Kasus Karhutla PT Adei

Nelson: PT Adei Tidak Menjaga Lingkungan Hidup

Ekspresi terdakwa Danesuvaran KR Singamm

–Catatan Sidang terdakwa Danesuvaran KR Singam

Ekspresi terdakwa Danesuvaran KR Singamm

PN PELALAWAN, Rabu 02 April 2014–Menjelang tengah hari, majelis hakim memasuki ruang sidang. Tepat pukul 11.55 Donovan Akbar Kusumo Buwono, ketua majelis hakim, membuka sidang. Agenda sidang pemeriksaan ahli dari Jaksa Penuntut Umum. Ada dua saksi ahli dihadirkan pada sidang kali ini.

Majelis hakim dan saksi

Nelson Sitohang dari Badan Lingkungan Hidup Propinsi Riau

Saksi Nelson Sitohang menjawab pertanyaan PH

Nelson lahir di Sibolga, usianya kini 41 tahun. Ia dihadirkan JPU untuk menerangkan keahliannya mengenai perizinan dan pengelolaan lingkungan, termasuk analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).

Para JPU

Nelson menjelaskan bahwa izin lingkungan mengacu pada Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang pengelolaan lingkungan hidup dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012 tentang lingkungan.

“Bagaimana bila perusahaan melanggar aturan?” tanya Donovan. “Ibaratnya begini,” ia melanjutkan, “Saya punya SIM untuk izin mengemudi, artinya punya izin yang sah. Tapi saya melanggar aturan lalu lintas, apa sanksinya?”

Bila dikontekskan dengan kasus PT Adei Plantation and Industry, menurut Nelson PT Adei telah melanggar sanksi administrasi. “Tapi bila pelanggaran itu sudah mengakibatkan pencemaran lingkungan, perusahaan bisa dikenai sanksi pidana,” katanya. Aturan itu tercantum dalam pasal 78 UU 32 tahun 1999.

Lebih rinci Nelson menjabarkan soal sanksi administrasi yang dimaksud, yakni bisa berupa teguran, penghentian kegiatan sementara dari pemerintah, penutupan kegiatan, maupun pencabutan izin kegiatan. Sedangkan untuk sanksi pidana paling singkat hukuman penjara 3 tahun paling lama 10 tahun dan denda paling sedikit Rp 3 miliar dan paling banyak Rp 10 miliar.

Saksi Nelson Sitohang dan PH terdakwa Danesuvaran KR Singam

Mengenai sungai jiat, menurut Nelson sungai tersebut berada dalam areal konsesi KKPA yang dikelola oleh PT Adei. “Jadi sungai itu tanggung jawab PT Adei untuk menjaganya.” Dalam aturan yang ada, lanjutnya, daerah aliran sungai harus dikonservasi, artinya tidak boleh dijamah oleh manusia, harus dibiarkan alami dan dijaga kelestariannya.

Saksi-saksi sebelumnya menerangkan bahwa kebakaran yang terjadi di areal KKPA bermula dari lahan di sekitar daerah aliran sungai. “DAS ini dirambah oleh masyarakat, dan terjadi kebakaran. Ini bagaimana?” tanya hakim.

Nelson berpendapat areal tersebut tetap menjadi tanggung jawab PT Adei, meski lahannya dirambah masyarakat. “Ibaratnya saya punya rumah terus ada orang lain masuk seenaknya, apa tindakan kita? Harusnya kita laporkan. Jadi bila lahan itu dirambah masyarakat, PT Adei harus melaporkannya.” Nelson menyimpulkan bahwa kebakaran tersebut tetap menjadi tanggung jawab PT Adei karena lahan DAS masuk dalam areal konsesi PT Adei.

Jaksa Penuntut Umum meminta penjelasan lebih detail soal sungai jiat yang tertimbun. Apakah itu terjadi secara alami atau ada campur tangan manusia? Nelson menjelaskannya berdasarkan dokumen AMDAL yang sudah dibacanya.
Dari dokumen AMDAL bagian rona awal, katanya, laju erosi sekitar DAS sangat ringan dan tidak menimbulkan bahaya erosi. Padatan terlarut juga berada di bawah baku mutu. Potensi aktual erosi 0,92 ton per hektar per tahun. “AMDAL dibuat tahun 2006, artinya penelitian dilakukan pada tahun 2006. Kebakaran terjadi tahun 2013. Jadi, kalau dari data yang ada, tidak mungkin aliran sungai jiat tertimbun secara alami, pasti ada campur tangan manusia yang menimbunnya,” jelasnya.

Keterangan pada bagian rona awal dalam AMDAL menjelaskan keadaan di lapangan sebelum sungai dijamah oleh manusia.

Mengenai embung (kolam air), Nelson menjelaskan bahwa fungsi embung untuk mencegah kebakaran. Dalam AMDAL disyaratkan PT Adei harus membuat embung. Kenyataannya, dari keterangan saksi fakta sebelumnya, PT Adei tidak membuat embung, tapi diganti dengan kanal. Ini juga tidak benar menurut Nelson. “Kalau mau ganti embung dengan kanal, harus dirubah dulu AMDAL yang ada,” ujarnya.

Pembelokan atau penutupan alur sungai jiat dan dialirkan ke kanal juga tidak dibenarkan. Alasan Nelson, sungai merupakan areal konservasi, jadi harus dilindungi dan tidak boleh dijamah seenaknya. Hal lainnya, disebutkan dalam dokumen AMDAL bahwa daerah aliran sungai jiat merupakan tanah gambut 72 persen dengan kedalaman 7-12 meter. “Jadi sudah sewajibnya dilindungi. Kalau terjadi penimbunan di sekitar DAS, apalagi campur tangan manusia, ini jelas sudah melanggar aturan,” ujarnya.

“Bagaimana bila terjadi kebakaran di DAS tersebut?” tanya JPU.
“Saya bisa menyimpulkan bahwa PT Adei sudah merusak lingkungan hidup. DAS harusnya dilindungi, bila dijamah saja sudah salah, apalagi sampai terjadi kebakaran,” jawab Nelson.

Penasehat Hukum bertanya tentang fungsi pengawasan yang dilakukan BLH terhadap perusahaan-perusahaan. Menurut PH, bila pengawasan maksimal, kebakaran lahan harusnya bisa dihindari.
“Tahun 2013 dan tahun 2014 kebakaran yang terjadi sama besar. Mengapa bisa begitu? Dimana fungsi pengawasan BLH?” tanya Indra Nathan tim PH.
Nelson menjawab, “Logikanya begini. Mengapa harus diawasi dulu baru perusahaan taat? Tahun 1997 PT Adei sudah pernah dihukum karena bakar lahan, kenapa sekarang dilakukan lagi?”Tim PH tersudut dan langsung mengganti pertanyaan. Indra katakan jawaban Nelson diluar konteks perkara.

Suparyadi dari Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Pelalawan

Suparyadi melakukan pengukuran lahan KKPA setelah kebakaran terjadi. Ia turun bersama penyidik dari Polda Riau dan Kementerian Lingkungan Hidup. Ia mengukur berapa luas areal yang sudah terbakar.

Saksi Suparyadi

“Kami turun tanggal 5 Juli 2013. Areal yang terbakar luas keseluruhannya 32 hektar. Tidak tahu blok berapa karena hanya mengukur saja,” ujarnya.

Terdakwa Danesuvaran merasa keberatan dengan keterangan Suparyadi soal luas areal yang terbakar. Menurutnya, areal KKPA yang terbakar hanya 22 hektar. “10 hektar lahan yang dirambah masyarakat,” katanya.

Suparyadi tetap pada keterangannya. “32 hektar itu lahan terbakar yang saya ukur di lapangan. Tidak melihat apakah lahannya dirambah masyarakat atau tidak,” jelasnya.
Pukul 15.50 sidang usai, dilanjutkan pada 16 April dengan agenda lanjutan pemeriksaan ahli. “Minggu depan ahli yang harusnya kami hadirkan tidak bisa datang karena ada agenda ke lapangan mengambil data,” kata Syafril dari JPU. #rct-Lovina

Video Sidang

 

Untuk video sidang lainnya, sila kunjungi channel Youtube Senarai dengan mengklik link berikut Senarai Youtube