PN Pekanbaru, 16 November 2017—Hakim Ketua Bambang Miyanto bersama dua Hakim Anggota Toni Irfan dan Rahman Silaen, membuka sidang tindak pidana korupsi atas nama terdakwa Zaiful Yusri, Hisbun Nazar, Rusman Yatim, Edi Erisman, Abdul Rajab Nainggolan dan Subiakto. Semua terdakwa terjerat kasus penerbitan sertifikat hak milik dalam kawasan hutan, yang mengakibatkan kerugian negara lebih kurang Rp 14 miliar. Agenda sidang mendengarkan keterangan empat saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum, Jamaludin, Khaidir, Jupriman dan Satria Nandar, Sementara terdakwa didampingi penasehat hukum
Jamaludin sebagai saksi pertama, pensiunan Satpol PP pada 2000-2002 dan menjadi Camat di Siak Hulu. Jamaludin jelaskan keterlibatannya membuat surat keterangan penjualan lahan atas permintaan masyarakat. Menurutnya masyarakat ajukan surat-surat permohonan pengelolaan lahan dan meminta Surat Kepemilikan Tanah (SKT) dari Kepala Dusun, Kepala Desa hingga Camat. “Akhirnya tanah itu dijual masyarakat,” kata Jamaludin.
Masyarakat meminta Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) serta menghitung tegakan yang ada di atas tanah ketika menjualnya, menghitung ganti rugi untuk sawit dan karet yang tumbuh di atas tanah yang dijual. “Lahan ini dibeli oleh Johannes Sitorus,” kata Jamal.
“Jadi saksi keluarkan surat itu?” tanya JPU.
“Saya hanya menandatangani surat yang diajukan Kepala Desa, karena disitu posisi saya mengetahui adanya surat keterangan. Suratnya dibawa kepala desa,” jawabnya.
“Apakah saksi bertemu dengan Johannes Sitorus?”
“Saya bertemu di kedai kopi setelah urusan SKT selesai.”
“Saksi tahu ada perusahaan namanya PT Siak Permai yang mengelola kawasan didaerah itu?”
“Tidak Pak.”
“Saksi tahu kawasan itu berada dalam kawasan hutan?”
“Tidak tahu Pak,” jawab Jamal. Ia tidak mengetahui lahan tersebut berada dalam kawasan hutan, karena tidak pernah melihat dokumen terkait hal tersebut. Ia juga mengaku tidak pernah melihat surat dari KLHK yang menjelaskan hal tersebut.
Setelah Jamal, giliran saksi kedua, Khaidir yang beri keterangan. Ia bekerja di Badan Pertanahan Nasional sebagai petugas ukur dan pemetaan. Saksi jelaskan ia pernah mengukur lokasi tersebut pada 2003 atas pemohon Johannes Sitorus yang bertujuan untk menerbitkan sertifikat. Dari hasil pengukuran, luasan areal yang diminta Johannes sekitar 511 hektar berbatasan dengan jalan. Setelah pengukuran, peta lokasi dibuat di kantor BPN.
“Siapa yang membuat peta?” tanya Majelis Hakim
“Anak magang Yang Mulia,” jawab Khaidir
“Apakah setelah digambar petanya saksi cek kembali?”
“Tidak Yang Mulia, langsung saya berikan ke H Tamsir sebagai asumsi dasar pengukuran,” jawabnya.Khaidir jelaskan setelah pengukuran dan pemetaan lokasi, bahan tersebut diserahkan ke panitia A untuk diverifikasi kemudian jika sesuai akan dibuatkan SK sertifikat. Panitia A terdiri dari Jurisman, Subiakto, Hisbun Nazar, Abdul Rajab dan Risman Yatim.
“Apakah saat pengecekan saksi ikut ke lapangan?” tanya Hakim kembali.
“Ikut Yang Mulia,” jawab Khaidir. namun jawabannya ini dibantah terdakwa Hisbun Nazar. Hisbun katakan Khaidir tidak pernah ikut kelapangan.
Setelah Khaidir beri penjelasan, dua saksi tersisa, Jupriman dan Satria Nandar diperiksa bersamaan. Jupriman bekerja di kantor BPN bagian Hutan Ulayat di Provinsi Riau, sebelumnya ia pernah bekerja di kampar sebagai Kepala Sub Bagian Tata Usaha, saat kasus terjadi ia bertugas sebagai staff registrasi di loket permohonan. Sedangkan Satria Nandar adalah staff di bidang hak-hak atas tanah.
Jupriman jelaskan tanggungjawabnya adalah menerima surat permohonan yang masuk, meregister dan meneruskannya ke bagian teknis. “Saya tidak punya kewenangan untuk memeriksa surat permohonan, yang bisa memeriksa permohonan dapat diterima atau tidak adalah bagian teknis,” jelasnya.
Satria ditanyai terkait permohonan sertifikat yang diajukan Johannes Sitorus dan jumlah sertifikat yang diterbitkan. Namun Satria menjawab ia tidak ingat berapa banyak yang diterbitkan. “Saya hanya menerima pengajuan sertifikat yang masuk, saya tinggal mengetik SK yang sudah ada konsepnya,” kata Satria.
“Lalu apakah sertifikat bisa diterbitkan untuk pengaju yang masih dibawah umur?” tanya jaksa. ini menyikapi SHM no 271 yang diterbitkan untuk pemilik yang masih dibawah umur.
“Saya tidak tahu Pak, tugas saya hanya mengetik sesuai arahan atasan saya, saya tidak bisa menjelaskannya,” jawab Satria.
Usai keempat saksi diperiksa, Majelis Hakim menutup sidang dan sampaikan sidang akan dilanjutkan pada 23 November 2017 dengan agenda mendengarkan 4 keterangan saksi yang dihadirkan JPU. #YusufRCT