- BENTANGAN RCT
- JELANG TUNTUTAN JPU 27 November 2017
PENDAHULUAN
PT Nusa Wana Raya (PT NWR) melaporkan PT Peputra Supra Jaya (PSJ) atas penyerobotan lahan milik mereka kepada Mabes Polri. Sebelum melapor pada penegak hukum, PT Nusa Wana Raya sempat mengadu pada Pemerintah Kabupaten Pelalawan hingga ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pernah ada tim memverifikasi ke lapangan, namun tak ada titik temu penyelesaian. Seluas 5.416 dari 21.870 hektar lahan NWR diserobot oleh PT Peputra Supra Jaya. PSJ menjadi tersangka pidana perkebunan oleh Mabes Polri.
PT Nusa Wana Raya (PT NWR) melaporkan PT Peputra Supra Jaya (PSJ) atas penyerobotan lahan milik mereka kepada Mabes Polri. Sebelum melapor pada penegak hukum, PT Nusa Wana Raya sempat mengadu pada Pemerintah Kabupaten Pelalawan hingga ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pernah ada tim memverifikasi ke lapangan, namun tak ada titik temu penyelesaian. Seluas 5.416 dari 21.870 hektar lahan NWR diserobot oleh PT Peputra Supra Jaya. PSJ menjadi tersangka pidana perkebunan oleh Mabes Polri.Pada Juni 2017, PSJ didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum melakukan tindak pidana perkebunan di persidangan pengadilan Negeri Pelalawan.
Tim monitoring persidangan riau corruption trial mulai melakukan pemantauan perkara ini sejak penasihat hukum membacakan eksepsi pada 13 Juli 2017. Sampai pada pemeriksaan terdakwa, perkara ini sudah menjalani sidang sebanyak 27 kali. Ada 6 kali penundaan. Penuntut umum menghadirkan 23 saksi fakta dan 3 ahli. Terdakwa hadirkan 6 saksi a de charge dan 2 ahli.
PROFIL TERDAKWA
Nama : PT Peputra Supra Jaya
Tempat Lahir : Pekanbaru
Nomor dan Tanggal Akta : Akta Notaris No. 241 Tanggal 30 September 1995 Pendirian Korporasi beserta – Akta Notaris
No 12 Tanggal 11-3-2009.Perubahannya – Akta Notaris No 12 tanggal 9 Juli 2012
Nomor dan Tanggal Akta : Akta Notaris No 12 tanggal 9 Juli 2012 Korporasi pada saat peristiwa Pidana
Tempat kedudukan : Pekanbaru
Kebangsaan/kewarganegaraan : Indonesia
Jenis/bidang usaha : Pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan dan izin lain
NPWP : 01.754.130.1-218.000
Yang diwakili oleh pengurus/kuasa, bertindak untuk dan atas nama terdakwa:
Nama lengkap : Sudiono
Tempat Lahir : Jambi
Umur/Tanggal Lahir : 47 Tahun/ 30 Oktober 1969
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat tinggal : Jl. Mahang Raya Blok C50/10 RT/RW 003/007 Kelurahan Pandau Jaya Kec. Siak Hulu. Kab.
Kampar
Kebangsaan/kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Direktur PT Peputra Supra Jaya
Pendidikan : D-3 Akuntansi
PT Peputra Supra Jaya merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang perkebunan kelapa sawit. Berdiri sebagaimana akta Nomor 21 Tanggal 30 September 1995 yang dibuat oleh Notaris Tito Utoyo, S.H, yang selanjutnya disahkan oleh Kementerian Kehakiman Republik Indonesia lewat Skep Nomor: 02-2373.HT.01.01.TH.96 pada 22 Februari 1996. Susunan pengurusnya sebagai berikut:
Direktur Utama : Sinmardi Taman
Direktur : Mariya
Direktur : Satimin
Komisaris Utama : Rosna
Komisaris : Mariyana
Komisaris : Sunarto
Pada 11 Februari 2009, terjadi perubahan susunan pengurus PSJ, berdasarkan akta Nomor 12 yang dibuat oleh Notaris Rina Hamzah, SH, MM, M.Kn. Direktur dijabat Samson Siregar sementara komisaris dijabat oleh Rianto.
Pada 2012, kembali terjadi perubahan susunan pengurus yang masih dibuat oleh notaris yang sama. Kali ini Sudiono sebagai direktur dan Oh Kian Seng yang berkedudukan di Singapura sebagai komisaris.
Sebagai perusahaan penanaman modal asing atau PMA, PSJ memiliki beberapa izin sebagai berikut:
- Surat Bupati Kampar No. 050/TP/1197 tanggal 25 Oktober 1995 kepada Direktur PT Peputra Supra Jaya perihal izin prinsip.
- Surat Gubernur Riau Nomor: 525/EK/4065 tanggal 30 November 1996 dan Nomor: 525/EK/4064 tanggal 19 November 1996, tentang persetujuan pencadangan lahan untuk perkebunan dan tentang persetujuan pencandangan lahan untuk areal perkebunan atas nama PT Peputra Supra Jaya seluas 9.400 hektar.
- Surat persetujuan pencandangan lahan untuk perkebunan PT Peputra Supra Jaya dari Kanwil Departemen Kehutanan Provinsi Riau Nomor: 3510/Kwl-6/1996 tanggal 5 November 1996, seluas 9.400 hektar.
- Surat Dirjen Perkebunan Nomor: HK.350/E5.155/03.97 tanggal 7 Maret 1997 perihal persetujuan prinsip usaha buidaya perkebunan kelapa sawit PT Peputra Supra Jaya Provinsi Riau, dengan luas areal 3.895 hektar, yang terkait dengan pengembangan kelapa sawit rakyat seluas 8.550 hektar melalui pola kemitraan dan terpadu.
- Keputusan Bupati Pelalawan No: KPTS.525.3/DISBUN/2011/113 tanggal 27 Januari 2011, tentang izin usaha perkebunan-budidaya (IUP-B) PT Peputra Supra Jaya luasannya ± 1.500 hektar.
- Keputusan Bupati Pelalawan No: KPTS.525.3/DISBUN/2011/111 tanggal 01 Februari 2011, tentang izin usaha perkebunan-pengolahan (IUP-P) PT. Peputra Supra Jaya dengan kapasitas pengolahan 45 ton/jam.
Pada 27 Februari 1996, PSJ awalnya sebagai perusahaan penanaman modal dalam negeri. Namun, terjadi perubahan pada 31 Juli ditahun yang sama dengan menyertakan saham Heeton Investment Pte Ltd dari Singapura. Kata Sudiono, pada saat diperiksa mewakili terdakwa PSJ, kepemilikan saham 50 persen di Indonesia, 50 persen lagi di Singapura.
Pte Ltd kependekan dari Private Limited, satu kode perusahaan di Singapura. Dalam sistem perseroan di negara ini, perusahaan yang memiliki kode tersebut memang dibatasi dalam hal kepemilikan saham, yakni tidak boleh melebihi dari 50 persen.
Heeton Investment merupakan perusahaan yang bergerak dibidang pengembangan dan investasi properti di Singapura. Dipelopori Toh Khai Cheng selaku pendiri dan menjadi Direktur perusahaan ini sejak 1976 dan tedaftar di Bursa Efek Singapura sejak 8 September 2003. Saat ini Heeton dipimpin Toh Giap Eng selaku Executive Deputy Chairman. Saat ini Heeton banyak menjalin kemitraan untuk pengembangan property baik di Singapura maupun Kuala Lumpur. Saat ini Heeton mengembangkan usahanya dibidang perhotelan higga ke Pattaya Thailand.
PT Peputra Supra Jaya didirikan oleh Sinmardi Taman. Ia seorang veteran yang meninggal dunia pada Maret 2017. Ia punya nama lahir Pek Sing Tjong atau Alek. Lahir di Tanjung Belit Bengkalis pada 1928. Selain pernah jadi pejuang 45 dan anggota TNI sampai 1949, dari dulu ia suka berdagang dan bisnis. Sering bolak-balik ke Singapura.
Usaha Sinmardi Taman merambat dibidang perkayuan dimulai pada 1967. Ia mendirikan perusahaan di Pasir Pengaraian, Kampar hingga Rokan Hlir. Pada 1993 mulai mengembangkan bisnis budidaya kelapa sawit. Sinmardi Taman tercatat pernah jadi direktur dibeberapa perusahaan, diantaranya:
- Direktur PT Siak Raya Timber dari 1975-1987
- Direktur Utama PT Taman Ros Indah dari 1985-2003
- Direktur Utama PT Siak Pakan Raya dari 1987-1993
- Direktur Utama PT Tamaros Master Indo dari 1993-2003
- Direktur Utama PT Peputra Masterindo dari 1993-2003
- Direktur Utama PT Peputra Supra Jaya dari 1995-2003
- Komisaris Utama PT Marita Makmur Jaya sejak 1997-2008
Informasi diatas dimuat dalam koran metro riau, satu hari setelah meninggalnya Sinmardi Taman. Sepeninggalan Alek, PSJ tak sepenuhnya dilepas pada orang lain untuk dikelola. Anaknya, Mariya, tetap sebagai pemegang kendali perusahaan. Alek memang sering melibatkan anaknya saat masih remaja dalam berbisnis. Terlebih lagi, ketika Mariya menyelesaikan studi dari Singapura.
MAJELIS HAKIM
- I Dewa Gede Budhy Dharma Asmara (Hakim Ketua)
- Nur Rahmi (Anggota)
- A. Eswin Sugandhi Oetara (Anggota)
PENUNTUT UMUM
- Himawan Saputra dari Kejaksaan Negeri Pelalawan
- Marthalius dari Kejaksaan Negeri Pelalawan
PENASIHAT HUKUM
- Juffri Mochtar Tayib
- Suharmono
- Linda
- Heru
DAKWAAN
Dalam surat dakwaan No.Reg: PDM.959/N.4.23/EUH.2/06/2017, penuntut umum memakai dakwaan tunggal. Dalam dakwaan ini, hanya satu tindak pidana saja yang didakwakan, karena tidak terdapat kemungkinan untuk mengajukan alternatif atau dakwaan pengganti lainnya.
PSJ didakwa melanggar pasal 105 juncto pasal 47 ayat (1) juncto pasal 113 ayat (1) huruf a, Undang-undang RI Nomor 39 tahun 2014 tentang perkebunan.
Pasal 105: Setiap perusahaan perkebunan yang melakukan usaha budidaya tanaman perkebunan dengan luasan skala tertentu dan/atau pengolahan hasil perkebunan dengan kapasitas pabrik tertentu yang tidak memiliki izin usaha perkebunan sebagaimana dimaksud dalam pasal 47 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 47 ayat (1): perusahaan perkebunan yang melakukan usaha budidaya tanaman perkebunan dengan luasan skala tertentu dan/atau usaha pengolahan hasil perkebunan dengan kapasitas pabrik tertentu wajib memiliki izin usaha perkebunan.
Pasal 113 ayat (1): dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 103, pasal 104, pasal 105, pasal 106, pasal 107, pasal 108 dan pasal 109 dilakukan oleh korporasi, selain pengurusnya dipidana berdasarkan pasal 103, pasal 104, pasal 105, pasal 106, pasal 107, pasal 108 dan pasal 109, korporasinya dipidana dengan pidana denda maksimum ditambah 1/3 (sepertiga) dari pidana denda dari masing-masing tersebut.
KESAKSIAN
No | Na
ma |
Pekerjaan | Keterangan |
1 | Muller Tampubolon | Direktur PT NWR | “PT Peputra berada di lahan PT NWR, sawitnya sudah berumur empat sampai lima tahun.”
Link website: |
2 | Agus Halimi | Manajer Perencanaan PT NWR | Luas yang dirambah oleh PT PSJ seluas sekitar 5.400 Ha. Lahan yang dirambah oleh PT PSJ terletak di sisi kiri Timur wilayah lahan kerja milik PT WNR.
Link website: link video: https://www.youtube.com/watch?v=s74lvwPWcfI&feature=youtu.be |
3 | Dodi Asasaputra | Kepala Lapangan PT NWR | Ada 2 Kelompok Tani yang ikut merambah lahan PT WNR, yaitu Kelompok Tani Segati dan Kelompok Tani Suka Maju dan badan hukum salah satunya PT PSJ.
Link website: link video: https://www.youtube.com/watch?v=s74lvwPWcfI&feature=youtu.be |
4 | Darwis | Ketua Koperasi Belimbing Jaya | Untuk hasil kebun dari Koperasi Belimbing Jaya harus dijual kepada PT PSJ, tidak boleh menjual hasil kebun kepada PT yang bergerak di bidang Perkebunan Kelapa Sawit lainnya.
Link website: Link video: |
5 | Sopian | Mantan Ketua Koperasi Gondai Poros Indah | Sejak Mei 2013, anggota menjual hasil panen tidak lagi melalui koperasi, melainkan langsung pada perusahaan.
Link website: Link video: |
6 | Sugimin | Bendahara Koperasi Rukun Makmur | Anggota Koperasi Rukun Makmur beberap kali menyurati dan musyawarah dengan manajemen PT Peputra Supra Jaya. Mereka minta transparansi jumlah hutang anggota yang terus bertambah. Tapi kehendak ini tak dipenuhi.
Link website: link video: |
7 | Zamur | Mantan Ketua Koperasi Makmur Mandiri | Hasil dari perkebunan kelapa sawit kelompok tani harus dijual kepada PT PSJ, tidak boleh dijual pada perusahaan lain.
Link website: link video: |
8 | Nazarudin | Ketua Koperasi Penarikan Maju Bersama | Koperasi Penarikan Maju Bersama bekerjasama dengan PT Peputra Supra Jaya menggunakan lahan untuk menanam sawit dengan pola KKPA. Dengan pola ini, perusahaan menanggung segala kekurangan, seperti bibit, pupuk dan lainnya.
Link website: link video: |
9 | Alwizar | Mantan Ketua Koperasi Sri Gumala Sakti | Kerjasama koperasi dan PT Peputra Supra Jaya membuat anggotanya berhutang hingga sekarang. Padahal, salah satu alasan Sri Gumala Sakti mendirikan koperasi sendiri untuk menyelesaikan persoalan utang anggotanya pada perusahaan.
Link website: link video: |
10 | Ridwan Nainggolan | Ketua Koperasi Makmur Mandiri | Sama dengan anggota Koperasi Sri Gumala Sakti, anggota Koperasi Makmur Mandiri juga komplain pada perusahaan karena lahan mereka tak lagi terawat dan tak ada pemupukan lagi.
Link website: link video: |
11 | Toni Muliadi | Estate Manajer PT PSJ | Terhadap lahan yang dikelola PT Peputra Supra Jaya ini, Toni tidak mengetahui legalitas alias izin yang dimiliki perusahaan tempat ia bekerja. “Kami hanya ditunjukkan peta kerja.”
Link website: link video: |
12 | Jimi Sumarlin | Asisten Tanaman | Ia hanya diberikan peta areal kerja oleh pihak perusahaan. Jimi hanya mendengar ada izin usaha perkebunan yang dimiliki perusahaan tapi tak pernah melihatnya.
Link website: link video: |
13 | Sebayang | Pengurus Lahan Inti PSJ | Soal legalitas penguasaan lahan ini juga tidak diketahuinya.
Link website: link video: |
14 | Rudi Yanto | Kepala TU PT PSJ | Rudi Yanto mengetahui, luas lahan inti PT Peputra Supra Jaya 3.800 hektar. Namun, pada saat diperiksa penyidik, ia melihat SK Bupati Pelalawan hanya memberikan lahan inti seluas 1.500 hektar.
Link website: link video: |
15 | Yuli Zarwan | Manajer Plasma PT PSJ | Ia juga tak pernah tahu mengenai segala izin yang dimiliki oleh perusahaan tempatnya bekerja.
Link website: link video: |
16 | Zainudin | Ketua Koperasi Gondai Bersatu | Selama proses budidaya tanaman, mulai dari pembibitan, penanaman, pemupukan sampai pada produksi jadi tanggungjawab PT Peputra Supra Jaya, melalui karyawannya sebagai pendamping dan pembinan anggota koperasi.
Link website: link video: |
17 | Maradu Nasib M Silaban | Ketua Koperasi Sri Gumala Sakti | Ia melihat luas lahan tersebut 1.500 hektar. Namun, pada saat pengambilan titik koordinat, sebanyak 3.300 hektar yang ditanami oleh PT Peputra Supra Jaya diluar dari SK yang dimiliki.
Link website: link video: |
18 | Budi Surlani | Kabid Planologi Hutan dan Kebun | Selain itu, berdasarkan SK Menteri Kehutanan nomor 673 tahun 2014, areal tanam PT Peputra Supra Jaya sempat berstatus menjadi APL atau diputihkan. Namun pada SK Menteri Kehutanan nomor 878, statusnya kembali berubah menjadi kawasan hutan. Saat diputihkan, kata Budi Surlani, PT Peputra Supra Jaya sempat mengajukan lagi permohonan izin usaha perkebunan. “Namun kawasan tersebut keburu berubah status hanya dalam waktu sebulan lewat dua SK yang dikeluarkan tadi.”
Link website: link video: |
19 | Japri | Kabid Pemanfaatan Hasil Hutan | Kata Japri, PT Peputra Supra Jaya pernah mengajukan permohonan pelepasan kawasan hutan pada tahun 2006. Permohonan tersebut kemudian ditinjau oleh dinas kehutanan dan perkebunan Pelalawan. Namun, izin yang diberikan hanya seluas 1500 hektar. Permohonan tersebut tak dapat dipenuhi secara keseluruhan karena areal yang diajukan sebagian berada dalam kawasan hutan dan telah diberi izin pada perusahaan lain dalam hal ini PT Nusa Wana Raya.
Link website: Link video: |
20 | Aldo | Kasubag Pertanahan | “Setelah melakukan verifikasi itu kita mengetahui bahwa lahan PT Peputra Supra Jaya berada dalam kawasan hutan,” sebut Aldo.
Link website: Link video: |
21 | Heri Hadiasyah | Kasi Bina Usaha | Menurut Heri Hadiasyah, perusahaan wajib memiliki izin usaha perkebunan dalam hal budidaya tanaman di atas 25 hektar, termasuk budidaya tanaman kelapa sawit. Meski perusahaan bermitra dengan koperasi, kewajiban memiliki izin usaha tetap dibebankan pada perusahaan.
Link website: Link video: |
22 | Rudianto | Kabid Pembinaan dan Pemberdayaan Perkebunan | Di samping itu, pada saat PT Peputra Supra Jaya menjalin kerjasama dengan anggota koperasi tidak pernah melibatkan dinas kehutanan dan perkebunan dalam menyusun poin-poin kerjasama. Berkaitan dengan persoalan ini, pihak dinas kehutanan dan perkebunan pernah menyarankan supaya kedua pihak merevisi poin kerjasama tersebut.
Link website: Link video: |
23 | Azwandi | Kasubdit Pengembangan Koperasi | Semenjak bertugas di Dinas Koperasi, Azwandi juga pernah menerima pengaduan dari anggota koperasi yang bermitra dengan PT Peputra Supra Jaya mengenai hutang mereka yang tidak pernah lunas sampai sekarang.
Link website: Link video: |
24 | Kiswandhono | Kasi Penanganan Konflik dan Pencegahan Kebakaran, Kementan | Kiswandhono berpendapat, PT PSJ tidak perlu mengajukan permohonan IUP baru, “Perusahaan hanya pengajukan surat persetujuan perubahan luas lahan, karena PT PSJ sudah punya izin sebelumnya,” ucap Kiswandhono.
Link website: Link video: |
25 | Alvi Syahrin | Ahli Korporasi, Guru Besar USU | Sanksi pidana dapat dijatuhkan pada pengurusnya. Direkturnya tidak bisa melepaskan tanggung jawab apabila korporasinya melakukan tindak pidana karena jika terjadi perbuatan melawan hukum pada perusahaannya, direktur dianggap menyuruh atau membiarkan perbuatan tersebut. Direktur bisa melepaskan tanggung jawabnya apabila ia mengundurkan diri atau ia telah melakukan sesuai dengan aturan-aturan berlaku.
Link website: Link video: |
26 | Puthut Okky Mahendra | Ahli Pemetaan Ditjen Planologi dan Kehutanan Kemen LHK RI | berdasarkan SK.878/Menhut-II/2014, izin usaha perkebunan PT Peputra Supra Jaya seluas lebih kurang 1.281 hektar, berada pada: kawasan hutan produksi tetap seluas lebih kurang 307 hektar. Sisanya lebih kurang 974 hektar berada pada areal penggunaan lain atau APL.
Link website: Link video: |
27 | Kamisrun | Penerima Program KKPA PT PSJ | “Sebelum ada program KKPA, pekerjaan warga petani, buruh dan ada yang merantau,”
Link website: link video: |
28 | Abdul Maryono | Penerima Program KKPA PT PSJ | “Sejak ikut program KKPA Maret 2003, saya sudah terima hasil,”
Link website: |
29 | Sucipto | Penerima Program KKPA PT PSJ | “Perusahaan lain tidak ada kerjasama dengan warga seperti KKPA PT PSJ,”
Link website: |
30 | Saharudin | Kelompok Tani Tiga Bersama | Menurut Saharudin, kepemilikan lahan tidak semua dikuasai oleh warga local, ada juga milik pihak luar.
Link website: |
31 | Setiawan | Kelompok Tani Tiga Bersama | “Sebelumnya kami tidak tahu sawit, untuk memenuhi kebutuhan kami cari ikan, kayu dan berladang,”
Link website: |
32 | Saman Faisal | Petani | Sebelum PT PSJ datang, wilayah di Gondai, Langkan dan Segati merupakan perladangan masyarakat dan rawa. Perkerjaan warga saat itu, petani karet, nelayan dan buruh lepas.
Link website: |
33 | Herman Rajagukguk | Guru Besar Fakultas Hukum UI | Perusahaan yang telah memiliki izin sebelum undang-undang tersebut diundangkan, dapat mengajukan permohonan pembaharuan izin dalam waktu lima tahun setelah aturan tersebut diberlakukan.
Link website: link video: |
34 | Suparji | Dosen FH Universitas Al Azhar Indonesia | Tapi, Suparji tak sepakat perusahaan dihukum apabila memperoleh lahan dari masyarakat. Ditambah lagi, perusahaan tersebut sudah berupaya untuk memperbaiki izinnya.
Link website: link video: |
PSJ hanya memiliki IUP seluas 1.500 hektar berdasarkan SK Bupati Pelalawan No: KPTS.525.3/DISBUN/2011/113 tanggal 27 Januari 2011. Namun setelah dilakukan pengecekan pada 18 April 2016 oleh Puthut Okky Mahendra ahli pemetaan, luas tanam kelapa sawit terdakwa PT Peputra Supra Jaya mencapai ± 9.324 hektar. Ini terdiri dari kebun inti yang memiliki IUP ± 1.281 hektar, kebun inti tanpa IUP ± 2.134 hektar dan kebun plasma lebih kurang ± 5.909 hektar. Terdiri dari, kebun inti III ± 406 hektar, kebun inti IV ± 580 hektar, kebun inti V ± 459 hektar, kebun inti VI ± 514 hektar, kebun plasma Koperasi Gondai Bersatu ± 854 hektar dan kebun plasma Koperasi Sri Gumala Sakti ± 510 hektar.
Tak hanya itu, sebagian areal perkebunan PSJ juga berada dalam areal izin pengusahaan hutan tanaman industri milik NWR, berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI No.241/Menhut/II/2007 tanggal 12 Juli 2007, seluas ± 3.323 hektar.
Menurut Muller Tampubolon, PSJ telah menyerobot areal konsesi milik NWR sejak tahun 2000. Luas yang diserobot 5.416 hektar. Muller Tampubolon yang menjabat sebagai Direktur PT NWR, pernah mengadukan hal ini pada Pemerintah Daerah Kabupaten Pelalawan juga ke kementerian terkait. Laporan itu, kata Tampubolon, tidak ada tindak lanjut penyelesaiannya. NWR diberi izin hak penguasaan hutan tanaman industri oleh Menteri Kehutanan pada 1997, seluas 21.870 hektar.
Agus Halimi Manajer Perencanaan NWR juga mengatakan hal yang sama. Pasalnya, ketika ia menjabat pada 2010 dan mengetahui sebagian areal perusahaan tempat ia bekerja dirambah oleh PSJ, ia langsung melapor pada direktur sebagai atasannya. Kejadian ini juga menghambat pekerjaan Agus dalam melakukan perencanaan kerja. “Areal yang dirambah itu di sebelah kiri timur,” ujar Agus saat beri keterangan di persidangan.
Karyawan NWR yang lain, Dodi selaku Kepala Lapangan juga melihat langsung penyerobotan yang dilakukan oleh PT PSJ. Ia melihat adanya tanaman sawit yang sudah produktif di areal kerja perusahaan tempatnya bekerja. Dodi juga sempat diperintah atasannya untuk melakukan pengukuran ulang atas areal yang dimiliki PT NWR. Hasilnya, memang benar PT Peputra Supra Jaya menanam sawit di atas areal konsesi PT NWR.
Selain memiliki lahan inti, PSJ juga bekerjasama dengan masyarakat dalam mengelola kebun sawit. Masyarakat ini tergabung ke dalam 8 koperasi. Semuanya berada di Kecamatan Langgam. Kerjasama perusahaan dengan koperasi menggunakan sistem KKPA. Artinya, masyarakat yang memiliki lahan dibiayai oleh pihak ketiga dan PSJ sebagai penjamin. Pembiayaan diberikan mulai dari pembibitan, pemanenan, perawatan hingga produksi. Dengan begitu, hasil penjualan buah sawit pun harus dipotong beberapa persen sesuai kesepakatan.
Menurut Darwis, Ketua Koperasi Belimbing Jaya, lahan yang mereka kelola adalah milik ninik mamak yang diserahkan pada anak kemenakan melalui PSJ. Model ini mereka kenal dengan bapak angkat dan anak angkat.
Sebelum adanya Koperasi Belimbing Jaya, sistem bapak angkat dan anak angkat sudah berlangsung sejak 1996 antara PSJ dengan KUD Sawit Raya. Dulunya, masyarakat Langgam mengelola lahan dengan cara berpindah-pindah. Setelah PSJ datang dan memperkenalkan diri pada masyarakat dan menawarkannya untuk menanam sawit. Dari sinilah ninik mamak mulai menyerahkan lahan pada perusahaan tersebut.
Namun, pada 2010, KUD Sawit Raya terbagi menjadi 8 koperasi. Salah satunya koperasi yang dipimpin oleh Darwis tadi. Kata Darwis, kerjasama tersebut menguntungkan masyarakat karena mulai meningkatnya perekonomian masyarakat desa.
Lain hal dengan Sopian, mantan Ketua Koperasi Gondai Poros Indah. Ia mengaku, anggota koperasi terus terlilit hutang dengan PSJ. Masalah ini sebenarnya juga dialami anggota koperasi semasa KUD Sawit Raya, sehingga anggota koperasi membentuk koperasi sendiri.
Persoalan ini membuat Koperasi Gondai Poros Indah tak bisa berbuat banyak. Anggota koperasinya menjual langsung buah sawit pada PSJ tanpa melewati koperasi yang selama ini telah bekerjasama. Anggota koperasi membuka rekening sendiri dan menerima uang hasil penjualan buah sawit yang ditransfer langsung oleh perusahaan.
Tak hanya itu, sebagian warga akhirnya menjual lahan. Pembelinya diketahui orang dari luar desa. Padahal lahan tersebut milik ninik mamak yang diserahkan pada anak kemenakan dan dikelola secara turun-temurun.
Seperti Sugimin, yang membeli lahan pada 2008 dan menjadi warga Desa Langkan. Sugimin pun akhirnya menjadi Bendahara Koperasi Rukun Makmur. Sugimin juga mengakui, meski PSJ membiayai masyarakat mengelola kebun sawitnya, masyarakat terus tersangkut dengan hutang piutang.
Anggota Koperasi Rukun Makmur beberap kali menyurati dan musyawarah dengan manajemen PT Peputra Supra Jaya. Mereka minta transparansi jumlah hutang anggota yang terus bertambah. Tapi kehendak ini tak dipenuhi.
Anggota koperasi akhirnya memilih tidak menjual hasil produksi pada PT Peputra Supra Jaya, tapi mereka diminta untuk melunasi semua hutang terlebih dahulu. Kata Sugimin, untuk melunasi hutang ini, mereka meminjam uang dari salah satu badan usaha milik negara. Hutang ini pun berhasil dilunasi dan anggota koperasi bebas menjual hasil produksi sawit ke mana saja selain ke PSJ. “Kami sekarang jual ke PT Mitra Unggul Pusaka.”
Kata Sugimin salah satu alasan mereka tidak menjual hasil produksi pada PSJ, karena harganya sangat murah dan tidak sesuai dengan ketentuan Dinas Perkebunan.
Sugimin pernah melapor ke Kementerian Kehutanan terkait hutang yang ditanggung oleh anggota koperasi. Tapi mereka tak dapat solusi atas pengaduan ini. Namun, dari laporan ini Sugimin tahu bahwa PSJ tidak memiliki izin.
Tak hanya itu, Sugimin bersama anggota koperasi lainnya juga menggugat PSJ Jaya ke Pengadilan Negeri Pelalawan atas wan prestasi yang dilakukan oleh perusahaan. Putusan ini menolak gugatan Sugimin. Pada pengadilan tingkat banding gugatan Sugimin juga ditolak dan sekarang dalam upaya kasasi.
Kata Zamur Mantan Ketua Koperasi Makmur Mandiri, anggota koperasi memang diharuskan menjual buah sawit pada PSJ. “Tidak boleh pada perusahaan lain.”
Zamur bukan orang baru di koperasi. Sebelum memimpin Makmur Mandiri, ia salah satu Ketua Unit Otonom yang jadi bagian Koperasi Sawit Raya pada 1997. Selama bekerjasama dengan PSJ itu, ia mengaku pernah melihat izin dan surat rekomendasi dari Bupati Kampar milik PSJ.
Keterangan Nazarudin Ketua Koperasi Penarikan Maju Bersama sedikit berbeda. Meski anggota koperasi diharuskan menjual buah sawit pada PSJ, anggota koperasi sebenarnya dibolehkan menjual pada perusahaan manapun. Hanya saja, Nazarudin selaku ketua, merasa sungkan melakukan hal itu.
Pasalnya PSJ selama ini telah memberi biaya pada anggota koperasi. Meski begitu, anggota koperasinya juga bergantung pada perusahaan karena hutang yang tak kunjung lunas. “Pada laporan terakhir, ada yang mempunyai hutang hingga Rp 15 milyar, Rp 1 milyar dan ada juga Rp 11 milyar,” kata Nazarudin.
Pola kerjasama antar koperasi dan PSJ sebenarnya mengikuti kesepakatan yang sudah dibuat pada masa KUD Sawit Raya. Seperti yang dijelaskan oleh Zainudin Ketua Koperasi Gondai Bersatu.
Katanya, sistem dan pola kerjasama tetap mengikuti yang sudah-sudah. Pola kerjasama ini juga mereka kenal dengan istilah bapak angkat dan anak angkat. PSJ sebagai bapak angkat, sementara koperasi sebagai anak angkat. Anak angkat tidak boleh menjual hasil produksi selain pada bapak angkat, sebelum hutang selama kerjasama dapat dilunasi.
Sedikit berbeda dengan penjelasan Maradu Nasib M Silaban, Ketua Koperasi Sri Gumala Sakti. Anggota Koperasi Sri Gumala Sakti mengolah sendiri lahan mereka. Mulai dari pembibitan, penanaman, pemupukan sampai produksi. Namun, tetap menjual pada perusahaan. Ketentuan ini baru berakhir apabila pohon sawit tidak lagi menghasilkan buah atau seluruh hutang baik jangka pendek maupun jangka panjang telah dilunasi. “Itu pun mesti menyisihkan tabungan replanting sebesar 10 persen,” kata Silaban.
Pengakuan Alwizar Mantan Ketua Koperasi Sri Gumala Sakti juga sama. Kerjasama koperasi dan PT Peputra Supra Jaya membuat anggotanya berhutang hingga sekarang. Padahal, salah satu alasan Sri Gumala Sakti mendirikan koperasi sendiri untuk menyelesaikan persoalan utang anggotanya pada perusahaan. “Tapi sampai saya tak menjabat lagi pun hutang itu belum selesai,” kata Alwizar. Kini, lahan anggota Koperasi Sri Gumala Sakti dalam kondisi tak terawat dan tak pernah dilakukan pemupukan lagi. Anggotanya komplain karena hal tersebut kewajiban perusahaan.
Begitu juga dengan Ridwan Nainggolan. Ia mengatakan, perusahaan juga memberi kredit pada anggota koperasi untuk menanam dan mengelola kebun sawit. Sebenarnya modal untuk berkebun ini dipinjam pada bank namun PT Peputra Supra Jaya sebagai penjamin. Kata Ridwan, sekarang hutang anggota pada bank sudah lunas, tapi belum pada pada perusahaan.
Namun, keterangan Ridwan dan Alwizar beda dengan Zamur. Mereka tak pernah melihat izin-izin yang dimiliki oleh PT Peputra Supra Jaya, meski bekerjasama dengannya sejak menjadi anggota KUD Sawit Raya.
Mengenai izin tersebut, 3 orang karyawan PT Peputra Supra Jaya yang diperiksa di pengadilan juga tidak mengetahuinya sama sekali.
Sebagaimana yang disampaikan Toni Muliadi, Estate Manager PT Peputra Supra Jaya sejak Maret 2016. Ini jabatan tertinggi bagi areal kebun PT Peputra Supra Jaya. Ia mengatur seluruh kegiatan operasional di lahan inti dan plasma. Toni membawahi beberapa manager, kepala tata usaha dan asisten kebun. Seluruh karyawan juga bagian dari pengawasannya. Semua itu ia laporkan pada Sudiono selaku Direktur.
Luas lahan yang dikelola oleh PSJ mencapai 9.684 hektar. Ia terbagi lahan inti dan plasma. Lahan plasma dikelola PSJ bersama masyarakat melalui 8 koperasi di Kecamatan Langgam. Kerjasama ini menggunakan sistem KKPA. Sementara lahan inti dikelola langsung oleh PSJ. Selain itu, PSJ juga memiliki pabrik pengolahan kelapa sawit.
Terhadap lahan yang dikelola PSJ ini, Toni tidak mengetahui legalitas alias izin yang dimiliki perusahaan tempat ia bekerja. “Kami hanya ditunjukkan peta kerja.”
Begitupula Jimi Sumarlin. Sejak bekerja 1 Oktober 2013, sebagai Asisten Tanaman ia hanya diberikan peta areal kerja oleh pihak perusahaan. Sebenarnya, mulai 2005 hingga 2012 ia sudah bekerja di PT Peputra Supra Jaya. Sempat keluar, satu tahun kemudian masuk lagi.
Jimi hanya mendengar ada izin usaha perkebunan yang dimiliki perusahaan tapi tak pernah melihatnya. Jimi mengawasi lahan plasma seluas 599 hektar. Di dalamnya ada 3 koperasi, Koperasi Sri Gumala Sakti, Koperasi Gondai Bersatu dan Koperasi Rukun Makmur. Lahan plasma ini miliki masyarakat yang jadi anggota koperasi, namun bekerjasama dengan perusahaan dalam hal pengelolaannya.
Menurut Jimi, di sekitar lahan yang dikelola PSJ terdapat pemukiman masyarakat. Ada sekolah bahkan masjid. Masyarakat ada yang menanam karet dan sawit. Sebagian masyarakat ada yang menjual hasil panen pada PSJ.
Lain hal dengan Sebayang, ia mengurus lahan inti PSJ. Lahan inti ini terdiri dari dua bagian. Lahan inti utara dan lahan inti selatan. Sebayang mengelola yang utara seluas 1.467,67 hektar. Bagian selatan jadi tanggungjawab Kartono. Soal legalitas penguasaan lahan ini juga tidak diketahuinya.
Selain dibagi dua bagian, lahan inti PSJ juga dibagi menjadi lahan inti 1, 2, 3, 4 dan 5.
Lahan inti dikelola langsung oleh perusahaan. Meski tak ada lahan milik koperasi, ada lahan milik kelompok tani non koperasi. Sistem kerjasamanya juga bagi hasil. Kata Sebayang, kerjasama ini sudah berlangsung lama. “Tak ada kelompok tani yang keberatan dengan sistem bagi hasil ini.”
Begitu juga dengan Rudi Yanto yang mengetahui luas lahan inti PSJ 3.800 hektar. Namun, pada saat diperiksa penyidik, ia melihat SK Bupati Pelalawan hanya memberikan lahan inti seluas 1.500 hektar.
“Saya baru tahu saat diperlihatkan oleh penyidik SK Bupati Pelalawan,” jelas Rudi.
Rudi Yanto pernah bekerja di PT Siak Raya Timber selama 13 tahun. Ini anak perusahaan NWR yang bergerak dibidang hutan tanaman industri. Rudi dijelaskan oleh penyidik, bahwa PSJ menanam di areal NWR. Saat masih bekerja, ia tidak mengetahui persoalan ini. Meski begitu, Rudi juga tidak mengetahui legalitas luas lahan yang dimiliki oleh PSJ.
Yuli Zarwan juga menjawab hal yang sama. Ia juga tak pernah tahu mengenai segala izin yang dimiliki oleh perusahaan tempatnya bekerja. Yuli Zarwan mulai kerja tahun 1999 sebagai asisten pembibitan. Sekarang ia bertanggungjawab sebagai manager plasma PSJ, yang bekerjasama dengan 7 koperasi.
Penguasaan lahan secara illegal yang dilakukan oleh PT Peputra Supra Jaya, juga diperkuat oleh 5 orang saksi dari Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Pelalawan. Berikut penjelasan mereka:
PSJ merupakan satu-satunya perusahaan di Kecamatan Langgam, yang bermitra dengan masyarakat lewat koperasi dengan pola kerjasama yang disebut KKPA. Kemitraan ini sempat mengalami masalah dengan salah satu koperasi yakni Koperasi Sri Gumala Sakti dengan pihak PSJ.
Masalah tersebut kata Aldo, sempat dimediasi sampai melibatkan Komnas HAM. Pemerintah daerah kemudian diminta membentuk tim untuk melakukan verifikasi ke lapangan. Tim ini melibatkan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Pelalawan, Badan Pertanahan Pelalawan dan beberapa instansi terkait “Setelah melakukan verifikasi itu kita mengetahui bahwa lahan PSJ berada dalam kawasan hutan,” sebut Aldo.
Di samping itu, pada saat PSJ menjalin kerjasama dengan anggota koperasi tidak pernah melibatkan dinas kehutanan dan perkebunan dalam menyusun poin-poin kerjasama. Berkaitan dengan persoalan ini, pihak dinas kehutanan dan perkebunan pernah menyarankan supaya kedua pihak merevisi poin kerjasama tersebut.
Menurut Heri Hadiasyah, perusahaan wajib memiliki izin usaha perkebunan dalam hal budidaya tanaman di atas 25 hektar, termasuk budidaya tanaman kelapa sawit. Meski perusahaan bermitra dengan koperasi, kewajiban memiliki izin usaha tetap dibebankan pada perusahaan. Anggota koperasi yang memiliki lahan di bawah 4 hektar hanya diberi surat tanda daftar budidaya atau STDB.
PSJ mulai membuka lahan pada 1996. Kata Japri, PSJ pernah mengajukan permohonan pelepasan kawasan hutan pada tahun 2006. Permohonan tersebut kemudian ditinjau oleh dinas kehutanan dan perkebunan Pelalawan. Namun, izin yang diberikan hanya seluas 1500 hektar. Permohonan tersebut tak dapat dipenuhi secara keseluruhan karena areal yang diajukan sebagian berada dalam kawasan hutan dan telah diberi izin pada perusahaan lain dalam hal ini NWR.Namun, PSJ melakukan kegiatan penanaman seluas 3.500 hektar, melebihi luas izin yang diberikan.
Selain itu, berdasarkan SK Menteri Kehutanan nomor 673 tahun 2014, areal tanam PSJ sempat berstatus menjadi APL atau diputihkan. Namun pada SK Menteri Kehutanan nomor 878 tahun 2014, statusnya kembali berubah menjadi kawasan hutan. Saat diputihkan, kata Budi Surlani, PSJ sempat mengajukan lagi permohonan izin usaha perkebunan. “Namun kawasan tersebut keburu berubah status hanya dalam waktu sebulan lewat dua SK yang dikeluarkan tadi.”
Mengenai perusahaan yang tidak memiliki izin sesuai prosedural, kata Japri, pada 2011 Komisi Pemberantasan Korupsi pernah menyurati gubernur seluruh Indonesia supaya mendata perusahaan yang tidak memiliki izin sebagaimana yang diatur. Himbauan ini merembet ke daerah termasuk di Kabupaten Pelalawan. PSJ adalah salah satu yang berhasil di data dan dilaporkan ke Gubernur Riau.
“Sebenarnya beberapa kali kami sudah menyurati perusahaan untuk mengurus izin-izinnya,” tambah Heri Hadiasyah. Bahkan, kata Heri, pada 2015 ia pernah menyurati PSJ terkait penguasaan lahan yang tidak prosedural.
Selain menanam melebihi luas izin yang diberikan, PSJ juga diketahui menamam kelapa sawit di atas areal kerja hutan tanaman industri PT Nusa Wana Raya. Perusahaan ini diberi izin oleh Menteri Kehutanan pada 1997 seluas 21 ribu hektar. Namun, penasihat hukum terdakwa mempersoalkan perusahaan yang baru melakukan tata batas pada 2006.
Padahal, berdasarkan SK yang dikeluarkan, pelaksanaan tata batas dilakukan selambat-lambatnya 2 tahun sejak SK diterbitkan. Selain itu, SK penetapan luasan areal NWR tahun 2007 juga membengkak dri 21 ribu menjadi 26 ribu setelah dilakukan tata batas.
Kata Budi Surlani, tumpang tindih penguasaan lahan seperti ini juga disebabkan tata ruang Provinsi Riau yang belum tuntas diselesaikan.
Mengenai kerjasama koperasi dengan PSJ, penuntut umum juga menghadirkan saksi dari Dinas Koperasi Kabupaten Pelalawan. Yakni, Azwandi Kasubdit Pengembangan Koperasi.
Dari data yang ia bawa, ada 8 koperasi yang bermitra dengan perusahaan terkait. Diantaranya, Koperasi Sri Gumala Sakti, Koperasi Gondai Bersatu, Koperasi Gondai Poros Indah, Koperasi Makmur Mandiri, Koperasi Makmur, Koperasi Rukun Makmur, Koperasi Penarikan Maju Bersama dan Koperasi Belimbing Jaya. “Untuk membentuk koperasi itu, salah satu syaratnya minimal memiliki anggota 20 orang. Mereka memenuhi syarat itu,” sebut Azwandi.
Mengenai 8 koperasi yang bermitra dengan PSJ, satu koperasi yakni Gondai Bersatu, kata Azwandi, tidak pernah melaksanakan rapat anggota sejak 2015. Koperasi ini sudah diberi teguran meski belum diusulkan untuk dibekukan. Alasan yang diketahui Azwandi, anggota Koperasi Gondai Bersatu mengaku kesulitan untuk diajak bertemu untuk rapat. Mereka juga tidak memahami cara menyusun laporan pertanggungjawaban.
“Padahal kita sudah suruh untuk datang ke kantor supaya kita ajarkan bagaimana menyusun laporan tersebut,” kata Azwandi.
Semenjak bertugas di Dinas Koperasi, Azwandi juga pernah menerima pengaduan dari anggota koperasi yang bermitra dengan PT Peputra Supra Jaya mengenai hutang mereka yang tidak pernah lunas sampai sekarang. Saat dilakukan mediasi, Azwandi diberitahu oleh Humas perusahaan, hutang tersebut tidak lunas karena biaya pengelolaan kebun terus menerus ditanggung oleh perusahaan. Azwandi hanya sebatas menerima informasi tersebut dan tidak ada tindak lanjut penanganannya.
Untuk memperkuat dakwaannya, penuntut umum juga menghadirkan ahli. Diantaranya, Kiswandhono Kepala Seksi Penanganan Konflik dan Pencegahan Kebakaran, Kementerian Pertanian.
Menurut Kiswandono, perusahaan dalam mengajukan izin harus mengacu pada Undang-undang Perkebunan No 18 tahun 2004 dan 39 tahun 2014. “Di dalamnya mengatur ketentuan yang harus diikuti oleh perusahaan,” katanya.
Izin Usaha Perkebunan (IUP) menurut Kiswandono ada tiga bagian, IUP B (Budidaya) perusahaan yang kelola kebun, IUP P (Pengolahan) perusahaan memiliki pabrik dan IUP Budidaya dan Pengelolaan, perusahaan memiliki kebun dan pabrik pengolahan.
Dalam aturan penerbitan izin sebagian wewenang sudah di berikan ke daerah, “Jika izin berada di dalam satu provinsi maka yang mengeluarkan izin gubernur dan jika berada di dua provinsi maka menteri yang keluarkan izin,” ucap Kiswandhono. Ia menambahkan, Izin yang diberikan diatas 25 ha, berbentuk badan hukum perusahaan atau koperasi. “Untuk perorangan, mereka memegang Surat Tanda Daftar Usaha (STDU).”
Kiswandhono berpendapat, PT PSJ tidak perlu mengajukan permohonan IUP baru, “Perusahaan hanya pengajukan surat persetujuan perubahan luas lahan, karena PT PSJ sudah punya izin sebelumnya,” ucap Kiswandhono.
Ia manambahkan, dalam pasal 114 ayat 2 UU Perkebunan menyebutkan, Perusahaan Perkebunan yang telah melakukan Usaha Perkebunan dan telah memiliki izin Usaha Perkebunan yang tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini diberi waktu paling lama 5 (lima) tahun untuk melaksanakan penyesuaian sejak Undang-Undang ini berlaku. “PT PSJ punya waktu untuk penyesuaikan ketentuan yang baru hingga 2019,” kata Kiswandhono.
Selain itu, Alvi Syahrin ahli korporasi dari Universitas Sumatera Utara mengatakan, izin persetujuan prinsip berbeda dengan izin usaha. Izin persetujuan prinsip hanya berlaku selama satu tahun. Selama itu, perusahaan wajib memproses izin lokasi, menyediakan jaminan tenaga kerja serta memproses Hak Guna Usaha (HGU).
HGU inilah yang akan menjadi izin saat melakukan kegiatan usaha. Alvi juga menyebutkan PT PSJ belum memiliki izin usaha, hanya memiliki izin prinsip. Maksudnya, pemerintah daerah bisa menyetujui atau tidak sebuah korporasi melakukan usaha perkebunan bukan memberikan izin untuk melakukan usaha perkebunan.
Ahli Puthut Okky Mahendra lebih detail lagi menjelaskan status kawasan yang dikelola oleh PSJ. Ia ahli pemetaan Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. Puthut turun langsung ke lokasi dan melakukan pengukuran di areal kelola PSJ.
Puthut ditemani 6 penyidik Bareskrim Polri, 1 orang dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Pelalawan, Polsek Langgam, 2 orang karyawan PSJ dan 1 orang karyawan NWR. Panduan Puthut dalam mengambil titik koordinat berdasarkan peta areal kerja PSJ. Total ada 32 titik koordinat yang diambil.
Hasilnya, berdasarkan SK.878/Menhut-II/2014, izin usaha perkebunan PSJ seluas lebih kurang 1.281 hektar, berada pada: kawasan hutan produksi tetap seluas lebih kurang 307 hektar. Sisanya lebih kurang 974 hektar berada pada areal penggunaan lain atau APL.
Areal sebagian inti 1 sampai inti 6 di luar izin usaha perkebunan seluas lebih kurang 2.134 hektar, berada pada: kawasan hutan produksi terbatas seluas lebih kurang 88 hektar, kawasan hutan produksi tetap seluas lebih kurang 1.993 hektar dan areal penggunaan lain seluas lebih kurang 53 hektar.
Untuk kebun plasma PSJ seluas 5.909 hektar yang di dalamnya terdapat 8 koperasi, berada pada: kawasan hutan produksi tetap seluas lebih kurang 1.367 hektar, kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi seluas lebih kurang 128 hektar dan areal penggunaan lain seluas lebih kurang 4.414 hektar. Tak hanya itu, sebagian kebun inti 2 sampai 6 dan sebagian areal kebun plasma PT Peputra Supra Jaya juga berada pada areal konsesi IUPHHK-HTI PT Nusa Wana Raya yang telah ditata batas pada 2006.
Berdasarkan SK.173/Kpts-II1986/tata guna hutan kesepakatan (TGHK), izin usaha perkebunan PSJ seluas lebih kurang 1.281 hektar, berada pada: kawasan hutan produksi terbatas seluas lebih kurang 487 hektar, kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi seluas lebih kurang 794 hektar.
Areal inti 1, 3 sampai 6 dan sebagian areal inti 2 di luar izin usaha perkebunan dengan luas lebih kurang 2.134 hektar, berada pada: kawasan hutan produksi terbatas seluas lebih kurang 2.078 hektar dan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi seluas lebih kurang 56 hektar.
Sementara itu, untuk kebun plasma seluas 5.909 hektar yang terdapat 8 koperasi di dalamnya tadi, berada pada: kawasan hutan produksi terbatas seluas lebih kurang 1.511 hektar dan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi seluas lebih kurang 4.398 hektar.
Berdasarkan Perda Nomor 10 tahun 1994 Provinsi Riau tentang RTRWP, izin usaha perkebunan PSJ seluas lebih kurang 1.281 hektar, berada pada: areal peruntukan kawasan kehutanan seluas lebih kurang 483 hektar dan areal peruntukan non kehutanan seluas lebih kurang 798 hektar.
Areal inti 1, 3 sampai 6 dan areal inti 2 di luar izin usaha perkebunan seluas lebih kurang 2.134 hektar, berada pada: areal peruntukan kawasan kehutanan seluas lebih kurang 2.071 hektar dan areal peruntukan non kehutanan seluas lebih kurang 63 hektar.
Untuk kebun plasma dengan luasan yang sama seperti yang dijelaskan di atas, berada pada: areal peruntukan kawasan kehutanan seluas lebih kurang 1.511 hektar dan areal peruntukan non kehutanan seluas 4.398 hektar. Seluruh areal perkebunan PSJ pada saat Puthut mengambil titik koodinat dalam kondisi sudah ditanami kelapa sawit.
Selain penuntut umum yang menghadirkan saksi dan ahli, penasihat hukum juga diberi kesempatan menghadirkan saksi dan ahli yang meringankan bagi terdakwa.
Menurut Kamisrun, sebelum masyarakat menanam sawit dengan pola KKPA bersama PSJ, masyarakat ada yang bekerja sebagai petani, buruh dan merantau. Warga terbantu dengan adanya program tersebut dan bisa memenuhi kebutuhan keluarga. “Sejak ikut program KKPA Maret 2003, saya sudah terima hasil,” kata Abdul Maryono. Ia mengatakan, PT PSJ buat jalan poros dan itu membantu akses warga berkegiatan.
Menurut Kamisrun, Abdul Maryono dan Sucipto, ketika krisis moneter 1998. PT PSJ tetap beroperasi dan program KKPA masih berjalan.
Begitu juga dengan M Setiawan. Ia mengaku dulunya belum mengenal sawit dan hanya bekerja mencari ikan. Hadirnya PSJ, menurut Setiawan, warga terbantu. “Warga ada penghasilan tetap.” Terkati kasus yang dihadapi oleh PT PSJ, Setiawan tidak mengetahuinya. “Selama ini kita dengan PSJ tidak ada masalah, baru tau saat persidangan,” ucapnya.
Setiawan menambahkan, saat krisis melanda Indonesia, PSJ tetap melakukan operasional di kebun. Terkait kepemilikan lahan, Setiawan terima dari pemilik yang kedua. “Saya beli lahan dari koperasi bukan dengan pemilik langsung.” Lahan milik Setiawan di blok 183. Umur sawit 17 tahun. Terkait izin milik PT PSJ, ia hanya dengar dari pengurus koperasi. “Jika PSJ tidak punya izin, mereka tidak akan mengelola lahan bersama warga.”
Saharudin juga mengatakan hal yang sama. Selain punya lahan di Desa Gondai, ia juga punya lahan dengan bukti Surat Keterangan Tanah (SKT) di Desa Langkan. “Jarak kedua lahan sekitar 1 kilo,” kata Saharudin. Namun SKT tersebut sudah digadai ke bank. “Uang pinjaman 40 juta itu digunakan untuk beli lahan di Desa Gondai tadi.”
Menurut Saharudin, kepemilikan lahan tidak semua dikuasai oleh warga lokal. Ada juga milik pihak luar. Saharudin juga tidak membuat perjanjian jual beli lahan, hanya melalui koperasi. Lahan tersebut merupakan wilayah transmigrasi lokal. Warga memilih untuk diolah PT PSJ melalui koperasi jadi kebun sawit. “Kita ingin proses kepemilikan lahan itu jadi sertifikat dan dikelola kembali oleh PT PSJ,” kata Saharudin.
Saksi lain yang dihadirkan penasihat hukum yang juga membeli lahan lewat pengurus koperasi, adalah Saman. Saman punya lahan di Desa Pangkalan Gondai dengan luas 4 hektar di dua lokasi terpisah. Diantaranya, 2 hektar di blok 189 dibeli tahun 2007 milik Aslinda, sedangkan sisanya di blok 163 dibeli tahun 2015 dengan kepemilikan Surat Keterangan Tanah (SKT). “Blok 163 yang di Gondai sudang digadai ke bank,” kata Saman. Saman katakan, saat jual beli lahan, tidak menggunakan notaris dan saksi, hanya ada pengurus koperasi.
Sebelum PSJ datang, wilayah di Gondai, Langkan dan Segati merupakan perladangan masyarakat dan rawa. Pekerjaan warga saat itu, petani karet, nelayan dan buruh lepas. Terkait izin operasi PT PSJ, menurut Saman PT PSJ punya izin. “PT PSJ sudah ada sejak 1997, warga juga jual hasil sawit ke sana (perusahaan),” ucap Saman. Ia menambahkan selain PT PSJ, tidak ada perusahaan lain.
Setelah semua saksi dan ahli memberi keterangan di muka persidangan, baik saksi fakta, ahli maupun yang meringankan, giliran Sudiono memberi keterangan sebagai direktur yang mewakili terdakwa PSJ.
Sudiono mulai bekerja di PSJ sejak 2006. Diangkat jadi direktur pada 2012 menggantikan Samson Siregar yang mengundurkan diri. Sebelumya, jabatan ini sudah dua kali berganti. Sebelum bergabung di PSJ, Sudiono 10 tahun di PT Gandahera Hendana.
PSJ berdiri pada 30 Oktober 1995. Bergerak dibidang budidaya kelapa sawit, bekerjasama dengan masyarakat dengan pola kredit koperasi primer anggota (KKPA). Kerjasama ini dimulai pada 1996, ketika masyarakat Desa Langkan, Gondai dan Segati menyerahkan lahannya pada PSJ untuk ditanami kelapa sawit.
Untuk memudahkan kerjasama ini, dibentuklah Koperasi Unit Desa Sawit Raya. Didalamnya terdapat unit otonom yang mewakili desa masing-masing. Perjanjian tertulis pun dibuat. Kata Sudiono, ada tiga kali perjanjian yang dibuat. Pada 18 Januari 1996, 27 November 1996 terakhir pada 2002.
PSJ kemudian mencari bank untuk meminjamkan modal pada masyarakat. Hal ini dilakukan pada Bank Universal. PSJ sebagai penjamin. Pasalnya, kata Sudiono, lahan yang diserahkan oleh masyarakat tidak memiliki sertifikat kecuali lahan bekas transmigrasi.
Setelah lahan diserahkan, perjanjian dibuat dan modal pun telah didapat, penanaman bibit kelapa sawit mulai dilakukan. Sejak 1998 hingga 2001, lahan seluas 9 ribu hektrar telah ditanami. Nahasnya, tanaman tersebut sempat terserang hama. Rehabilitasi kebun pun mulai dilakukan sejak 2008 sampai 2012.
Belakangan, pada 2010, pengurus sawit raya pecah kongsi sehingga membentuk koperasi sendiri. Mereka terbagi jadi delapan. Diantaranya, Koperasi Rukun Makmur, Koperasi Gondai Poros Indah, Koperasi Gondai Bersatu, Koperasi Makmur Mandiri, Koperasi Belimbing Jaya, Koperasi Mandiri, Koperasi Penarikan Maju Bersama dan Koperasi Sri Gumala Sakti.
Awal mulanya, PSJ tak memiliki lahan sama sekali. Kepemilikan lahan oleh perusahaan setelah adanya penyerahan lahan oleh ninik mamak Kecamatan Langgam, yang dimaksudkan untuk dikelola oleh anak kemenakan melalui perusahaan. Dari sini, PSJ kemudian dapat jatah pembagian lahan atas kontribusinya. Milik PSJ disebut lahan inti, milik masyarakat disebut lahan plasma.
Karena memiliki lahan sendiri, PSJ telah memiliki beberapa izin:
- Surat Bupati Kampar No. 050/TP/1197 tertanggal 25 Oktober 1995 tentang izin prinsip agro industri dengan komoditi kelapa sawit program KKPA.
- Surat Kanwil Transmigrasi Prop. Riau No. B. 1904/W4/1995 tertanggal 28 Desember 1995 tentang pemanfaatan lahan eks transmigrasi di Desa Langkan Kecamatan Langgam.
- Surat Dinas Perkebunan Prop. Riau No. IV/1383/IP.05/01.1997 tentang dukungan izin prinsip usaha perkebunan An. PT Peputra Supra Jaya.
- Surat Kanwil Kehutanan Prop. Riau No. 2655/KWL-6/1996 tertanggal 10 September 1996 dan No. 3510/KWL-6/1996 tertanggal 5 November 1996 tentang permohonan persetujuan pencadangan lahan untuk usaha perkebunan.
- Surat Gubernur Riau No. 525/EK/4065 tertanggal 30 November 1996 dan No 525/EK/4064 tertanggal 19 Desember 1996 tentang persetujuan pencadangan lahan untuk areal perkebunan An. PT Peputra Supra Jaya.
- Surat Direktorat Jenderal Perkebunan No. HK.350/E5.155/03.97 tertanggal 7 Maret 1997 tentang persetujuan prinsip usaha budidaya perkebunan kelapa sawit PT. Peputra Supra Jaya, Provinsi Riau seluas ± 3.895 hektar dengan pengembangan kelapa sawit rakyat ± 8.550 hektar.
- Surat Menteri Transmigrasi RI No. 476/Rocan-A/1997 tertanggal 7 Maret 1997 tentang pembangunan kebun kelapa sawit pola kemitraan.
- Surat Badan Koordinasi Penanaman Modal RI No. 65/V/PMA/1996 tertanggal 31 Juli 1996 tentang persetujuan menteri negara penggerak dana investasi/ Ketua BKPM atas perubahan status perusahaan penanaman modal dalam negeri (PMDN) menjadi penanaman modal asing (PMA).
Luas lahan inti PSJ berdasarakn izin usaha perkebunan budidaya, 1.500 hektar. Namun, luas tanamannya melebih izin yang dimiliki. Kata Sudiono, penyesuaian luas tanaman dengan izin yang dimiliki sedang dalam proses pengajuan ke dinas terkait.
Bukan hanya itu, lahan yang dikelola oleh PSJ ternyata berada dalam kawasan hutan, berdasarkan SK 878 Menteri Kehutanan tahun 2014. “Kami baru mengetahuinya yang mulia. Padahal pada SK 673 statusnya bukan kawasan hutan,” kata Sudiono.
Sudiono mengaku sudah empat kali menyurati Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait status kawasan perusahaannya. Dia juga pernah datang langsung ke gedung Manggala Wanabakti. Terkahir kali, ia pernah berkirim surat ke Presiden Joko Widodo. Usaha itu belum membuahkan hasil.
Tak hanya memiliki izin budidaya tanaman kelapa sawit, PSJ juga mengembangkan bisnisnya disektor industri dengan mengantongi izin usaha pegolahan kelapa sawit pada 2011. Setelah memiliki izin tersebut, mereka mulai membangun pabrik pada akhir 2012 dan memulai operasionalnya pada 2014.
Sebelum memiliki pabrik pengolahan sendiri, anggota koperasi menjual buah kelapa sawit pada perusahaan terdekat. Kata Sudiono, dijual pada PT Mitra Unggul Pusaka, melalui surat pengantar dari PSJ.
Diakhir pemeriksaan, Sudiono menyatakan, bahwa ia mewakili perusahaan merasa tak bersalah. Karena selama berdiri mereka taat pajak, berkontribusi meningkatkan ekonomi masyarakat dan selalu mendapatkan sertifikat dari Bupati Pelalawan atas budidaya dan pengolahan kelap sawit dengan baik.
TEMUAN DAN ANALISIS
Berdasarkan pantauan riau corruption trial selama 27 kali persidangan dan dokumen-dokumen yang berhasil dilihat dan didapat tim rct menemukan bahwa benar PSJ telah merambah, menduduki kawasan hutan tanpa izin Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sejak 1995 hingga kini berdasarkan SK 173 Menteri Kehutanan tahun 1986 tentang tata guna hutan kesepakatan, dan SK 878 Menhut tahun 2014 tentang Kawasan Hutan Propinsi Riau. Hasil tinjauan lapangan ahli Puthut Okky Mahendra yang berpedoman pada SK 878, juga menemukan fakta IUP PT Peputra Supra Jaya seluas 1.281 hektar berada pada kawasan hutan produksi tetap seluas 307 hektar. Sisanya pada areal penggunaan lain.
Paparan rincinya, berdasarkan SK.878/Menhut-II/2014, izin usaha perkebunan PSJ seluas lebih kurang 1.281 hektar, berada pada kawasan hutan produksi tetap seluas lebih kurang 307 hektar. Sisanya lebih kurang 974 hektar berada pada areal penggunaan lain atau APL.
Areal sebagian inti 1 sampai inti 6 di luar izin usaha perkebunan seluas lebih kurang 2.134 hektar, berada pada kawasan hutan produksi terbatas seluas lebih kurang 88 hektar, kawasan hutan produksi tetap seluas lebih kurang 1.993 hektar dan areal penggunaan lain seluas lebih kurang 53 hektar.
Untuk kebun plasma PSJ seluas 5.909 hektar yang di dalamnya terdapat 8 koperasi, berada pada: kawasan hutan produksi tetap seluas lebih kurang 1.367 hektar, kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi seluas lebih kurang 128 hektar dan areal penggunaan lain seluas lebih kurang 4.414 hektar. Tak hanya itu, sebagian kebun inti 2 sampai 6 dan sebagian areal kebun plasma PT Peputra Supra Jaya juga berada pada areal konsesi IUPHHK-HTI PT Nusa Wana Raya yang telah ditata batas pada 2006.
Berdasarkan SK.173/Kpts-II1986/tata guna hutan kesepakatan (TGHK), izin usaha perkebunan PSJ seluas lebih kurang 1.281 hektar, berada pada: kawasan hutan produksi terbatas seluas lebih kurang 487 hektar, kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi seluas lebih kurang 794 hektar.
Areal inti 1, 3 sampai 6 dan sebagian areal inti 2 di luar izin usaha perkebunan dengan luas lebih kurang 2.134 hektar, berada pada: kawasan hutan produksi terbatas seluas lebih kurang 2.078 hektar dan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi seluas lebih kurang 56 hektar.
Sementara itu, untuk kebun plasma seluas 5.909 hektar yang terdapat 8 koperasi di dalamnya tadi, berada pada: kawasan hutan produksi terbatas seluas lebih kurang 1.511 hektar dan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi seluas lebih kurang 4.398 hektar.
Berdasarkan Perda Nomor 10 tahun 1994 Provinsi Riau tentang RTRWP, izin usaha perkebunan PSJ seluas lebih kurang 1.281 hektar, berada pada: areal peruntukan kawasan kehutanan seluas lebih kurang 483 hektar dan areal peruntukan non kehutanan seluas lebih kurang 798 hektar.
Areal inti 1, 3 sampai 6 dan areal inti 2 di luar izin usaha perkebunan seluas lebih kurang 2.134 hektar, berada pada: areal peruntukan kawasan kehutanan seluas lebih kurang 2.071 hektar dan areal peruntukan non kehutanan seluas lebih kurang 63 hektar.
Untuk kebun plasma dengan luasan yang sama seperti yang dijelaskan di atas, berada pada: areal peruntukan kawasan kehutanan seluas lebih kurang 1.511 hektar dan areal peruntukan non kehutanan seluas 4.398 hektar. Seluruh areal perkebunan PSJ pada saat Puthut mengambil titik koodinat dalam kondisi sudah ditanami kelapa sawit.
Terkait perizinan, PT Peputra Supra Jaya memiliki IUP hanya 1.500 hektar pada 2011. Setelah dilakukan pengecekan oleh ahli Puthut, luas tanamnya mencapai 9.324 hektar. Kebun inti yang punya IUP 1.281 hektar, kebun inti tanpa IUP 2.134 hektar dan kebun plasma 5.909 hektar. Artinya, kebun yang tak memiliki IUP dikelola oleh PT Peputra Supra Jaya secara illegal berada dalam kawasan hutan. Melakukan budidaya perkebunan tanpa IUP di atas 25 hektar bertengangan dengan UU Perkebunan dan dapat dipidana.
Oleh karenanya, PSJ terbukti melanggar pasal 105 juncto pasal 47 ayat (1) juncto pasal 113 ayat (1) huruf a, Undang-undang RI Nomor 39 tahun 2014 tentang perkebunan, berupa PT PSJ tidak memiliki izin usaha perkebunan.
Temuan lainnya, seharusnya PU juga mendakwa PSJ dengan UU 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, karena berdasarkan keterangan saksi, ahli dan dokumen menunjukkan PSJ menanam sawit di dalam kawasan hutan. Namun, dalam dakwaan, PU hanya memakai dakwaan tunggal yaitu UU Perkebunan.
Temuan lainnya terkait kinerja jaksa:
- Jaksa penuntut umum memanggil banyak saksi fakta namun tak menggali substansi dakwaan. Misal, saksi hanya ditanya seputar kerjasama pola KKPA dan keuntungan yang didapat selama kerjsama tersebut. Tak ada keterangan saksi yang menjelaskan bagaimana PT Peputra Supra Jaya mengelola lahan ribuan hektar. Padahal, lahan tersebut statusnya miliki ninik mamak.
- Pada saat Suparno diperiksa, jaksa penuntut umum juga tidak menggali bagaimana PT PSJ memilik izin dan menanam melebihi dari izin yang dimiliki. Pada saat saksi Budi Surlani dan Japri dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan mengatakan lahan PT PSJ berada dalam kawasan hutan, jaksa penuntut umum bahkan mengabaikan hal ini. Padahal, ahli Puthut Okky Mahendra sudah menjelaskannya dalam dakwaan.
REKOMENDASI
Jelang tuntutan Penuntut Umum pada 27 November 2017 di PN Pelalawan, riau corruption trial merekomendasikan kepada Penuntut Umum:
- Menuntut PSJ dengan hukuman pidana penjara 5 tahun, denda Rp 13,3 Milyar (termasuk pidana tambahan)
- Dalam pertimbangannya memasukkan peran Top Giap Eng Eksekutif Deputy Chairman Heeton Investment pte ltd (investor dari Singapura yang memiliki saham atau mendanai 50 persen PT PSJ), karena perannya mendanai kebun sawit illegal PSJ dalam kawasan hutan.
- Komisi Kejaksaan memeriksa kinerja Kejaksaan Agung termasuk Penuntut Umum yang memeriksa di PN Pelalawan perihal hanya menggunakan dakwaan tunggal pidana perkebunan. Padahal fakta selama persidangan menunjukkan PT PSJ menanam sawit dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.