PN Pekanbaru, 9 Agustus 2018 –Hakim ketua Bambang Miyanto membuka sidang perkara tindak pidana korupsi dengan ketiga terdakwa Noviari Indra Putra Nasution (mantan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Derah (BPBD) Tahun 2014), Suherlina (Kepala Seksi Kedaruratan dan Logistik BPBD Dumai tahun 2013) dan Widawati (Bendahara Pengeluaran BPBD Kota Dumai). Agenda sidang, pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Novrikha dan Maiman.
JPU membacakan dakwaan bahwa ketiga terdakwa terlibat perbuatan korupsi, pada Januari 2014 di Dumai. Pada awal tahun 2014, pemerintah menetapkan keadaan status tanggap darurat bencana kebakaran hutan dan lahan. Dalam rangka penangganan karhutla, pada Maret 2014 Noviari melaporkan situasi penanganan karhutla di Dumai dan membutuhkan tambahan bantuan dana ke BPBD Provinsi Riau. Setelah menerima laporan kondisi lapangan, BPBD Riau memberikan bantuan dana siap pakai senilai Rp 150 juta. Setelah menerima dana siap pakai Noviari memerintahkan Suherlina untuk mencairkan dana di Bank BRI Dumai dan diserahkan ke Widawati.
Pada Maret 2014, karena kondisi karhutla yang terjadi di Dumai cukup parah, Walikota Dumai membentuk komando penangganan darurat karhutla di Kota Dumai. Karena penanganan karhutla semakin sulit dan memerlukan tambahan bantuan untuk memadamkan api dan penanganan bantuan terhadap masyarakat, pada April 2014 Noviari kembali mengajukan perihal permohonan bantuan dana ke Kepala BPBD Provinsi Riau senilai Rp 589 juta dan Rp 332 juta.
Pada 17 April 2014 Noviari bersama-sama Suherlina dan Widawati menerima pengantian biaya operasional APBD Kota Dumai dalam rangka penangganan asap akibat karhutla senilai Rp 581 juta dari BPBD PRovinsi Riau. Selanjutnya ketiga terdakwa mencairkan dana tersebut bersama-sama di Bank BRI.
Seharusnya Noviari mengusulkan ke BPBD Provinsi Riau untuk mengangkat pejabatnya sebagai bendahara pengeluaran dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Untuk mengakses dana tersebut, seharusnya Noviari juga mengakses dana atas nama bantuan siap pakai dari bank pemerintah, namun Noviari malah menggunakan mekanisme pengelolaan dana APBD dan bertindak seolah-olah sebagai PPK dan pengunaan anggaran, serta tidak mematuhi mekanisme dengan menujuk Suherlina sebagai pelaksana teknis PPK.
Dalam pencatatan pengeluaran dana penanganan karhutla oleh Widawati sepanjang 18 Maret 2014 – 25 April 2015 diuraikan penggunaan dana untuk pembuatan spanduk, pembelian masker dan membayar uang lelah 499 relawan dengan total senilai Rp 710 juta dan pengembalian dana yang tidak terpakai Rp 27 juta. Dari total dana bantuan yang diterima, para terdakwa dinilai telah melakukan manipulasi penggunaan dana siap pakai baik untuk konsumsi dan honor 499 relawan serta pembelian masker.
Ketiga terdakwa didakwa dengan dakwaan berikut:
Primair :
Pasal 2 ayat (1) Undang-undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebaigaman telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KHUP.
Subsidair :
Pasal 3 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebaigaman telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KHUP.
Karena ketiga terdakwa tidak mengajukan eksepsi, maka sidang pun dilanjutkan 16 Agustus 2018 dalam agenda pemeriksaan saksi yang dihadirkan oleh penuntut umum. #Yusuf-Senarai