal Aswan (Anggota DPRD Prop. Riau).”
Tiba di rumah Faisal Aswan uangnya diterima dan dihitung oleh Dasril, setelah itu saya dapat kabar Rahmat ditangkap KPK, waktu itu saya sudah di rumah, “ terangnya.
Sama seperti Judi Satria juga merasa tertipu dan kecolongan. “Ternyata yang direvisi Perda No 6 tahun 2010 tentang venue menembak, padahal Adhi Karya mengurus Main Stadium,” terangya.
Tepat Pukul 19.38 pemeriksaan saksi-saksi selesai. Sidang dilanjut esok hari. Akhir sidang kali ini tampak pengunjung tak ramai, tak ada lagi ibu-ibu pendukung terdakwa.*fika-rct