Kasus Gugatan Perdata KLH terhadap PT JJP

Vonis Hakim: Tanah Gambut PT JJP Rusak, Perusahaan Ganti Rugi Hanya 29 Miliar Rupiah

Foto Putusan OK

 

 Foto Putusan OK

Video : Putusan Gugatan KLHK atas PT JJP

Audio : JJP Putusan

PN Jakarta Utara, 15 Juni 2016 – Setelah dua kali ditunda, akhirnya majelis hakim membacakan putusannya untuk perkara kebakaran lahan PT Jatim Jaya Perkasa di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Sidang dibuka oleh majelis hakim, diketuai Inrawaldi, sekitar pukul 14.00. Hadir kuasa hukum penggugat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta kuasa hukum tergugat PT Jatim Jaya Perkasa.

Di dalam pokok perkara, majelis hakim menyatakan ada perbuatan melawan hukum sehubungan dengan terbakarnya lahan milik tergugat di Rokan Hilir. Sebagian lahan yang terbakar adalah milik masyarakat. Karena lahan milik tergugat ada sebagian yang terbakar, maka tergugat berkewajiban bertanggung jawab. Bentuk pertanggungjawabannya dipertimbangkan oleh majelis hakim berdasarkan saksi dan bukti dari kedua belah pihak.

Pada Juni 2013, penggugat mengatakan terjadi kebakaran di areal tergugat dan tidak dibantah oleh tergugat. Hal ini dibuktikan dari keterangan saksi, baik pihak tergugat maupun penggugat. Di lahan tergugat ditemukan titik-titik hotspot. Apabila dihubungkan dengan tergugat dan penggugat berupa hotspot, diperoleh sebagian titik-titik koordinat hotspot berada di lahan masyarakat dan sebagian lagi berada pada lahan tergugat. 

Berdasarkan keterangan saksi Adventius Sitepu yang mengatakan sumber api berasal dari lahan masyarakat dan karena angin kencang menjalar ke lahan perusahaan. Ia juga mengatakan yang terbakar terlebih dahulu adalah lahan yang berada di luar lahan tergugat. Selain itu, saksi Tukiman mendapat informasi dari Siboro kalau api yang berasal dari lahan masyarakat, sudah menjalar ke lahan perusahaan. Di sisi lain, PT Jatim Jaya Perkasa juga membantu memadamkan api di lahan masyarakat yang terbakar. 

Sehingga bisa disimpulkan bahwa sumber api berasal dari sebelah selatan lahan tergugat. Sumber api tidak berasal dari lahan tergugat, meskipun di beberapa titik di lahan tergugat terdapat titik hotspot. 

Kebakaran lahan di areal tergugat merupakan tindakan antisipasi yang dilakukan oleh tergugat dari terbakarnya lahan masyarakat. Majelis hakim juga menyatakan bahwa tergugat telah memiliki menara api serta papan peringatan rawan kebakaran. Tergugat juga sudah mempunyai sarana prasarana mengatasi kebakaran dan mempergunakan sarana itu untuk membantu menyiram dan memadamkan api yang ada di lahan masyarakat dan lahan tergugat. Di samping lahan masyarakat, lahan tergugat juga terbakar, yaitu blok S dan T yang sudah dipasang papan larangan membakar lahan. Tergugat sudah mengajukan ke polisi adanya kebakaran lahan yang sumbernya dari lahan masyarakat.

Untuk mengetahui tingkat kerusakan gambut di lahan yang terbakar, dilakukan penelitian oleh ahli Basuki Wasis dan hasil penelitiannya diakui. Majelis hakim menyatakan lahan gambut yang terbakar kurang dari 50 sentimeter, gambut terbakar karena tidak cukup air untuk mencegah lahan gambut dari kebakaran karena kurangnya tata kelola air yang baik oleh tergugat. Pengelolaan air yang baik sehingga tidak berdampak pada kerusakan lahan gambut, sehingga bisa mencegah kebakaran lahan gambut, penting untuk dilakukan. 

Kebakaran terjadi pada 17 Juni 2013 dan baru dapat dipadamkan 27 November 2013. Dari bukti-bukti yang ada, majelis hakim menyatakan tidak ditemukan kesengajaan dalam membakar lahan untuk keperluan land clearing, penanaman, pemeliharaan, maupun produksi. Semuanya dilaksanakan secara sistematis dan terarah yang berfungsi mencegah kebakaran.

Kebakaran yang terjadi di lahan tergugat telah menyebabkan lingkungan hidup tidak berfungsi dengan semestinya. Meski berbeda pendapat antara ahli penggugat dan tergugat tentang kebakaran gambut, tapi sama-sama mengakui terjadi kebakaran gambut di areal tergugat. Maka terbakarnya gambut di lahan tergugat, meskipun kebakaran berasal dari lahan masyarakat dan tidak terdapatnya usaha dari tergugat untuk memperbaiki lahan gambut yang rusak, menyebabkan telah dilakukannya perbuatan melawan hukum. Selama pembakaran berlangsung telah menyebabkan pencemaran lingkungan hidup sehingga tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Penggugat menyatakan luas lahan tergugat yang terbakar adalah 1000 hektar. Namun berdasarkan bukti-bukti yang ada, lahan tergugat yang terbakar adalah sebagian dari apa yang disampaikan oleh penggugat. Pengakuan tergugat juga menyatakan bahwa hanya sebagian lahan dari tergugat yang terbakar. Maka majelis hakim menyatakan bahwa lahan tergugat yang terbakar adalah seluas 120 hektar. 

Mengenai ganti rugi, sudah seharusnya tergugat mengganti rugi kerusakan yang timbul dari kerusakan gambut akibat kebakaran yang terjadi di lahan milik tergugat. Mengenai kebakaran yang terjadi di luar lahan milik tergugat, maka tidak mungkin tergugat melakukan ganti rugi sehingga nilai ganti rugi yang dibebankan kepada tergugat tidak lebih dari separoh dari apa yang dimohonkan oleh penggugat. 

Karena kebakaran yang terjadi di areal milik tergugat adalah 120 hektar, maka kerugian materiil yang harus dibayarkan oleh tergugat adalah senilai 116 miliar, 888 juta, 500 ribu rupiah, dibagi 8,33 yang merupakan pembagian luas lahan yang terbakar menurut penggugat dengan luas lahan tergugat yang terbakar, kemudian dibagi dua, sehingga berjumlah setelah pembulatan: 7 miliar, 166 juta, 188 ribu, 475 rupiah.  

Penyebab kebakaran lahan tergugat bukanlah tergugat, melainkan bersumber dari lahan masyarakat. Dengan tidak adanya unsur kesengajaan oleh tergugat dalam menyebabkan kebakaran lahan tersebut, disamping itu lahan tersebut masih dapat ditanami kembali, maka tidak adil jika dinyatakan tergugat tidak boleh menanam di lahan gambut seluas yang terbakar itu, maka dengan begitu permohonan penggugat mengenai hal ini harus ditolak.

Karena kebakaran lahan tergugat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup, maka tergugat harus mengganti biaya kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya senilai 371 miliar, 147 juta, sesuai permohonan penggugat, dibagi 8,33 yang merupakan pembagian luas lahan yang terbakar menurut penggugat dengan luas lahan tergugat yang terbakar, kemudian dibagi dua, sehingga berjumlah setelah pembulatan: 22 miliar 277 juta, 130 ribu, 853 rupiah. 

Secara lengkap, majelis hakim membacakan putusannya untuk perkara ini.

Mengadili:

  1. Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian
  2. Menyatakan tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum 
  3. Menghukum tergugat untuk membayar biaya ganti rugi materiil secara tunai kepada penggugat melalui rekening kas negara sebesar 7 miliar, 196 juta, 188 ribu, 405 rupiah
  4. Menghukum tergugat untuk melakukan tindakan kerugian lingkungan pada lahan yang terbakar seluas 120 hektar dengan biaya sebesar 22 miliar, 277 juta, 130 ribu, 853 rupiah sehingga lahan dapat difungsikan kembali
  5. Menghukum tergugat membayar biaya perkara

Demikian pembacaan putusan ini disampaikan oleh majelis hakim. Bila ada yang keberatan, majelis hakim mempersilahkan untuk mengajukan upaya hukum berikutnya. Sidang ditutup sekitar pukul 15.30. #rctlovina

 

Video Sidang

 

Untuk video sidang lainnya, sila kunjungi channel Youtube Senarai dengan mengklik link berikut Senarai Youtube