Karhutla PT Gandaerah Hendana

Ahli : Jika Perusahaan Taat, Kebakaran Tidak Mungkin Terjadi

Sidang ke 7 – Ahli

PN Rengat, 6 Oktober 2021—Hakim Nora Gaberia Pasaribu, Maharani Debora Manullang dan Mochamad Adib Zain melanjutkan pemeriksaan kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang terjadi di Hak Guna Usaha (HGU) No 16 PT Gandaerah Hendana—GH. Terdakwa korporasi badan usaha diwakili Jeong Seok Kang anak Mr Kang.

Terdakwa datang didampingi penasihat hukumnya Asep Ruhiat dan tim. Dari pihak penuntut umum Kejaksaan Negeri Inderagiri Hulu, Jimmy Manurung dan Andi Sinaga. Lalu dari Kejaksaan Tinggi Riau  hadir lewat sambungan Zoom, Syafril dan Zurwandi. Penuntut umum datangkan empat orang ahli.

Berikut ringkas keahlian mereka;

Bambang Hero Saharjo Ahli Karhutla. Selain melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat ia juga sebagai pengajar di Fakultas kehutanan dan lingkungan Institut Pertanian Bogor. Ia datang kelokasi terbakar atas permintaan penyidik Kementerian Lingkungan Hidup yang bersurat ke Dekan fakultas tempatnya bekerja untuk ditunjukkan ahli Karhutla yang akan verifikasi dan ground checking Karhutla di PT GH.

Ia ke lokasi Seluti  bersama penyidik dan pihak PT GH. Dilokasi melakukan observasi dan ambil sampel pada lahan terbakar yang diambil terdiri dari; sampel arang bekasa terbakar, tumbuhan bawah yang terbakar dan pelepah sawit yang terbakar. Lalu 3 sampel gambut berasal dari lahan terbakar dan tidak. Kedantangan 13 Juli 2020 tersebut, saat pembuatan berita acara pengambilan sampel disaksikan oleh Syahrin Rambe dan Randa Trianto.  Lalu sampel dibawa ke laboratorium Karhutla, Departemen Silvikultur Divisi Perlindungan Hutan Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB.

Dari surat keterangan ahli 28 Juli 2020,  disimpulkan kebakaran di PT GH tepatnya Desa Seluti pembakarannya dengan sengaja melalui pembiaran. Dengan fakta bahwa kebakaran terjadi nyaris sempurna karena memang tidak ada upaya yang dilakukan untuk mengendalikan laju api. Selama kebakaran berlangsung suhu api tinggi karena sebagian bahan bakar berasal dari log bekas tebangan hutan alam. Kebakaran terjadi pada lahan gambut, akibatnya gambut menjadi hilang dan hangus terbakar setebal 10-15 centimeter.

Hasil analisa hotspot Modis (Terra-Aqua) dan Viirs titik panas sudah muncul sejak 2 September 2019 dan berakhir 22 September 2019, api berada pada IUP PT GH dan memang berasal dari dalam perusahaan. Areal tebakar cenderung memiliki titik api yang mengelompok.  Sistem deteksi dan peringatan dini perusahaan tidak bekerja, karena perusahaan tidak punya kejelasan untuk memenuhi struktur organisasi dan personil, akses jalan, sapras pengendali api dan sarana transportasi yang baik. Petak lahan yang telah terbakar tidak dirawat sehingg berpotensi untuk kembali terbakar.

Selama kebakaran gas rumah kaca yang dilepaskan sebanyak 1.566 ton C; 548,1 ton CO2; 5,70 CH4; 2,52 ton NOx;  7,016 ton NH3; 5,81 ton O3; 101,39 ton CO dan 121,8 ton bahan partikel. Emisi yag dihasilkan selama kebakaran sudah melebihi baku mutu kerusakan.  Inilah hasil verifikasi 2 tempat kebakaran yang terjadi di PT GH yakni Desa Seluti HGU no 16 dan HGU no 1 dengan total 580 hektar yang terbakar.

Maka kerugian akibat kerusakan lingkungan yang timbul dari kebakaran lahan di PT GH sebesar Rp 208.848.730.000.

“Seharusnya PT GH bercermin dari peristiwa kebakaran yang pernah terjadi dan melakukan perbaikan untuk melindungi lahannya,” Ucap Bambang.

Asep Ruhiat Penasihat Hukum terdakwa tidak terima atas keterangan Bambang yang menyatakan lahan disengaja dibiarkan terbakar oleh PT GH.

Selama pemeriksaan Bambang, tim menghitung delapan kali hakim Nora menyanggah pertanyaan penasihat hukum terdakwa. Terkait, kedatangan ahli ke lokasi tanpa didampingi RT/RW atau kepala desa,  lahan sedang diokupasi masyarakat, dan proses pelepasan Seluti dari HGU perusahaan.   

Selanjutnya Basuki Wasis Ahli kerusakan tanah. Dari instansi yang sama dengan Bambang yakni pengajar, peneliti dan melakukan pengabdian masyarakat dari Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB. Ia datang kelokasi 9 Oktober 2109 untuk melakukan pengujan parameter kerusakan dari lahan PT GH yang terbakar. Ia mengambil 3 sampel gambut; 2 bekas terbakar dan 1 tidak.

Kala itu ia didampingi penyidik Gakkum KLHK, Polisi dan pihak PT GH. Sampel tanah lalu dibawa ke laboratorium Bioteknologi Lingkungan untuk melihat parameter kerusakan berdasarkan PP 4/2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan lahan.

Hasilnya, telah terjadi kematian spesies flora, fauna dan populasi lainnya yang terdapat didaam gambut. Selama kebakaran gambut hilang atau subsiden setebal 10-15 centimeter. Telah terjadi kerusakan untuk parameter PH gambut, C organic, kadar air, bobot isi dan porositas tanah.

 Lalu,  kebakaran yang terjadi di PT GH sengaja dibiarkan dan tidak dilakukan pengawasan untuk melindungi areal kegiatan usaha dari ancaman bahaya kebakaran. Padahal dalam perintah dokumen Andal, RKL, RPL sudah disebutkan perusahaan wajib melindungi lahan usaha dari bahaya api. Sehingga Karhutla di HGU PT GH tepatnya Desa Seluti telah mengakibatkan terjadinya pencemaran udara, kerusakan fungsi lingkungan hidup sesuai PP 4/2001.

Kemudian Erdianto Ahli  Pidana. Serta Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Riau. Ia menjelaskan petanggungjawaban pidana korporasi dan penerapan sanksi jika ditemukan peristiwa pidana.

Sebuah perusahaan dapat dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Pertanggungjawaban tersebut dapat dibebankan kepada badan usaha, pemimpin tertinggi atau pelaksana kegiatan. Sanksi yang dapat dijatuhkan melalui pembubaran organisasi, pencabutan hak tertentu dan denda. Sebab perusahaan mempunyai tanggung jawab mutlak untuk mengetahui dan menjaga segala kegiatan yang terjadi dilahan usahanya.

Saat diperiksa penyidik ia diberitahu bahwa kebakaran yang terjadi di PT GH sengaja dibiarkan, atas kejadian tersebut ia menjelaskan bahwa ada tindakan kesengajaan, dengan tidak melakukan kegiatan apapun. Seharusnya perusahaan bisa mengantisipasi agar kebakaran tidak terjadi. Lagi pula kejadian kebakaran sudah terjadi sejak 2016 dan 2017, ini termasuk perbuatan berlanjut. Ini masuk unsur kesengajaan kemungkinan atau bersyarat.  

Lalu persidanganlah yang akan membuktikan apakah telah dilakukan usaha pengendalian kebakaran, ketersediaan sapras dan sistem organisasi. Namun jika masih ditemukan adanya upaya yang dilakukan perusahaan dalam mengendalikan api, maka perusahaan tidak dapat dipidana dan bukan termasuk perbuatan yang sengaja. Namun jika kebakaran tetap terjadi pada lahan perusahaan yang dikuasai pihak lain/masyaraat maka telah terjadi peristiwa pidana tanpa sepengetahuan perusahaan.

Jika dalam perjalanan hukum terjadi peralihan udang-undang yang berkaitan dengan kasus tersebut maka dapat dilakukan penerapan pidana yang menguntungkan terdakwa.  

Namun diatas semua itu, hakikat penerapan hukum pidana tetap bisa dikenakan kepada penanggungjawab usaha jika perbuatan yang dilakukan telah menimbulkan banyak kerugian. “Perlndungan masyarakat dan umum harus lebih didahulukan,” sebut Erdianto.

Terakhir, Nelson Sitohang Ahli Amdal dari Badan Lingkungan Hidup Riau. Sebelum perusahaan melakukan kegiatan diwajibkan untuk susun analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal). Dokumen tersebut menjadi panduan terkait dampak yang akan terjadi dari pendirian perusahaan. Meliputi dampak lingkungan, sosial, ekonomi, ekosistim tempatan dan lainnya. Lalu surat pernyataan ditanda-tangani oleh pemrakarsa sebagai komitmen untuk menaati semua rekomendasi yang termuat dalam Amdal. Lahan PT GH gambut perusahaan diwajibkan untuk menjaga dan melndunginya.

 Hingga kini Amdal PT GH belum berubah dengan lahan usaha 19.384 hektar sehingga seluruh lahan termasuk Desa Seluti yang terbakar masih tanggungjawab perusahaan. Lalu perusahaan diwajibkan untuk memenuhi syarat dan alat yang harus dimiliki sebuah perusahaan perkebunan.

Izin lingkungan PT GH dikeluarkan Dinas Penanaman Modal Satu Pintu pada 17 Juni 2019.  

PT GH pernah alami kebakaran 1997 seluas 214 hektar dan 1998 seluas 1.090 hektar ini termuat pada laporan persemester. “ Jika perusahaan taat kebakaran tidak mungkin terjadi,” tutup Nelson diakhir pemeriksaan.

Pemeriksaan yg dimulai pukul 10 pagi berakhir pukul 19 malam. Sidang akan dilanjut 11 Oktober 2021 dengan agenda pemeriksaan satu ahli dan terdakwa.#Jeffri

About the author

Jeffri Sianturi

Sejak 2012 bergabung di Bahana Mahasiswa. Menyukai Jurnalistik setelah bertungkus lumus mencari ilmu di lembaga pers mahasiswa ini. Menurutnya, ia telah 'terjebak di jalan yang benar' dan ingin terus berada di jalur sembari belajar menulis memahami isu lingkungan, korupsi, hukum politik, sosial dan ekonomi.
Siap 'makan' semua isu ini, ayo bumikan minum kopi.

Video Sidang

 

Untuk video sidang lainnya, sila kunjungi channel Youtube Senarai dengan mengklik link berikut Senarai Youtube