Video: Keterangan Ahli Alvi Syahrin
PN SIAK SRI INDRAPURA, 10 JULI 2017—Pukul 10.00 pintu ruang sidang Cakra PN Siak masih tertutup rapat. Sidang akan dimulai setelah dzuhur karena ruangan tersebut akan digunakan untuk halal bihalal seluruh hakim dan pegawai di PN Siak.
Sidang dimulai pukul 13.43 oleh Hakim Ketua Lia Yuwannita didampingi dua anggota Selo Tantular dan Binsar Samosir. Hakim Ketua langsung menanyakan kehadiran ahli dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Bagaimana ahlinya?”
“Ahli tidak bisa hadir Yang Mulia, karena ahli masih berada di Bali hingga 14 Juni. Kami mohon izin agar keterangan ahli di BAP dapat dibacakan saja,” kata JPU Willy.
Willy, Dian Andesta dan Slamet Santoso bergantian membacakan keterangan ahli di BAP.
Diawali penjelasan pengertian lingkungan hidup. Alvi Syahrin jelaskan pengertian menurut Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang PPLH jelaskaan lingkungan hidup sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup. Termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
JPU melanjutkan keterangan Alvi Syahrin terkait pengrusakan lingkungan hidup. Didasarkan pada pasal 1 ayat 6 dalam UU 32/2009 tentang PPLH, hal ini berarti suatu tindakan yang menimbulkan perubahan langsung dan tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Kriteria tersebut menjadi ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia dan/atau hayati yang dapat diterima oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikan fungsinya. “Ini berdasarkan pasal 1 ayat 15 UU 32/2009 tentang PPLH,” baca Wily.
Terkait sanksi yang diberikan terhadap tindakan pengrusakan lingkungan, hal ini dijelaskan dalam pasal 98 dan 99 UU 32/2009 tentang PPLH. Pada Pasal 98 ayat 1 memaparkan jika setiap orang yang dengan sengaja melakukan sebuah perbuatan yang akibatkan dilampauinya baku mutu ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun. Pelaku juga dikenai denda paling sedikit Rp 3 miliar dan paling banyak Rp 10 miliar.
Jika perbuatan tersebut mengakibatkan adanya orang terluka dan/atau membahayakan kesehatan manusia dapat dipidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun. Pelaku juga dikenai denda paling sedikit Rp 4 miliar dan paling banyak Rp 12 miliar. Hukuman pidana penjara dan denda semakin berat ketika perbuatan tersebut menyebabkan orang luka ringan atau meninggal. Pidana penjara antara 5 sampai 15 tahun dan denda Rp 5 – 15 tahun.
Pengrusakan lingkungan hidup menurut pasal 99 UU 32/2009 tentang PPLH menyebutkan merupakan tindakan dari setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Pelaku dapat dipidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun dan dikenai denda paling sedikit Rp 1 miliar dan palin banyak Rp 3 miliar.
Jika perbuatan tersebut akibatkan orang terluka atau bahaya kesehatan manusia pidana penjara 2-4 tahun dan denda Rp 2 – Rp 6 miliar. Jika mengakibatkan luka berat dan meninggal maka pidana penjara 3-9 tahun dan denda Rp 3-9 miliar.
JPU melanjutkan pembacaan BAP Alvi Syharin selaku ahli pidana korporasi terkait pertanggungjawaban dari sebuah tindak pidana. “Berdasarkan pasal 116 UU 32/2009 tentang PPLH badan usaha dan pengurus badan usaha, badan usaha atau pengurus usahanya dapat dimintai pertanggungjawaban,” kata Willy.
BAP Alvi Syahrin yang dibacakan selanjutnya membahas kebakaran dari suatu lahan milik badan usaha. Memperhatikan penyebab terjadinya kebakaran terdapat 4 kategori. Pertama sengaja dibakar, ia memiliki sarana prasarana memadai namun tidak ada upaya untuk memadamkan dan kebakaran memang dikehendaki. Kedua, lahan terbakar namun tidak ada upaya untuk memadamkan. Ketiga lahan terbakar, ada upaya memadamkan namun sarana dan prasarana tidak memadai atau tidak sungguh-sungguh dalam melakukan pemadaman. Terakhir terbakar, ada upaya memadamkan, sarana prasarana memadai dan sudah dilakukan dengan sungguh-sungguh namun tetap tidak dapat mengatasi kebakaran.
Pernyataan di BAP menekankan jika terjadi kebakaran di areal korporasi dan api berasal dari luar areal/ lahan masyarakat, korporasi tidak dapat memadamkan, dapat diduga perusahaan telah melakukan pembiaran atau melalaikan tanggungjawabnya untuk memadamkan api. “Karena korporasi memiliki tanggungjawab menjaga areal yang dibebankan izin kepadanya dari manusia, ternak dan kebakaran,” Willy membacakan BAP.
Pembiaran ini dapat dilihat dari ketersediaan sarana dan prasarana penanggulangan dan pencegahan karhutla. Jika sarpras yang tersedia tidak memadai, maka perusahaan telah melakukan pembiaran dan melalaikan tanggungjawabnya sehingga tidak dapat menjaga lahannya dan tidak dapat menannggulangi karhutla. “Maka dikategorikan perusahaan telah melanggar pasal 99 ayat 1 UU 32/2009 Tentang PPLH,”kata JPU.
Perusahaan dikatakan melanggar Pasal 98 ayat 1 UU 32/2009 tentang PPLH ketika sengaja melakukan pembakaran di arealnya dan tidak ada upaya untuk memadamkan. Padahal sarana dan prasarana yang dimiliki memadai dan telah memenuhi ketentuan yang berlaku.
Usai pembacaan BAP Alvi Syahrin, Penasehat Hukum memohon agar majelis hakim mencatat ada beberapa keterangan ahli dalam BAP yang membuat ragu. “Mohon ini dicatat ke dalam berita acara persidangan Yang Mulia. Karena pada keterangan ahli di BAP, nomor 15 poin d, e, f dan g terdapat kata ‘Saya’, saya yang dimaksud ini siapa?” Kata Aswin.
Tamrin Basri kemudian ditanyai Hakim Ketua terkait tanggapannya dari keterangan ahli yang telah dibacakan JPU. Tamrin tidak mengomentari dan memberikan tanggapan karena ia tidak tahu dan tidak mengerti.
Hakim Ketua melanjutkan pembahasan untuk agenda sidang selanjutnya. JPU menyatakan pada sidang selanjutnya akan dihadirkan ahli kebakaran hutan dan lahan, Bambang Hero Saharjo dan ahli Kerusakan Lingkungan Hidup, Basuki Wasis. “Tapi kami mohon persidangan dimulai pukul 3 atau 4 sore Yang Mulia,” kata Willy. Kedua ahli tersebut kini sedang berada di Palembang, untuk tiba di Riau harus transit dahulu di Jakarta.
“Kalau dimulai sore sidang ini akan selesai jam berapa?” tanya Lia Yuwannita
“Langsung dua ahli? Bambang Hero ahli apa?” Hakim Anggota Selo Tantular tutur bertanya.
“Keduanya ahli kebakaran dan ahli kerusakan, keterangannya saling melengkapi,” jawab JPU. Mereka meminta jika memang ahli tidak dapat hadir, agar diizinkan untuk membacakan BAP.
“Apakah ahli pasti hadir? Kalau tidak dilakukan pada Senin saja,” PH menanggapi. Menurut PH sudah terlalu lama waktu bagi JPU untuk hadirkan ahli dan selalu tidak pasti kehadirannya.
Hakim Ketua meminta JPU untuk memastikan kehadiran ahli dan melaporkannya sebelum sidang dimulai, jika memang tidak hadir diperbolehkan membacakan BAP. Sidang ditutup pukul 15.06 dan dilanjutkan Kamis, 13 Juli 2017.#Defri-rct