PN Jakarta Selatan, 15 April 2016 – Setelah ditunda selama seminggu, sidang PT National Sago Prima yang seharusnya dilaksanakan pada Rabu pagi, 14 April, ditunda hingga esok harinya, Kamis, 15 April. Sidang kali ini diagendakan lanjutan pemeriksaan saksi dari pihak tergugat.
Pada kesempatan kali ini, tergugat menghadirkan dua saksi fakta dan satu saksi ahli. Saksi ahli merupakan guru besar dari Institut Pertanian Bogor bernama Yanto Santosa.
Anwar, pemilik kebun sagu di sebelah lahan PT NSP
Saat bersaksi di persidangan, Anwar mengaku punya kebun sagu seluas 10 hektar yang lokasinya bersebelahan dengan lahan PT NSP. Kebun sagunya turut terbakar pada saat kebakaran lahan PT NSP awal tahun 2014 lalu. “Sumber api berasal dari lahan orang Cina, kemudian membakar kebun saya, barulah api merambat hingga ke lahan PT NSP,” aku Anwar.
Saat ditanya pihak penggugat, Anwar mengatakan bahwa ia tidak melihat langsung kejadian kebakaran tersebut. “Waktu itu saya masih di kampung, ada orang mengabari saya kalau lahan saya terbakar. Waktu saya ke sana, apinya sudah padam karena hujan,” sebutnya.
“Lahan saya terbakar satu hari lebih. Hujannya hanya sehari. Apinya langsung padam,” simpul Anwar.
Kaslan, PNS Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kepulauan Meranti
Setelah ditegur oleh majelis hakim pada sidang minggu lalu karena tergugat menghadirkan saksi yang memiliki hubungan pemerintahan dengan pihak penggugat, kali ini tergugat kembali menghadirkan saksi dari instansi yang sama, yakni Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kepulauan Meranti.
Kaslan tak disumpah pada persidangan ini. Ia dihadirkan oleh tergugat karena turut melakukan pengecekan lapangan saat tim Polda Riau bersama ahli kebakaran lahan Bambang Hero turun ke lokasi kebakaran untuk melakukan penyelidikan. “Saya datang ke lokasi 9 Maret 2014.”
“Apakah Saudara turun ke lapangan lagi pada 22 Maret 2014?” tanya kuasa hukum penggugat. Data lapangan yang dipakai pihak penggugat untuk menghitung kerugian akibat kebakaran lahan PT NSP adalah data saat turun lapangan pada 22 Maret 2014.
“Saya tidak ikut lagi pada 22 Maret,” kata Kaslan.
Mendengar hal tersebut, pihak penggugat tidak melanjutkan kembali pertanyaan untuk Kaslan.
Yanto Santosa, Guru Besar Departemen Kehutanan IPB
Yanto Santosa dihadirkan sebagai saksi ahli dari pihak tergugat untuk memberikan keterangan terkait kerusakan lingkungan di lahan PT NSP. Ia sendiri mengaku sebagai ahli ekologis. Saat bersaksi di persidangan, Yanto menegaskan bahwa kebakaran lahan di PT NSP tidak menyebabkan kerusakan lingkungan. “Dikatakan terjadi kerusakan lingkungan bila fungsinya terganggu. Lahan NSP belum menimbulkan kerusakan lingkungan jika dilihat dari fungsinya.”
Pihak penggugat mendebat saksi ahli dengan menyebutkan pengertian kerusakan lingkungan menurut peraturan perundangan. Terjadi kerusakan lingkungan apabila kebakaran telah melewati ambang batas kerusakan lingkungan hidup.
Yanto tetap tidak setuju dengan mengatakan pengertian kerusakan lingkungan yang disebutkannya merupakan pengertian yang berlaku secara global.
Yanto Santosa diminta oleh PT NSP untuk turun ke lapangan mengecek lokasi kebakaran. Dari hasil wawancara di lapangan, ia mengatakan bahwa kebakaran terjadi seluas 500 hektar. “Saya wawancara dengan pihak perusahaan, lupa namanya siapa.”
Selain itu, Yanto juga menegaskan di depan persidangan bahwa sejauh ini belum ada standar baku mengenai sarana prasarana pemadaman api. Namun ketika ditanya oleh penggugat mengenai Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang hal tersebut, ia mengaku pernah dengar.
Usai mendengar semua keterangan saksi fakta dan saksi ahli, majelis hakim menutup sidang dan dilanjutkan minggu depan dengan agenda pemeriksaan saksi ahli dari pihak tergugat.#rctlovina